Mohon tunggu...
Hariyono
Hariyono Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist

Hukum harus benar-benar di tegakkan tanpa pandang bulu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Berstatus DPO, Mubarokh Aman-Aman Saja

8 Juni 2024   19:07 Diperbarui: 21 Juni 2024   12:02 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar SIPP Pengadilan Negeri Banyuwangi

BANYUWANGI - Dalam berkas dakwaan yang termuat di Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) Pengadilan Negeri Banyuwangi dengan nomor perkara 209/Pid.B/LH/2021/PN Byw dengan terdakwa Kuswanto Bin Bonari dan Burhan Lone Bin Almarhum Nurul Lone dengan klasifikasi perkara penebangan kayu, menyebut bahwa pemilik UD Barokah yaitu Mubarokh yang di duga kuat merupakan warga Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, sebagai DPO. Status DPO yang melekat tersebut tidak membuatnya menjadi buronan Aparat Penegak Hukum (APH), akan tetapi malah menjadikannya motivasi atau semangat untuk meraup suara dalam pemilihan Kepala Desa Kandangan tahun 2023 lalu.

Mubarokh (DPO) saat pengambilan nomor urut calon kepala desa pada Pilkades Kandangan Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi (foto: dokpri)
Mubarokh (DPO) saat pengambilan nomor urut calon kepala desa pada Pilkades Kandangan Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi (foto: dokpri)

Padahal, kata buron atau buronan berdasarkan kamus adalah orang yang sedang diburu oleh polisi atau orang yang melarikan diri karena dicari polisi. Sejatinya, terminologi buron tidak dikenal dalam pengertian hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981. Namun, selain buron ada istilah formal lainnya yakni DPO (Daftar Pencarian Orang) yang dikeluarkan oleh pihak berwenang yaitu kepolisian atau kejaksaan. Yang mana dalam artian, orang tersebut mempersulit Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal mengusut suatu perkara pidana. Daftar Pencarian Orang (DPO) adalah sebuah istilah di bidang hukum atau kriminalitas yang merujuk kepada daftar orang-orang yang dicari atau yang menjadi target oleh pihak aparat penegak hukum. Secara umum, DPO merujuk kepada dua hal, yaitu orang hilang dan pelaku kriminal.

Prosedur DPO di tingkat penyidikan.

Di tingkat penyidikan, keputusan untuk mengumumkan status DPO haruslah mengacu pada pengetahuan sesuai hukum. Status buron yang disebutkan kepada seseorang karena berdasarkan berbagai alat bukti yang ada disimpulkan, bahwa ketersangkaan sudah dapat ditetapkan dan dalam proses penyidikan selanjutnya berdasarkan berbagai syarat administratif kepenyidikan telah ditempuh, dan seseorang yang dipersangkakan sebagai pelaku tindak pidana sudah dipanggil secara patut, namun yang dipanggil tanpa alasan yang sah tidak memenuhi panggilan pihak penyidik, maka dibuatlah Daftar Pencarian Orang (DPO) agar yang bersangkutan sedang dalam pencarian dapat ditangkap dimanapun berada.

Prosedur DPO Dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2012 dan Perkaba Nomor 3 Tahun 2014.

Langkah-langkah Penerbitan Daftar Pencarian Orang (DPO) antara lain, bahwa orang yang dicari benar-benar diyakini terlibat sebagai tersangka tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup, dan diancam dengan pasal-pasal pidana yang dipersangkakan kepadanya setelah diputuskan melalui proses gelar perkara terhadap perkara yang sedang dilakukan penyidikannya. Terhadap tersangka yang diduga telah melakukan tindak pidana, telah dilakukan pemanggilan dan telah dilakukan upaya paksa berupa tindakan penangkapan dan penggeledahan sesuai perundang-undangan yang berlaku, namun tersangka tidak berhasil ditemukan. Sedangkan yang membuat dan menandatangani DPO adalah penyidik atau penyidik pembantu, diketahui oleh atasan yaitu Kasat selaku penyidik.

Setelah DPO diterbitkan, tindak lanjut yang dilakukan penyidik antara lain harus mempublikasikan kepada masyarakat melalui fungsi humas di wilayahnya serta nengirimkan ke Satuan Polri lainnya dan wajib meneruskan informasi tersebut kejajaran untuk dipublikasikan. DPO harus memuat dan menjelaskan secara detail identitas lengkap Kesatuan Polri yang menerbitkan DPO, nomor telpon penyidik yang dapat dihubungi, nomor dan tanggal laporan polisi, nama pelapor, uraian singkat kejadian, pasal tindak pidana yang dilanggar, ciri-ciri atau identitas tersangka yang dicari dengan mencantumkan foto dengan ciri-ciri khusus secara lengkap (nama, umur, alamat, pekerjaan, tinggi badan, warna kulit, jenis kelamin, kerwarganegaraan, rambut, hidung, sidik jari dan lain-lain).

DPO di Tingkat Penuntutan dan Tahap Banding, Kasasi dan PK.

Dalam tahap ini seseorang telah menjadi tersangka atau terpidana, dan ketika akan panggil dalam persidangan atau akan di eksekusi kemudian melarikan diri, dan saat menghilang mereka ini kemudian mengajukan upaya hukum ketika berstatus DPO. Sedangkan prosedur penetapan DPO di tingkat jaksa terjadi dalam dua hal. Pertama, terdakwa tidak hadir dalam persidangan, bahkan tidak juga memberi kabar atau alasan ketidakhadirannya padahal surat panggilan sudah dilayangkan sebanyak dua kali. Kedua, terpidana telah diputus bersalah oleh Pengadilan, namun Jaksa tidak bisa mengeksekusi karena terpidana melarikan diri. 

Dalam berkas perkara kasus ilegal logging yang menyatakan bahwa pemilik UD Barokah yaitu Mubarokh sebagai DPO sangatlah janggal. Meskipun dinyatakan sebagai DPO dalam berkas perkara, hal tersebut tidak menjadikannya sebuah hambatan atau peringatan yang dapat membatasi aktivitas kesehariannya. Terbukti, pada acara pemilihan kepala desa serentak di Kabupaten Banyuwangi tahun 2023 lalu, Mubarokh mengikuti proses pencalonan kepala desa dan akhirnya dinyatakan secara sah sebagai salah satu kandidat Kepala Desa Kandangan.

Padahal, dalam Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa, yang tertuang di dalam Bab VI Bagian Kesatu Pasal 13 jelas menerangkan bahwa bakal calon kepala desa yang mendaftarkan diri wajib memenuhi kelengkapan persyaratan yang salah satunya tertulis di huruf (g) yaitu, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari kepolisian.

Yang menjadi pertanyaan adalah, seperti apa penafsiran status DPO yang melekat pada terduga tersangka yang bernama Mubarokh tersebut? Sampai dimana publikasi status DPO nya? Kenapa pihak kepolisian yang menerbitkan SKCK tidak mengetahui kalau Mubarokh tersebut berstatus DPO? Apakah status DPO tersebut hanya formalitas dalam pemberkasan perkara saja sehingga polisi lain tidak perlu untuk mengetahuinya? 

Untuk diketahui, pada hari Rabo tanggal 03 Maret 2021 tim gabungan dari KPH Perhutani Banyuwangi Selatan dan Polresta Banyuwangi berhasil menghentikan laju Truk Hino Dutro 125 L/T warna hijau tahun 2004 Nopol DK-8006-AY dengan muatan kayu jati ilegal saat melintas di jalan raya Dusun Kedungrejo Desa Sambimulyo Kecamatan Bangorejo Kabupaten Banyuwangi. Petugas gabungan berhasil mengamankan dua orang dan puluhan batang kayu jati berbagai ukuran yang dilengkapi dengan nota angkutan yang diterbitkan oleh UD Barokah milik Mubarokh.

Dalam proses hukumnya dua orang yang bernama Kuswanto bin Bonari dan Burhan Lone bin Almarhum Nurul Lone yang notabene adalah orang suruhan Mubarokh tersebut dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta mengangkut kayu jati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi. Sehingga keduanya harus menjalani masa pidananya di Lapas Banyuwangi. Melihat putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi yang menyatakan kedua terdakwa hanya turut serta, berarti dalam penafsiran hukum putusan tersebut masih ada pelaku utama yang belum tertangkap.

Mengingat perkara ini telah melanggar Undang Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah), sehingga berdasarkan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana pasal 136 yang menyatakan bahwa kewenangan penuntutan dinyatakan gugur karena kedaluwarsa apabila setelah melampaui waktu 12 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 3 tahun dan paling lama 7 tahun. Sedangkan menurut KUHP pasal 78, kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa adalah terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun, sesudah melampaui 12 tahun.

Dengan peraturan perundang undangan dan hukum yang berlaku, seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH) bergerak cepat mengamankan dan memproses secara hukum Mubarokh yang berstatus DPO tersebut, agar tidak menimbulkan opini publik yang menduga telah terjadi kesepakatan antara DPO dan APH. Karena saat ini pihak kepolisian baik dari Polsek Pesanggaran maupun Polresta Banyuwangi terkesan membiarkan Mubarokh bebas beraktivitas dan berkeliaran. (Salam Presisi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun