Biar clear dan tidak saling tuding mengenai siapa sebenarnya yang sering menunda-nunda pembahasan RUU Terorisme, di sini akan disajikan dokumen lengkap dan faktor-faktor penyebabnya. Ini penting diketahui karena akibat rangkaian serangan bom di Surabaya, berbagai pihak mengarahkan jari telunjuknya ke DPR sebagai pihak yang dinilai selalu menunda-nunda pembahasan RUU Terorisme. DPR lelet, lambat, dua tahun tidak selesai, dan ungkapan-ungkapan lain banyak terserak di berbagai media.
Kapolri bahkan meminta Presiden untuk menetapkan Perppu terkait pemberantasan tindak pidana terorisme karena DPR dinilai lamban. Pertanyaannya: Benarkah demikian?Â
Fakta riilnya justru tidak demikian, malah pihak pemerintah yang menunda-nunda. Mana buktinya?Â
Berikut ini adalah dokumen permintaan penundaan rapat dari Pemerintah kepada DPR. Alasannya banyak: minta berkoordinasi di antara lembaga-lembaga terkait materi pembahasan, konsolidasi, dan alasan lain. Sila diteliti. Surat ini dijamin keasliannya.
Bahkan pernah pada awal Februari, pada saat konsinyering di vila Bogor, rencananya rapat 3 hari dan bertempat di vila DPR Bogor agar pembahasan fokus. Namun baru jalan satu hari, pemerintah minta menyudahi dengan alasan ketua timnya akan menghadiri pernikahan anak keponakannya. DPR meminta agar digantikan ketua timnya dengan orang yang dapat mengambil keputusan.Â
Di awal, pemerintah mengajukan 4 nama sebagai wakil dari Pemerintah yang dapat ambil keputusan dalam rapat-rapat di Pansus. Tetapi malam itu ketiga orang yang diajukan tidak dapat dihubungi untuk menggantikan pejabat yang mau ada hajatan tersebut. See, hajat hidup orang banyak kalah dengan hajat anak keponakan. Ironis bukan?
Jadi pada pihak-pihak yang tidak tahu duduk perkaranya, daripada menuding-nuding dan mencari kesalahan, mending desak Pemerintah untuk serius bahas RUU ini. Menuding ke DPR salah alamat. Ini bukti riil, fakta, bukan fiksi.Â
Saya bisa mengatakan demikian, karena saya rajin hadir di rapat RUU Terorisme ini sebagai pencatat kesimpulan rapat, membantu merumuskan normal pasal, memberi masukan, kadang jadi asisten sorot, dan memberikan kajian kepada pimpinan.
Disebutkan juga, sebagaimana dikatakan oleh Prof Azyumardi Azra, bahwa lambatnya pembahasan RUU Terorisme karena di kalangan anggota DPR ada tarik menarik kepentingan sehingga hal tersebut memberi ruang bagi teroris. Silakan digali dari rekaman rapat, tudingan Prof Azra itu, saya berani katakan tidak benar.Â