Mohon tunggu...
Harjo
Harjo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Harjo, Naturalist

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Benarkah Kanker Merupakan Konsekuensi Evolusi?

11 Agustus 2013   11:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:26 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13761934381786180462

Foto: Robert Austin (Sumber: TheScientist)

Tulisan ini mencobamengemukakan salah satu dampak pengaruh negatif dari teori evolusi, yaitu cara berpikir spekulasi. Saya sebut spekulasi, karenaapa yang dikemukakan tidak didasarkan pada bukti-buktiempirik yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Anehnya, meskipun spekulasi, tetapi karena yang berspekulasi itu mempunyai jabatan ilmiah seperti menjadi anggota National Acedemy of Sciences, sehingga apa yang dikemukakannya seringkali dianggap sebagai sebuah kebenaran. Pernyataannya pun dianggap layak untuk dimuat pada majalah ilmiah international bergengsi, The Scientist.

Inilah pernyataan yang sangat menggelikandari seorang penelitiPrinceton University dalam sebuah wawancarayang dipublikasikan oleh majalah tersebut belum lama ini (The Scientist, 3 April 2013). Menurutnya, “kanker adalah konsekuensi dari evolusi manusia yang sangat cepat”.Penelititersebut adalah Robert Austin, seorang ahli Fisika, yang juga DirekturPhysical Sciences Oncology Center di Princeton University.

Tentu saja teori kontroversial ini ditolakoleh banyak kalangan, termasuk para penentang teori evolusi, lebih-lebihpara dokter yang setiap hari berkutat dengan pasien yang menderita penyakit yang mematikan tersebut.

Pernyataan ini, tentu saja akan membuat bingung para penderita kanker. Bayangkan saja, masih menurut Austin, bahwa kanker dianggap sebagai keuntungan bagi keberlangsungan species. Jadi, orang yang mau mati karena kanker itu dianggap untung? Tentu saja ini adalah pemikiran yang menyesatkan.

Dari pernyataan tersebut, akhirnya kita bisa tahu bahwa sukses Darwin dengan teori evolusinyajuga disertai dengan warisan cara berpikir spekulasi.

Spekulasi Menyesatkan

Semoga penjelasan saya di bawah ini, dapat menjadi penyeimbang dari informasi yang menyesatkan tersebut. Pembahasan tentang konsekuensi terkait evolusi manusia ini sebetulnya sudah pernah dikemukakan sebelumnya, diantaranya oleh Alan Mann, antropolog yang juga dari Universitas Princeton dan; Bruce Latimer,ahli anatomi di Universitas Case Western Reserve.

Jika Austin menyebutnya sebagai konsekuensi evolusi, sedangkan Alan Mann dan Bruce Latimer menyebutnya sebagai jejak penyakit evolusi manusia. Penyakit-penyakit tersebut adalah: sakitpunggung, nyeri kaki, persalinan yang berisiko, dan sakit gigi (LiveScience).Sedikit akan saya sampaikan mengenai penyakit-penyakit tersebut, yang mungkin menjadi latar belakang pemikiran Austin mengenai penyebab penyakit kanker ini.

Sakit punggung. Ini akibat dari proses evolusi,yang sebelumnya berjalan membungkuk menjadi berdiri tegak. Kondisi ini mengakibatkan stress punggung, sakit pinggang, karena melawan gravitasi.

Nyeri kaki. Ini disebabkan evolusi yang semula manusia berjalan dengan keempat kaki menjadi dua kaki. Mengakibatkan kaki menjadidatar dan buntal. Akibat perubahan dari empat kaki menjadi dua kaki ini juga meningkatkan risiko pada waktu persalinan. Bandingkan ketika masih menggunakan empat kaki.

Sakit gigi.Perubahan ukuran otak ketika evolusi menjadi masalah pada gigi bungsu. Karenagigi bungsu tidak memiliki ruang untuk tumbuh, sehingga munculnya gigi bungsu menjadi proses yang menyakitkan.

Sepertinya, alasan yang mereka kemukakan masuk akal. Tapi sayangnya apa yang dikemukakan hanyalan spekulasi, sebuah pendapat yang belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Sebuah pendapat, bukanlah bukti, apalagi dijadikan sebagai sebuah kebenaran untuk mendukung teori evolusi.

Saya tidak membahas lebih lanjut mengenai keempat penyakit tersebut, sebab tulisan ini hanya akan membatasi pada masalah penyakit kanker.

Walaupun pendapat Austin itu konyol, tetapi cukup menarik untuk dibahas. Sebuah teori yang dimunculkan justru oleh orang yang bukan ahlinya dalam bidang penyakit kanker. Walaupun namanya dipilih sebagai anggota NationalAcademy of Sciences, bukan berarti apa yang dikemukakan adalah sebuah kebenaran.

Seorang ahli FIsika, ketika ditempatkan pada sebuah lembaga yang menangani kanker, tentu bukan tanpa alasan. Banyak orang berharap ada terobosan baru, dari cara pandang disiplin ilmu yang berbeda dalam melawan penyakit kanker ini.

Diharapkan dari disiplin ilmu lain, mungkin ada terobosan penting yang bisa mencarikan solusi terbaik.Bukan malah (ikut-ikutan) berpikir seperti seorang ahli Biologi Evolusi.

Lebih lanjut, ada 2 hal yang dikemukakan oleh Austin seperti yang ditulis dalam The Scientist.

Pertama, kanker merupakan konsekuensievolusi manusia yang berlangsung cepat.Kedua, kanker adalah penyeimbangyang diberikan oleh evolusi dalam menghadapi cepatnya perubahan tersebut.

Intinya, beliau ingin menyatakan bahwa mutasi yang menyebabkan kanker itu bagaikan sel progenitoryangnantinya akan berkembang menjadi sel tertentu atau organ baru.

Kanker ini adalah tawaran yang diajukan oleh evolusi yang tujuannya untukmenyisakanindividu yang kuat demi keberlangsungan species. Intinya, kanker adalah sesuatuyang penting guna keberlangsungan species,upaya alam untuk menyeleksi manusia.

Sekarang, mari kita bahas dulu persoalan sel Progenitor ini.

Saya akan mencoba membandingkan antara kehidupan pada manusia yang semula berjalan dengan keempat kakinya kemudian menjadi manusia yang berdiri tegak yang dengan dua kaki dengan beruang yang berevolusi menjadipaus. Tujuannya adalah untuk memudahkan saya dalam menjelaskan kesalahan tersebut.

Evolusionis menyebutkan bahwa, perubahan beruang menjadi paus itu dibutuhkan ratusan bahkan ribuan siklad, sebelum akhirnya beruang itu menjadi paus.

Dari sekian banyak siklad, kita akan coba membahas perubahan itu pada siklad pertama saja. Katakan saja tangan yang punya cakar kemudian berubah menjadi tangan yang bersirip.

Sel permulaan yang bermutasi yang tidak berbentuk atau progenitor (atau sel kanker) ini yang nantinya akan menjadi sirip. Tentu saja mutasi seperti itu (justru) akan mematikan bagi keberlangsungan hewan itu. Tangan yang dibutuhkan untuk melawan musuh-musuh alaminya ketika hidup didarat menjadi sirip. Lalu bagaimana mereka akan bertahan hidup? Dimana keuntungannya?

Bulu yangtebal untuk menghadapi udara dingin menjaditidak berbulu malah menjadi licin. Tentu ini mutasi yang membunuh hewan tersebut. Jangankan untuk berevolusi, bertahan hidup saja tidak mungkin. Di mana keuntungannya?

Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya jika sel kanker (progenitor)itu pada tubuh manusia?

Sel progenitor, berbentuk kanker itu tidak mungkin menjadi cikal bakal terbentuknya organ atau sel baru yang kemudian menjadi berubah fungsi.

Nah, sekarang jika sel progenitor itu kita anggap sebagai sel kanker? Alih-alih akan berevolusi menjadi organ baru justru menjadi mesin pembunuh.

Kesimpulannya, bahwa organ progenitor itu sama sekali bukan cikal bakal yang mengarahkanke bentuk organ baru yang memiliki fungsi berbeda dari semula. Evolusi tidak pernah terjadi, bagaimana mungkin memiliki konsekuensi?

Kanker adalah Penyakit

Ada beberapa penyebab timbulnya kanker. Menurut Anand dkk (Sept, 2008), bahwa penyebab kanker, 90-95% kasusnya disebabkan faktor lingkungan dan 5-10% karena faktor genetik. faktor lingkungan itu sendiri ada beberapa penyebab yaitu karena tembakau (25-30%), diet dan obesitas (30-35 %), infeksi (15-20%), sisanya karena radiasi, stres, kurangnya aktivitas fisik, dan polutan lingkungan.

Lingkungan. Merokok, baik aktif maupun pasif dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker paru-paru, mulut, laring (pita suara), dan kandung kemih. Faktor lingkungan lainnya, yaitu: sinar ultraviolet dari matahari serta radiasi sinar rontgen.

Makanan Berbahan Kimia. Makanan berbahan dan pengawet kimia juga dapat menjadi faktor risiko penyebab kanker, terutama kanker pada saluran pencernaan.

Virus. Beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan kanker diantaranya: Virus Papilloma; Virus Sitomegalo; Virus Hepatitis B; Virus Epstein; Virus HIV menyebabkan lomfoma dan kanker darah lainnya.

Infeksi. Iritasi yang menahun pada kandung kemih menjadi tempat berkembang biaknya parasit Schistosoma yang dapat menyebabkan kanker. Perilaku. Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan makan makanan yang berlemak serta daging yang diawetkan akan meningkatkan risiko kanker. MenurutSasco dkk (Agustus 2004),bahwa konsumsi rokok tembakau, berkorelasidengan banyak jenis penyakit kanker. Peneliti lain menyebutkan bahwa 990% kanker paru-paru disebebkan oleh kebiasaan merokok (Biesalski et al 1998).

Ketidaksemibangan Hormonal. Terjadi apabila kelebihan produksi hormon estrogen, sebaliknya kekurangan progesteron menyebabkan kecenderungan risiko kanker payudara, leher rahim, rahim dan prostat pada pria.

Faktor Kejiwaan. Stress yang berlebih akan menggangu keseimbangan tubuh yang mempengauruhi kerja sel. Sel merespon menjadi hiperaktif dan berubah sifat menjadi ganas yang berpotensi terjadinya kanker.

Radikal Bebas. Sumber-sumber radikal bebas itu terbentuk antara lain dari hasil sampingan selama proses metabolisma di dalam tubuh, racun-racun dari makanan yang mengandung kimia, udara yang terpolusi yang masuk ke dalam tubuh, makan yang berlebih, juga stres. Penutup

Dari uraian di atas, banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kanker, tetapi yang pastikanker bukanlah konsekuensi dari evolusi.

@Baduy,Lebaran 1434H

Referensi:

Anand P, Kunnumakkara AB, Sundaram C, et al. (September 2008). "Cancer is a Preventable Disease that Requires Major Lifestyle Changes". Pharmaceutical Research. 25 (9): 2097–116. DOI:10.1007/s11095-008-9661-9.

Sasco AJ, Secretan MB, Straif K (August 2004). "Tobacco smoking and cancer: a brief review of recent epidemiological evidence". Lung cancer (Amsterdam, Netherlands). 45 Suppl 2: S3–S9. DOI:10.1016/j.lungcan.2004.07.998.

Biesalski HK, Bueno de Mesquita B, Chesson A, et al. (1998). "European Consensus Statement on Lung Cancer: risk factors and prevention. Lung Cancer Panel". CA: a cancer journal for clinicians 48 (3): 167–76; discussion 164–6. doi: 10.3322/canjclin.48.3.167

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun