Mohon tunggu...
Hariyawan Esthu
Hariyawan Esthu Mohon Tunggu... Ghostwriter -

Ghostwriter, peminat masalah sosial-budaya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hilman, Gerakkan Anak-anak Motor untuk Selamatkan Lahan-lahan Terlantar

10 Mei 2016   16:06 Diperbarui: 10 Mei 2016   16:18 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Jadi kalau di sini ada petani yang punya lahan 1 hektar, maka sudah masuk orang kaya sekali. Seumur hidup saya di sini, tidak ada orang yang naik haji, hasil dari bertani, karena tidak ada lahan. Beda dengan Kecamatan Pagelaran yang banyak sawah. Di sini orang-orang itu, bila sudah sekolah, daripada nganggur maka kerja ke perkebunan. Hasilnya juga di bawah UMR. Jadi kalau orang punya Rp 5-10 juta, di sini itu termasuk mengkhayal,” tegas Hilman.

Hilman berpikir, pantas saja masyarakat di daerahnya secara umum tingkat perekonomiannya rendah, karena lahan garapan yang mereka kerjakan juga sedikit atau terbatas. Sementara itu, penduduk yang sebelumnya banyak bekerja di perkebunan, sedikit demi sedikit mereka tidak bisa bekerja lagi. Pihak perkebunan mengurangi jumlah karyawan, mengingat lahan garapan yang mereka kerjakan pun semakin berkurang.

Makanya ketika Hilman pulang kampung, saat hendak mencari pekerjaan, sulit karena lapangan kerjanya juga tidak ada. Jalan satu-satunya adalah mencari potensi yang ada. Hilman melihat potensi yang ada itu adalah lahan perkebunan yang terlantar. Seketika itu, diniatkan dalam hatinya untuk bergerak di penghijauan. Tadinya minatnya di pertanian, tetapi kalau di pertanian masyarakat di desanya sudah pada pintar juga dalam menanam sayuran. Hanya karena pasarnya yang jauhlah, maka cost-nya menjadi lebih tinggi, jadi tidak bisa bersaing di kota. Transportnya tinggi.

Setelah sekian lama melakukan pengamatan, Hilman menyimpulkan bahwa hal yang cocok dan bersifat investasi bagi masyarakat di daerahnya di masa depan adalah tanaman kayu-kayuan.

“Jadi, selain saya perduli ke lingkungannya, lahan terlantar yang tidak ditanami itu nantinya juga bisa bermanfaat bagi masyarakat. Makanya saya di sini bersama kawan-kawan membuat gerakan penghijauan. Gerakan penghijauan, yang tentu saja berorientasikan peningkatan perekonomian. Tanam kayu, nanti ada hasilnya,” jelas Hilman.

Lika-liku awal perjuangan Hilman yang baru saja datang sebagai anak kota, untuk melakukan penghijauan sekaligus berinvestasi yang bernilai ekonomi, tidaklah selancar seperti terlihat sekarang.

Hilman punya tanah pemakaman kurang-lebih 400 meter. Sebagai awal tekadnya, pada tahun 2002 tanah pemakaman itu dia tanami hanya 50 pohon. Tidak sebatas tanah makam, dia mulai masuk-keluar wilayah tanah-tanah kritis yang terlantar untuk melakukan penanaman.

“Dengan naik motor, saya masuk hutan dan menjangkau tanah-tanah terlantar. Saya bawa bibit-bibit tanaman untuk ditanam. Melihat saya asruk-asrukan seperti itu, banyak penduduk yang merasa heran, malahan menertawakan. Pikir mereka, mungkin saya gila mau-maunya berbuat susah payah seperti itu sekadar untuk menanam pohon,” kenang Hilman, yang mengaku sering menderita dalam melakukan misinya itu, terutama ketika persediaan air minumnya habis, sementara dia berada di lokasi yang jauh dari rumah penduduk, jauh pula dari mata air atau sungai.

Seiring dengan bertumbuhannnya bibit pohon yang ditanam Hilman, bertumbuhan pula kepercayaan pemerintah daerah setempat, terutama masyarakat setempat terhadap hasil yang akan dicapai dari kerja keras yang dilakukan Hilman. Dalam proses berikutnya, dia pun kemudian menjadi Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM).

Mendayagunakan Anak-anak Motor

Konservasi atau penghijauan yang berorientasi peningkatan kesejahteraan masyarakat, tentu saja perlu dilakukan secara terencana dan dilaksanakan secara tepat guna. Berangkat dari keperdulian lingkungan, Hilman menyadari bahwa kalau serempak menanam kayu-kayuan, nanti juga gundul-gundul juga. Makanya dia bersama kawan-kawannya membuat suatu fluktuasi penanaman yang secara periodik, rotasi. Dalam lahan 850 hektar itu diupayakan tahun pertama sekian hektar ditanami tanaman apa saja misalnya, sehingga kalau tanaman hutan yang diproyeksikan itu 5 sampai 6 tahun, misalnya 100 hektar, sehingga ketika sudah 5-6 tahun ditebang, tetap yang itu ada, sehingga terjadi rotasi di situ. Kepada masyarakat pun diberikan analisis ekonomi yang sangat sederhana, bahwa menanam kayu itu perhektar sekian perpohon sekian, harga sekarang taruhlah Rp 150 ribu/pohon dengan fluktuasi populasi tanaman perhektar jarak 2 x 2,5 itu 2.000, kalau 2.000 pohon x Rp 150 rb sajalah, maka 5 tahun kemudian Rp 300 juta buat masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun