Mohon tunggu...
Hariyanto Imadha
Hariyanto Imadha Mohon Tunggu... wiraswasta -

A.Alumni: 1.Fakultas Ekonomi,Universitas Trisakti Jakarta 2.Akademi Bahasa Asing "Jakarta" 3.Fakultas Sastra, Universitas Indonesia,Jakarta. B.Pernah kuliah di: 1.Fakultas Hukum Extension,UI 2.Fakultas MIPA,Universitas Terbuka 3.Fakultas Filsafat UGM C.Aktivitas: 1.Pengamat perilaku sejak 1973 2.Penulis kritik pencerahan sejak 1973

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik: Anti Golput Sama dengan Koplak dan Gemblung

20 Desember 2013   07:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:43 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PEMILU di Indonesia dan pemilu di Australia pastilah berbeda. Di Indonesia, pemilu bersifat tidak wajib. Di mana memilih merupakan hak. Sedangkan di Australia, memilih adalah kewajiban dan yang golput akan dikenakan denda. Masalahnya adalah, banyak pemilih di Indonesia yang tidak bisa membedakan pengertian hak dan kewajiban. Banyak yang mengira pemilu di Indonesia itu wajib.

70% pemilih tidak faham politik

Kalau mau jujur, sekitar 70% pemilih merupakan pemilih yang tidak faham politik. Mereka memilih hanya berdasarkan “ilmu kira-kira”. Tidak berdasarkan “analisa objektif”. Tidak tahu apa kriteria calon pemimpin maupun calon wakil rakyat yang berkualitas. Itulah sebabnya maka 70% pemilu hanya menghasilkan pemimpin dan wakil rakyat yang kurang dan bahkan tidak berkualitas. Bukan hanya di bidang ilmunya melainkan juga di bidang moralitas.

Salah persepsi tentang golput

Karena banyak masyarakat yang awam politik, maka persepsi terhadap golputpun banyak yang keliru. Ada yang menilai golput itu haram, tidak produktif, tidak menghasilkan apa-apa, bukan warganegara yang baik, pesimis, apatis dan persepsi-persepsi negatif lainnya tanpa memahami bahwa penyebab dan alasan orang golput sangat beragam dan berbeda-beda.

Alasan golput

Banyak alasan kenapa orang menjadi bersikap golput.

Antara lain:

-Tidak terdaftar di DPT -Tidak mendapatkan undangan -Sedang sakit parah -Ada musibah keluarga atau musibah kecelakaan -Lupa jadwal pemilu -Bertepatan dengan jadwal pernikahan -Datang ke TPS terlambat -Dalam perjalanan jauh -Tidak ada calon pemimpin atau caleg yang berkualitas -Syarat menjadi calon pemimpin dan caleg terlalu mudah sehingga banyak yang tidak berkualitas -Takut salah pilih karena salah pilih haram hukumnya -Banyak politisi melakukan korupsi , jadi lebih baik golput -Sistem pemilu masih terbuka terjadinya kecurangan-kecurangan -Mereka yang terpilih tidak pro rakyat -Visi dan misinya para politisi tidak sesuai dengan harapan pemilih -Lebih memprioritaskan cari uang daripada mengurusi politik -Dan masih banyak alasan-alasan lain yang menyebabkan masyarakat bersikap golput

Penilaian-penilaian yang koplak terhadap golput

Oleh karena itu mereka yang anti golput dan memberikan penilaian-penilaian yang negatif, antara lain golput tidak cerdas, golput bukan warganegara yang baik, golput tidak menghasilkan apa-apa, golput tidak produktif, golput itu apatis dan pesimis dan penilaian-penilaian negatif lainnya adalah penilaian-penilaian yang tidak cerdas atau koplak. Sebab, memilih atau tidak memilih adalah hak setiap warganegara. Artinya, tidak ada seoraangpun berhak melarang seseorang warganegara untuk bersikap golput sebab setiap orang punya aasan-alasan sendiri untuk mengambil keputusan untuk golput. Golput adalah hak pribadi.

Juga gemblung

Mereka yang anti golput juga bisa dikategorikan orang gemblung, sebab suka mencampuri urusan pribadi orang lain. Gemblung boleh dikatakan sebagai semacam penyakit jiwa ringan, sedang maupun berat. Dan orang yang suka mencampuri urusan lain merupakan sikap sirik dan sirik merupakan penyakit hati sedangkan penyakit hati merupakan manifestasi daripadaa penyakit jiwa baik ringan, sedang maupun berat.

Tidak golput belum tentu cerdas

Mereka yang tidak golput juga belum tentu warganegara yang baik. Buktinya yang datang ke TPS ada koruptor, pelacur, preman, tukang copet, pembunuh, pemerkosa, penipu dan orang-orang yang tidak baik laainnya, terutama yang ada di lembaga pemasyarakatan. Bahkan, kalau salah pilih, ternyata yang dipilih adalah koruptor, maka salah pilihnya merupakan sikap yang tidak cerdas, tidak produktif, tidak menghasilkan apa-apa dan bukan warganegara yang baik.

Tidak golput sok warganegara yang baik

Justru, banyak orang yang tidak golput merasa dirinya warganegara yang baik, padahal bisa jadi salah pilih. Dan biasanya kalau salah pilih, tidak mau disalahkan. Bahkan membela diri dengan cara ngeyel. Lupa bahwa salah pilih bisa berakibat fatal, antara lain munculnya politisi-politisi korup. Mereka memilih dengan “ilmu kira-kira” dan tidak berdasarkan hasil “analisa objektif”.

Kesimpulan

Dengan demikian bisaa ditarik kesimpulan bahwa, sikap anti golput merupakan sikap “geralisasi” yang salah, juga merupakan persepsi yang keliru, koplak dan bahkan gemblung. Mereka tidak faham bahwa memilih atau tidak memilih adalah hak setiap warganegara yang tidak boleh diganggu gugat. Mau memilih, silahkan, Mau tidak memilih, silahkan. Oleh karena itu, sikap anti golput jelas merupakan sikap koplak dan gemblung.

Catatan:

Maaf, saya jarang sekali membaca komen-komen.

Hariyanto Imadha

Pengamat perilaku Sejak 1973

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun