Bermula dari kejelian penduduk di pantai timur Sumatra yang melihat peluang pasar karet alam di awal abad XX, perkebunan karet berkembang pesat di hampir seluruh Sumatra. Berbagai cara dilakukan penduduk membawa biji dari Malaka sepulang menunaikan ibadah haji atau saat mereka pulang kampung setelah bekerja menjadi buruh. Penduduk kemudian menanam biji karet sejalan dengan perladangan berpindah yang mereka lakukan.
Provinsi Sumatra Selatan memiliki curah hujan bervariasi dari 2000 mm sampai 3500 mm, suhu berkisar antara 200C sampai dengan 350C dengan rata-rata 28OC. Kondisi tanah terdiri dari atas 11 klasifikasi tanah dan tanah uang terluas adalah jenis tanas Podsolik. Kondisi iklim dan tanah demikian sangat sesujai untuk pertumbuhan tanaman karet.
Di samping Dinas Perkebunan, di Sumatra Selatan terdapat Balai Penelitian Sembawa dan beberapa lembaga seperti Asosiasi Petani Karet, Gabungan Pengusaha Perkebunan, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia. Di samping itu juga telah terbentuk Forum Bersama Pengembangan Perkebunan. Pada saat ini sedang dirintis pembangunan infrastruktur penting untuk pengembangan ekspor yaitu Pelabuhan Samudra Tanjung Api-api yang dilengkapi sarana jalan dan jalur kereta api. Pemerintah Daerah juga merencanakan peremajaan karet rakyat seluas 150 ribu hektar dalam beberapa tahun mendatang.
Senyampang berkunjung ke Palembang saya menyempatkan diri melihat perkembangan dan prospek perkebunan karet di Sumatra Selatan dan mencari informasi ke Balai Penelitian Sembawa. Balai Penelitian Sembawa berada di bawah pengelolaan Pusat Penelitian Karet yang berada di bawah koordinasi Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Bogor. Terletak di tengah-tengah perkebunan karet rakyat tepatnya di Desa Sembawa, sejak tahun 1982 Balai Penelitian Sembawa menjalankan misinya untuk menghasilkan teknologi di bidang perkaretan. Desa Sembawa terletak di KM 29 ruas jalan raya Palembang-Jambi.
Balai Penelitian Sembawa saat memiliki 30 peneliti handal dari berbagai disiplin ilmu seperti agronomi, hama dan penyakit, tanah dan agroklimat, sosial ekonomi, dan teknologi pengolahan. Setiap hari mereka bekerja secara terintegrasi dan berusaha menghasilkan teknologi yang bermanfaat bagi pengembangan perkebunan karet.
Balai Penelitian Sembawa memiliki berbagai laboratorium, kebun percobaan seluas 3500 hektar dan perpustakaan yang memadai. Berbagai teknologi telah mereka hasilkan seperti klon unggul karet, sistem sadap, pengendalian hama dan penyakit, rekomendasi pemupukan serta teknologi perbaikan mutu karet.
Klon unggul yang dihasilkan Balai Penelitian Sembawa adalah seri BPM dari spesies Hevea Brasiliensis. Hevea Brasiliensismerupakan spesies tanaman karet yang berhasil dikembangkan secara komersial di seluruh dunia. Sebelumnya terdapat spesies lain seperti Castilloa Elastica dan Funtumia Elastica, tetapi kualitas Hevea Brasiliensis dinilai legih unggul dari spesies lainnya. Hevea Brasiliensis diyakini berasal dari daerah Amazone, Brasilia. Di daerah asalnya Hevea Brasiliensisdikenal dengan sebutan “cahucu” yang berarti pohon yang menangis. Kini seluruh klon-klon unggul karet yang dikembangkan di seluruh dunia berasal dari spesies Hevea Brasiliensis.
Penyediaan klon unggul karet tentu sangat membantu para pekebun karet khusunya yang pemilik perkebunan karet rakyat, apalagi lebih dari 409 ribu KK di Sumatra Selatan adalah petani karet. Tidak kurang dari 18 ribu orang menjadi karyawan perkebunan besar, sedangkan industri pengolahan karet dan kayu karet menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 4000 orang, secara keseluruhan sekitar 28% penduduk Sumatra Selatan hidupnya bergantung pada perkebunan karet.
Areal perkebunan karet di Sumatra Selatan didominasi oleh perkebunan rakyat yaitu seluas 886 ribu hektar pada tahun 200r atau sekitar 96% dari total areal perkebunan karet. Perkebunan karet rakyat di Sumatra Selatan menyebar pada beberapa Kabupaten. Areal terluas terletak di Kabupaten Musi Rawas (23%), disusul oleh Musi Banyuasin (17%), Muara Enim (19%), Ogan Komering Ilir (12%), Banyuasin (10%) dan Ogan Komering Ulu (7%).
Produksi karet rakyat di Sumatra Selatan selama 30 tahun terakhir meningkat pesat dari 148 ribu ton pada tahun 1974 menjadi 599 ribu ton pada tahun 2004. Sedangkan perkebunan besar hanya meningkat 2.544 ton pada tahun 1974 menjadi 41 ribu ton pada tahun 2004. Kenaikan ini berkat perluasasn areal dan penggunaan klon unggul karet yang berproduktivitas tinggi.
Sumatra Selatan mempunyai 20 pabrik pengolahan karet yaitu pabrik karet remah (crumb rubber)17 buah, pabrik RSS (Ribbed Smoked Sheet) 1 buah dan pabrik lateks pekat 2 buah. Berkembang sejak tahun 1969 produksi karet remah mendominasi ekspor karet alam dari Sumatra Selatan yang mencapai 512 ribu ton pada tahun 2004. Sumatra Selatan menargetkan produksi karet alam sebesar 800 ribu ton pada tahun 2009.