Para penjudi ini juga tidak segan-segan untuk melakukan kerja sama dengan tim sukses Caleg pada malam pencoblosan untuk membagikan uang. Tidak jarang, uang yang dibagikan bukan dari Calegnya tapi dari penjudi itu sendiri. Misalnya, di kecamatan A, para penjudi bertaruh siapakah caleg yang menang di kecamatan itu, maka mereka melakukan operasi senyap apapun caranya agar caleg jagoannya menang. Itu untuk penjudi tingkat kecamatan. Mereka berani berkorban keluar uang sekian untuk mendapatkan uang yang lebih banyak dari kemenangan di bursa taruhan.
Perjudian di pemilihan umum entah kenapa tidak pernah ada berita ada tindakan tegas dari aparat hukum. Alasannya mungkin mereka disibukkan dengan pengamanan sehingga praktek-praktek semacam ini tidak menjadi fokus perhatian. Selain itu, masyarakat juga sudah semakin permisif melihat praktek semacam ini karena yang menjadi fokus mereka adalah proses pemilunya, bagaimana suara yang diperoleh oleh caleg yang didukungnya.
Untuk Pilpres pada Juli mendatang, kelompok para penjudi ini pun akan memanfaatkan momen tersebut. Selalu ada hal yang bisa dijadikan taruhan. Apalagi ini momen langka lima tahun sekali. Penjudi lokal bahkan penjudi kakap yang berskala nasional akan memasang taruhan besar-besaran. Taruhannya: siapakah yang jadi Presiden nanti? Apalagi dari calon-calon yang ada sekarang sangat seru untuk dijadikan taruhan. Hama demokrasi yang bernama perjudian ini entah sampai kapan bisa bertahan. Mampukah aparat hukum kita membongkar itu? Let's see!**[harjasaputra]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H