MEMBACA dan menulis adalah hobi saya sejak saya dapat membaca menulis di bangku SD. Mulai menulis artikel mulai di SMA (di bulletin SMA) dan di perguruan tinggi (di buletin perguruan tinggi). Kemudian di berbagai surat kabar. Namun, dengan berkembangnya internet, maka blog/website merupakan sarana yang baik untuk mengekspresikan diri baik berupa opini, gagasan, puisi, cerpen, novel artikel dan semacamnya.
Ada beberapa hal berhubungan dengan sebuah artikel.
Antara lain:
1.Tidak menyebutkan sumber
2.Artikel yang baik
3.Serasa membaca surat
Ad.1.Tidak menyebutkan sumber
Yang memprihatinkan adalah, banyaknya artikel yang memuat foto atau gambar tetapi tidak menyebutkan dari mana sumbernya. Bahkan kutipan-kutipanpun tidak jelas dikutip dari mana. Padahal sebuah artikel haruslah mengandung kejujuran.
Ad.2.Artikel yang baik
Sepanjang saya membaca artikel-artikel yang ditulis oleh penulis-penulis kenamaan, rata-rata tulisannya cukup sistematis. Ada judul, ada sub judul atau outline atau tepatnya ada sistimatika penulisan. Dengan demikian sebuah artikel merupakan penjabaran daripada judul artikel itu sendiri. Lebih bagus lagi kalau ada definisi walaupun itu menurut versi penulisnya sendiri. Tidak sulit, hanya membutuhkan kebiasaan saja.
Ad.3.Serasa membaca surat
Namun lambat laun saya merasakan ada sesuatu yang berbeda kalau saya membaca artikel-artikel yang ditulis di Facebook, Kompasiana maupun di berbagai blog/website. Sebagian besar artikel-artikel itu ditulis dengan gaya “surat”. Seperti manifestasi segala pikiran dan segala unek-unek. Bahkan kadang-kadang apa yang ditulis ternyata ditulis lagi. Terkadang logikanya tidak runtut, melompat ke sana melompat ke sini. Maksudnya, setelah judul, langsung nyelonong uraian tanpa alinia pembuka, definisi (jika perlu) maupun subjudul/outline ataupun sistimatika uraian.
Beberapa kelemahan yang dimiliki beberapa penulis
Beberapa penulis terutama penulis pemula mempunyai beberapa kelemahan.
Antara lain:
-Tidak mempersiapkan bahan-bahan untuk ditulis
-Menulis spontanitas tanpa perencanaan bahkan terkesan tergesa-gesa
-Reaktif dan terkadang emosional (kadang-kadang mencela karya tulis orang lain, bahkan mencela penulis artikelnya).
-Pemilihan kata-kata yang kurang elegan
-Tidak ada sesuatu yang baru (something new)
-Tidak merupakan pencerahan
-Sudut pandangnya kurang/tidak jelas
-Tidak didukung argumentasi atau minimnya penalaran
-Seringkali tanpa diedit
-Mengulang kalimat yang intinya sama saja
Gaya penulisan
Tiap penulis justru dituntut mempunyai gaya penulisan masing-masing termasuk gaya bahasa maupun pemilihan kata-kata. Namun tidak berarti sebuah artikel harus mencerminkan watak daripada penulisnya (artikel yang emosional biasanya cermin dari penulis yang emosional) melainkan harus merupakan kalimat-kalimat netral. Tidak terkesan snob (sok tahu, sok mengerti atau sok pintar). Tidak perlu mempersoalkan hal-hal yang bersifat remeh temeh. Sebuah artikel juga harus merupakan uraian yang runtut dan ada keterkaitannya. Dan yang penting, sebuah artikel janganlah mirip sebuah surat yang sekadar merupakan manifestasi daripada unek-unek, tanpa sub judul, outline ataupun sistimatika uraian.
Bagaimana menulis artikel yang baik dan benar
Terlalu panjang untuk diuraikan dalam artikel ini. Bisa dicari di Google dan terdapat banyak artikel yang membahas hal ini.
Syukurlah, tidak semua artikel di Facebook dan Kompasiana berbentuk “surat”.
Semoga bermanfaat
Catatan: Maaf, saya jarang sekali membaca komen-komen
Hariyanto Imadha
Penulis kritik pencerahan
Sejak 1973
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H