BANYUWANGI - Dalam berkas dakwaan yang termuat di Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) Pengadilan Negeri Banyuwangi dengan nomor perkara 209/Pid.B/LH/2021/PN Byw dengan terdakwa Kuswanto Bin Bonari dan Burhan Lone Bin Almarhum Nurul Lone dengan klasifikasi perkara penebangan kayu, menyebut bahwa pemilik UD Barokah yaitu Mubarokh yang di duga kuat merupakan warga Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, sebagai DPO. Status DPO yang melekat tersebut tidak membuatnya menjadi buronan Aparat Penegak Hukum (APH), akan tetapi malah menjadikannya motivasi atau semangat untuk meraup suara dalam pemilihan Kepala Desa Kandangan tahun 2023 lalu.
Padahal, kata buron atau buronan berdasarkan kamus adalah orang yang sedang diburu oleh polisi atau orang yang melarikan diri karena dicari polisi. Sejatinya, terminologi buron tidak dikenal dalam pengertian hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981. Namun, selain buron ada istilah formal lainnya yakni DPO (Daftar Pencarian Orang) yang dikeluarkan oleh pihak berwenang yaitu kepolisian atau kejaksaan. Yang mana dalam artian, orang tersebut mempersulit Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal mengusut suatu perkara pidana. Daftar Pencarian Orang (DPO) adalah sebuah istilah di bidang hukum atau kriminalitas yang merujuk kepada daftar orang-orang yang dicari atau yang menjadi target oleh pihak aparat penegak hukum. Secara umum, DPO merujuk kepada dua hal, yaitu orang hilang dan pelaku kriminal.
Prosedur DPO di tingkat penyidikan.
Di tingkat penyidikan, keputusan untuk mengumumkan status DPO haruslah mengacu pada pengetahuan sesuai hukum. Status buron yang disebutkan kepada seseorang karena berdasarkan berbagai alat bukti yang ada disimpulkan, bahwa ketersangkaan sudah dapat ditetapkan dan dalam proses penyidikan selanjutnya berdasarkan berbagai syarat administratif kepenyidikan telah ditempuh, dan seseorang yang dipersangkakan sebagai pelaku tindak pidana sudah dipanggil secara patut, namun yang dipanggil tanpa alasan yang sah tidak memenuhi panggilan pihak penyidik, maka dibuatlah Daftar Pencarian Orang (DPO) agar yang bersangkutan sedang dalam pencarian dapat ditangkap dimanapun berada.
Prosedur DPO Dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2012 dan Perkaba Nomor 3 Tahun 2014.
Langkah-langkah Penerbitan Daftar Pencarian Orang (DPO) antara lain, bahwa orang yang dicari benar-benar diyakini terlibat sebagai tersangka tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup, dan diancam dengan pasal-pasal pidana yang dipersangkakan kepadanya setelah diputuskan melalui proses gelar perkara terhadap perkara yang sedang dilakukan penyidikannya. Terhadap tersangka yang diduga telah melakukan tindak pidana, telah dilakukan pemanggilan dan telah dilakukan upaya paksa berupa tindakan penangkapan dan penggeledahan sesuai perundang-undangan yang berlaku, namun tersangka tidak berhasil ditemukan. Sedangkan yang membuat dan menandatangani DPO adalah penyidik atau penyidik pembantu, diketahui oleh atasan yaitu Kasat selaku penyidik.
Setelah DPO diterbitkan, tindak lanjut yang dilakukan penyidik antara lain harus mempublikasikan kepada masyarakat melalui fungsi humas di wilayahnya serta nengirimkan ke Satuan Polri lainnya dan wajib meneruskan informasi tersebut kejajaran untuk dipublikasikan. DPO harus memuat dan menjelaskan secara detail identitas lengkap Kesatuan Polri yang menerbitkan DPO, nomor telpon penyidik yang dapat dihubungi, nomor dan tanggal laporan polisi, nama pelapor, uraian singkat kejadian, pasal tindak pidana yang dilanggar, ciri-ciri atau identitas tersangka yang dicari dengan mencantumkan foto dengan ciri-ciri khusus secara lengkap (nama, umur, alamat, pekerjaan, tinggi badan, warna kulit, jenis kelamin, kerwarganegaraan, rambut, hidung, sidik jari dan lain-lain).
DPO di Tingkat Penuntutan dan Tahap Banding, Kasasi dan PK.
Dalam tahap ini seseorang telah menjadi tersangka atau terpidana, dan ketika akan panggil dalam persidangan atau akan di eksekusi kemudian melarikan diri, dan saat menghilang mereka ini kemudian mengajukan upaya hukum ketika berstatus DPO. Sedangkan prosedur penetapan DPO di tingkat jaksa terjadi dalam dua hal. Pertama, terdakwa tidak hadir dalam persidangan, bahkan tidak juga memberi kabar atau alasan ketidakhadirannya padahal surat panggilan sudah dilayangkan sebanyak dua kali. Kedua, terpidana telah diputus bersalah oleh Pengadilan, namun Jaksa tidak bisa mengeksekusi karena terpidana melarikan diri.Â