BEGITU isi jolang plastik hitam itu dituang di atas pasir pantai putih kecoklatan, sejumlah makhluk kecil berebutan mengejar arah suara debur ombak laut. Menerjang gulungan ombak kecil. Sebagian ada yang langsung dibawa lidah air ketika gulungan air surut. Begitu air kembali pasang, lebih banyak lagi yang jungkir balik tersapu menjauh ke daratan. Namun berbekal naluri kebebasan yang begitu kuat, binatang-binatang kecil itu kembali menyambut riak ombak yang datang berulang-ulang. Kami pun bersama petugas serta dua orang turis Austria yang sore itu berkunjung, membantu menengkurapkan beberapa binatang kecil berkaki empat yang terlentang dihempas riak ombak itu.
Ada imbalan untuk perjuangan dan kerja keras, yang diperlihatkan si kecil hitam ini. Menjelang sunset di Pantai Pangumbahan, makhluk-makhluk kecil hitam seukuran genggaman tangan anak kecil itu menemukan kebebasannya; mengarungi samudera luas. Reptil yang hidup di laut ini siap bermigrasi dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik, dan Asia Tenggara. Setelah ditetaskan di Kawasan Konservasi Penyu Taman Pesisir Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, makhluk-makhluk kecil ini melaut. Konon, antara 20 sampai 30 tahun kemudian, binatang-binatang kecil itu saat telah menjadi dewasa akan kembali ke pesisir ini untuk bertelur.
Ya makhluk-makhluk kecil itu adalah “tukik” atau bayi-bayi penyu, yang sempat kami lepas saat sore hari di Pesisir Pangumbahan, akhir tahun lalu. Kami kala itu bersama-sama berharap, dari kurang lebih 100-an tukik yang dilepas sore itu, ada yang bisa hidup panjang, hingga puluhan tahun kemudian bisa datang lagi ke pesisir ini. Pesisir tempat ditelurkan oleh induknya, kemudian ditetaskan. Kami sebenarnya tidak boleh pesimis, tetapi kami menjadi miris saat diberi tahu oleh petugas dari Konservasi Penyu Taman Pesisir Pangumbahan bahwa dari 1.000 tukik yang dilepas kemungkinannya hanya 1 ekor --ya, hanya 1 ekor-- yang bisa terus hidup hingga sampai di pesisir-pesisir jauh di belahan dunia negara lain yang jaraknya puluhan ribu kilometer untuk kawin dan akhirnya bertelur di Pesisir Pangumbahan. Menurut temuan WWF (World Wide Fund), penyu yang menetas di perairan pantai Indonesia ada yang ditemukan di sekitar kepulauan Hawaii.
Ternyata predator-predator alami di laut bagi binatang kecil nan lucu ini cukup banyak, seperti kepiting, burung, dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik tersebut menyentuh perairan dalam. Namun demikian, predator yang membuatnya nyaris punah, tiada lain adalah manusia.
Stasiun Penetasan di Pangumbahan
Penyu merupakan hewan tua yang sudah ada sejak zaman dinosaurus. Sayangnya, semenjak berabad-abad maraknya perburuan ilegal dan konsumsi telur penyu membuat keberadaan hewan ini terancam punah. Oleh karena itu, sekarang banyak digalakkan tempat konservasi penyu untuk menjaga kelestarian hewan langka ini. Salah satunya adalah tempat konservasi penyu yang berada di Pangumbahan, Sukabumi. Di sini merupakan tempat penetasan penyu paling terkenal di Pulau Jawa, karena terdapat 9 titik penetasan penyu yang dikelola oleh BKSDA (Balai Konsevasi Sumber Daya Alam) dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
Kawasan Konservasi Penyu Taman Pesisir Pangumbahan merupakan bagian dari Kecamatan Ciracap, memiliki luas kawasan sekitar 1.771 Ha, yang terdiri atas kawasan daratan seluas 115 Ha dengan panjang pantai 2.300 dan lebar ke arah daratan 500 m, sedangkan kawasan perairan laut seluas 1.656 Ha dengan panjang pantai 2.300 dan lebar ke arah laut 4 mil.
Untuk mengakses ke Kawasan Konservasi Penyu Taman Pesisir Pangumbahan cukup menempuh perjalanan 20-30 menit dari Pantai Cibuaya. Saat memasuki gerbang, kita akan disambut auditorium dengan patung penyu besar yang menjadi simbol dari konservasi ini. Di konservasi ini aktivitas paling menarik yang dapat dinikmati wisatawan adalah menyaksikan penglepasan tukik. Ada 3 jenis penyu yang ditetaskan di sini, yaitu jenis penyu lekang, kempi, dan penyu hijau. Namun saat ini hanya jenis penyu hijau(chelonia mydas) yang diutamakan ditetaskan di konservasi ini.
“Kebanyakan dari mereka memang untuk melihat dan ikut andil juga dalam momen penglepasan bayi penyu tersebut. Puluhan atau ratusan tukik dilepas hampir setiap harinya,” terang Musonip.
Selain penglepasan tukik, yang biasa dicari para wisatawan adalah menyaksikan kedatangan ibu penyu untuk bertelur di pantai. Di pantai konservasi sepanjang kurang lebih 3 km ini hampir setiap malamnya ada penyu yang datang untuk bertelur. Atas dasar tersebutlah pantai ini menjadi spesial karena penyu hanya akan bertelur di tempat ia lahir. Penyu pun sangat sensitif. Tidak boleh ada cahaya di pantai agar penyu yang ingin bertelur tidak terganggu. Maka konservasi telah memiliki 6 pos untuk menjaga pantai dan penyu beserta telurnya untuk kelestarian hewan langka ini. Bagi wisatawan yang ingin menyaksikan kedatangan ibu penyu dan proses bertelur dapat menghubungi pihak konservasi agar dapat diberitahu ketika ada ibu penyu mendarat untuk bertelur.
Kawasan Konservasi Penyu Taman Pesisir Pangumbahan saat ini telah memiliki rencana pengelolaan dan zonasi serta UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) pengelola kawasan yang sudah operasional, yang keberadaannya menggandeng KPPS. Sejumlah sarana dan prasarana juga telah diadakan untuk mendukung pengelolaan, seperti pusat informasi, pos jaga, gerbang kawasan, aula, tempat parkir, dan beberapa kamar bagi wisatawan yang mau menginap. Sejumlah Program Corporate Social Responsibility(CSR) juga telah berpartisipasi aktif dalam pengelolaan kawasan konservasi ini.