Mohon tunggu...
Hariyawan Esthu
Hariyawan Esthu Mohon Tunggu... Ghostwriter -

Ghostwriter, peminat masalah sosial-budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eyang Memet, “From Hejo to Ngejo”

3 Mei 2016   20:33 Diperbarui: 3 Mei 2016   21:04 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Orang Sunda itu dianjurkan agar ‘siger tengah’ atau ‘sineger tengah’, yaitu tidak kekurangan, tetapi juga tidak berlebihan. Sama sekali bukan untuk kemewahan, melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian, tidak menguras atau memeras alam secara berlebihan, sehingga terjaga kelestariannya,” ucap penerima Penghargaan Wana Lestari dari Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, sebagai Juara 1 Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam (KPA) Wana Lestari 2011 ini. Sebelumnya Eyang Memet keluar sebagai Juara 1 PKSM Tingkat Kabupaten Bandung dan Jawa Barat.

Kebutuhan untuk konservasi dan meningkatkan ekonomi rakyat, adalah hal yang seiring sejalan. Terdapat keterkaitan erat.Dalam kaitan ini, Eyang Memet pun memperkenalkan motto “From Hejo to Ngejo”, yang kurang lebih mengandung maksud bila konservasi tercipta, hutan kembali “hejo” (hijau) lestari, maka perekonomian masyarakat bisa sejahtera. Masyarakat bisa “ngejo” (menanak nasi) untuk keluarga.

Motto “From hejo to Ngejo” dalam kegiatan penanaman pohon dan perbaikan mutu lingkungan hidup, yang tidak lepas dari upaya meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok tani ini, yaitu melalui pemberdayaan masyarakat, khususnya para petani atau anggota kelompok tani, dilakukan melalui penanaman pohon bersama masyarakat pada lahan milik, garapan, maupun lahan girik desa yang antara lain terdapat di Blok Gunung Masigit, Blok Tanjakan Nangsi Injeuman, Blok Ciawul, Blok Leuwiliang, dan Blok Gambung.

 

Dalam upaya konservasi lingkungan, Eyang Memet yang lahir di Cibatu Garut pada 29 November 1953 ini menerapkan konsep wanatani atau agroforestry, yaitu suatu bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian. Berdasarkan pengalaman Eyang Memet, proses pohon itu sampai jadi; 20 persen harga bibit, 30 persen teknis penanaman yang baik dan benar, dan pemeliharaan 50 persen. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun