Mohon tunggu...
HARIYOL HARIYOL
HARIYOL HARIYOL Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

perkenalkan saya hariyol, salah satu mahasiswa Semester 5 di IPB University. Saya memiliki hobi membaca, olahraga dan membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelusuri Jejak Tradisi Pertanian Warisan Prabu Siliwangi di Kampung Adat Urug, Kearifan Lokal di Tengah Modrenisasi

9 Juli 2024   20:20 Diperbarui: 9 Juli 2024   20:29 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rabu, 1 Mei 2024, mahasiswa IPB University melakukan penjajakan ke Kampung Adat Urug. Tim yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) ini beranggotakan Mutiara Balqis (SKPM), Deden Ahmad Rabani (Statistika), Hariyol (Statistika), R.Mugni Chairil Arbi Asyari (Statistika), dan Akma Naufal Rabbani (Manajemen Sumberdaya Lahan). Tim yang diberi nama Reformist Agriculture ini didampingi oleh Ir. Wahyu Purwakusuma, M.Sc. dari Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan. 

Kunjungan ke Kampung Adat Urug ini adalah untuk mewawancarai Tetua adat (tokoh adat ) demi menggali informasi lebih jauh tentang budaya pertanian dan praktik pertanian yang ada di Kampung Adat Urug. 

Berlokasi di Desa Urug, Kecamatan sukajaya, kabupaten bogor, Provinsi Jawa barat, kampung ini dikenal dengan tradisi pertanian yang masih dilakukan secara turun temurun hingga sekarang. Konon katanya, masyarakat Kampung Adat Urug merupakan keturunan dari Prabu Siliwangi yang melarikan diri dari Kerajaan Pajajaran dan menetap di Kampung Adat Urug.   

Pada kesempatan tersebut, tim Reformist Agriculture berhasil menemui tetua adat dari Urug Bawah yaitu, Abah Ukat. Abah Ukat mengatakan bahwa ia merupakan keturunan ke-15 dari Prabu Siliwangi. Perbincangan dalam waktu sekitar tiga jam itu juga mengungkap bahwa pertanian di urug bawah masih kental dengan tradisi budayanya yang masih diterapkan oleh masyarakat. 

Kediaman Abah Ukat sebagai tokoh adat juga sering diramaikan oleh masyarakat yang mempersiapkan atau melaksanakan acara adat. Seperti saat tim Reformist Agriculture berkunjung, masyarakat meramaikan area dapur untuk mempersiapkan acara "ngisi" sebagai perayaan yang dilakukan ketika umur padi menyentuh usia 3 - 4 bulan. 

Persiapan Acar
Persiapan Acar "Ngisi"/dokpri

Abah ukat juga mengatakan bahwa masih ada tradisi pertanian lainnya yaitu "sedekah ka bumi". Tradisi ini merupakan salah satu tradisi yang dilakukan sebelum menanam padi,  acara ini bermaksud untuk meminta izin kepada bumi sebelum melakukan proses menanam padi. Selain itu, ketika musim panen tiba, diadakan lagi acara yang disebut "seren taun". Tradisi ini merupakan salah satu bentuk rasa syukur masyarakat Kampung Adat Urug terhadap hasil panen yang diperoleh.         

   "Tidak hanya itu, masyarakat sini juga ketika akan menebar benih, harus berdasarkan ketentuan yang saya buat. Jadi saya yang menentukan kapan masyarakat sini akan menebar benih padi. Jika masyarakat tidak mengikuti ketentuan yang saya tentukan, biasanya akan sering gagal panen. Tapi saya membebaskan kepada masyarakat ketika waktu panen. Mereka bebas mau memanen padi, tidak harus sama semuanya. Hanya waktu menebar benih saja, semua masyarakat pelaksanaannya sama", Ujar abah ukat selaku tetua adat urug bawah       

   Hal unik lainnya yang kami temukan ketika melakukan wawancara dengan Abah Ukat ialah pada Hari Senin, Jumat, dan Minggu masyarakat dilarang untuk bertani ke sawah. Konon katanya, Hari Senin itu karena biasanya perempuan sering haid, dan makhluk yang ada di sawah tidak suka darah haid perempuan. Hari Jumat dikarenakan waktunya yang terlalu singkat mendekati waktu sholat jumat. 

Hari Minggu, karena dulunya wilayah Indonesia didominasi oleh hutan, ketika mau ditebang pohonya, tumbuh lagi, ditebang, tumbuh lagi. Oleh karena itu, ditetapkan lah Hari Minggu sebagai hari libur.        

   Tim Reformist Agriculture tidak hanya mewawancarai Abah Ukat selaku tetua adat Urug Bawah, tapi juga mewawancarai Abah Arjo selaku tetua adat di Urug Tengah. Abah Harjo juga mengklaim bahwa ia keturunan dari Prabu Siliwangi. Namun Abah Harjo tidak menyebutkan keturunan keberapa. Dari segi tradisi pertanian, Urug Bawah dan Urug Tengah tetap sama, mungkin dari segi tanggal pelaksanaan nya saja sedikit berbeda. 

     "Sebenarnya yang awal ada adalah urug tengah, kemudian karena terlalu padat sehingga dipecah lah menjadi dua urug lagi yaitu Urug Bawah dengan leluhur Abah Ukat dan Urug Atas dengan leluhur Abah Kudil. Dari tradisi pertaniannya tetap sama aja, cuman diwaktunya aja berbeda, kadang ikut menurut abah ukat, kadang mengikut yang saya tetapkan", ujar Abah Harjo selaku tetua adat Urug Tengah.           

    Abah Harjo mengatakan bahwa padi yang biasa ditanam di Urug Tengah diantaranya, padi merah, putih, dan hitam. Hal ini berdasarkan anjuran yang diwariskan oleh Prabu Siliwangi, dan hal tersebut masih tetap dijalankan oleh masyarakat terkhusus Abah Harjo selaku tetua adat Urug Tengah. Hal menarik lainnya yaitu, setiap acara tradisi pertanian baik itu sedekah ka bumi maupun seren taun, semua penduduk asli Kampung Adat Urug yang berada di luar kampung harus pulang meskipun jaraknya itu jauh. Bagi yang tidak pulang, akan ada saja musibah atau kejadian yang menimpa, menurut kepercayaan tetua adat di Kampung Adat Urug.

Terakhir Tim Reformist Agriculture mewawancarai Abah Kudil selaku tetua adat Urug Atas. Abah Kudil mengatakan bahwa ia juga merupakan keturunan dari prabu siliwangi. Namun, tidak tahu keturunan keberapa dari prabu siliwangi. Petani di urug atas ini, tidak sebanyak yang di urug bawah dan tengah. Hal ini disebabkan banyaknya pemudah urug atas yang memilih merantau ke kota untuk bekerja.

"Di urug Atas petaninya udah agak mulai berkurang, banyak yang memilih merantau ke kota untuk bekerja. Tapi petani tua tetap masih ada dan masih menjalankan tradisi pertanian yang ada. Kalau Abah sendiri tetap menanam padi sekali setahun, karena itu merupakan warisan leluhur yang harus tetap dipertahankan, Untuk masyarakat sendiri, abah membebaskan , mereka mau bertani sekali atau lebih dalam setahun Abah  memperbolehkan saja',Ujar Abah Kudil selaku tetua adat Urug atas.

Untuk tradisi pertanian di urug atas masih tetap dijalankan oleh masyarakat dan abah kudil sendiri. Terkait waktu pelaksanaan tradisinya abah kudil mengikuti putusan dari urug bawah atau atas. Karena pada dasarnya urug atas merupakan pecahan dari urug atas, jadi segala ketentuan terkait pelaksanaan tradisi ada sebagian besar mengikuti keputusan dari tetua adat urug tengah atau urug bawah.

Hasil dari pertemuan dan diskusi dengan tetua adat bisa menjadi informasi dan pengetahuan bagi tim reformist agriculture dalam menjawab tujuan-tujuan dari riset sosial humaniora yang sedang dilaksanakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun