Mohon tunggu...
Cosmas Gunharjo Leksono
Cosmas Gunharjo Leksono Mohon Tunggu... Editor - Editor, penulis, penerbit buku dan jurnal

menulis di media apa saja tanpa kecuali, cetak dan elektronik. Berbagi itu indah, menyenangkan dan raihlah saudara dari berbagai penjuru dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wabah Hoaks

17 Agustus 2019   15:37 Diperbarui: 17 Agustus 2019   15:37 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan deklarasi Soloraya Damai Tanpa Hoaks

 Mengapa hoaks begitu masif menyebar di Indonesia? Mengapa berita positif kurang diminati, tetapi berita hoaks sering menjadi trending topic? Inilah kondisi nyata Indonesia setelah merdeka 74 tahun. Inilah tantangan terbesar abad ini: berperang melawan hoaks. 

Penyebaran hoaks, lebih dikenal dengan berita bohong, sudah seperti wabah.  Wabah merupakan istilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang. Karena penyebaran hoaks begitu masif dan cepat, maka dapat dikatakan sebagai wabah hoaks. Maka, sekarang ini, sebagian orang harus repot-repot untuk turut memerangi hoaks. Muncul berbagai organisasi atau lembaga yang peduli untuk memerangi hoaks. Hal ini sangat berlawanan pada zaman dahulu, yang namanya perang ya melawan penjajah. Lawannya jelas: penjajah dari negara asing. 

Lha sekarang, hoaks selain diproduksi anak bangsa sendiri, juga mengolah dari hoaks luar negeri, istilahnya dimodifikasi menjadi hoaks ala Indonesia. Luar biasa bukan? Bukan hanya pemerintah yang harus belepotan untuk mengurusi hoaks. Masyarakat pun menjadi terpecah belah gegara hoaks. 

Lalu, apa yang harus dilakukan sebagai anak bangsa?

Pertama, netizen minimal harus paham betul tentang suatu kabar/berita/informasi itu hoaks atau bukan. Panduan gampangnya, kalau mendapat berita yang tidak jelas jluntrungnya, tidak usah ikut-ikutan men-share. Tapi, orang Indonesia itu kadang mungkin tangannya gatal kalau tidak ikut menshare berita apapun, termasuk hoaks. Ingin dijuluki sebagai orang yang tahu segalanya, yang pertama paham, lalu lansung share dan share. Tanpa cek dan ricek apakah itu hoaks atau bukan. 

Kedua, biasakan untuk lebih asyik membaca buku, koran, majalah, daripada asyik bermain medsos. Melalui media cetak, berita hoaks jelas tidak ada, karena sudah melalui jalur panjang berjenjang dalam seleksi berita. Dengan membaca, kita tidak mudah terbawa emosi, coba bandingkan dengan membaca medsos, pasti sebagian besar gatal untuk mengetik di kolom komentar, like, hingga share ke berbagai platform medsos. Jadi, yuk balik ke dunia membaca yang asyik tanpa hoaks. 

Ketiga, kalau punya waktu longgar, ikutlah kegiatan positif semacam komunitas di anti hoaks. Silahkan googling saja, pasti menemukan komunitas yang cocok dan bisa dipilih. Ini cara ampuh untuk terjun, berguru, belajar bersama komunitas anti hoaks. Dan, dijamin, Anda akan pandai di antara teman Anda di bidang anti hoaks.

Keempat, untuk melindungi anak-anak kita, jangan kasih kendor masalah medsos. Harus ketat, medsos harus untuk yang positif. Selain itu, no. Dan, ini akan menjadi senjata ampuh dalam menggapai sebagai keluarga anti hoaks. 

Kelima, untuk memerangi wabah hoaks, pemerintah harus tegas terhadap para pelaku pemroduksi hoaks. Mereka harus dibuat jera, ditangani sesuai UU yang berlaku. Jangan sampai, jutaan orang sibuk mengklarifikasi hoaks, eh... jutaan orang pula memproduksi hoaks. Wajar saja jika wabah hoaks terus merajalela. 

Monggo, ditambahkan, mari berbagi tentang literasi digital yang positif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun