Kalau maksudnya tarik-menarik itu adalah debat dan saling adu argumentasi, itu betul, tetapi memang begitu seharusnya dalam pembahasan undang-undang. Dialektika harus ada. Tetapi jika dimaksudkan tarik-menarik tersebut karena yang satu ingin segera disahkan dan yang lain tidak mau, itu salah.Â
Ini murni masalah banyaknya materi pembahasan yang melibatkan berbagai lembaga yang memiliki tupoksi dan kewenangan masing-masing sehingga dirasakan perlu oleh Pemerintah untuk melakukan sinkronisasi dan konsolidasi.
Apalagi menyangkut keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme. Poin ini yang menyita banyak waktu. Berkali-kali rapat masih belum menemukan titik-temu. Setelah dipending lama mengenai hal tersebut dan pembahasan beralih ke substansi yang lain, barulah masalah keterlibatan TNI dapat dirumuskan.Â
Ditambah lagi ada pergantian Panglima TNI dari Gatot ke panglima baru. Ini sempat memicu suasana panas. Karena Panglima TNI baru bersurat langsung ke DPR meminta untuk diganti judul RUU. Buyar lagi kesepakatan yang lama karena surat itu.
Masalah krusial lain yang memicu lamanya pembahasan adalah masalah definisi terorisme. Saya malah sampai harus belajar tentang definisi terorisme ini ke Bangkok, mengikuti workshop di UNODC. Definisi terorisme sudah disepakati oleh Pemerintah dan DPR agar ada dan dirumuskan, namun nanti setelah rampung semua materi yang lain, baru tentang definisi ini dibahas belakangan. Namun, dari arah pembahasan, pemerintah terutama dari Densus88 keberatan adanya definisi.Â
Saat ini pembahasan tinggal definisi saja, yang lain-lain sudah rampung. Konstruksi RUU Terorisme yang baru menyangkut berbagai hal yang belum terpenuhi dalam pengaturan pada undang-undang existing. Ditambah lagi ada pemberatan hukuman, hingga hukuman mati bagi teroris. Juga penekakan pada aspek kebijakan mengenai pencegahan dan perlindungan terhadap korban terorisme. Aspek kebijakan penindakan yang memerlukan penyempurnaan dari pengalaman di lapangan disempurnakan sehingga nanti tidak ada lagi alasan susah karena belum ada payung hukum.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H