Mohon tunggu...
Hariyanto Imadha
Hariyanto Imadha Mohon Tunggu... wiraswasta -

A.Alumni: 1.Fakultas Ekonomi,Universitas Trisakti Jakarta 2.Akademi Bahasa Asing "Jakarta" 3.Fakultas Sastra, Universitas Indonesia,Jakarta. B.Pernah kuliah di: 1.Fakultas Hukum Extension,UI 2.Fakultas MIPA,Universitas Terbuka 3.Fakultas Filsafat UGM C.Aktivitas: 1.Pengamat perilaku sejak 1973 2.Penulis kritik pencerahan sejak 1973

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Pembaca: Mewaspadai Kemungkinan Kecurangan Pemilu 2014

2 Oktober 2013   07:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:07 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEMUNGKINAN kecurangan pastilah ada. Bentuknya bermacam-macam. Antara lain data pemilih palsu atau tidak valid, TPS fiktif, rekayasa IT KPU, DPT yang sengaja dibuat kacau dan lain-lainnya. Selama ini hasil pemilu hanya dapat diketahui di TPS masing-masing yang kemudian secara tiba-tiba yang diumumkan adalah hasil pemilu secara nasional. Ada “skip” atau lompatan proses yang tidak dapat dikontrol oleh siapapun juga. Apalagi, selama ini hasil pemilu tidak dimungkinkan untuk  diaudit (diverifikasi, diklarifikasi maupun divalidasi).

Atas dasar itu, untuk mencegah terjadinya kecurangan, semua parpol sebaiknya mempunyai saksi di semua TPS, termasuk relawan jika kekurangan dana. Hasil di tiap TPS difoto dan dikirim ke alamat Data Center parpol yang bersangkutan, baik lewat e-mail, media sosial, faks , ponsel atau sarana komunikasi lainnya. Tentu harus dilengkapi dengan data lokasi TPS tersebut. Misalnya nomor TPS, kelurahan dan nama kota atau kabupaten. Tiap parpolsebaiknya membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang merasa dirugikan, misalnya tidak terdaftar di DPT, tidak mendapatkan surat panggilan dan lain-lain.

Kalau KPU benar-benar transparan dan punya niat menyelenggarakan pemilu secara jujur dan transparan, maka KPU-pun harus mengumumkan hasil pemilu per-TPS di website KPU. Tentu juga hasil per kota/kabupaten dan per-provinsi. Tidak sulit. Kalau KPU merasa kesulitan, dapat  bekerja sama dengan para ahli IT. Lebih bagus lagi kalau DPT dan hasil pemilu dapat diaudit, diverifikasi, diklarifikasi dan divalidasi semua parpol.

Pengawasan dan partisipasi dari masyarakat, terutama para pecinta kejujuran juga perlu. Antara lain turut mencatat hasil per-TPS. Bagi yang golput boleh-boleh saja (walaupun mungkin itu tidak baik), namun sebaiknya tetap datang ke TPS (walaupun mencoblos semua pilihan sehingga suara tidak sah). Sebab, jika tidak hadir di TPS, surat suaranya dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum parpol tertentu. Masyarakat juga harus memantau akan adanya berbagai kemungkinan kecurangan-kecurangan struktural dan sistematis.

Catatan: Maaf, saya jarang sekali membaca komen-komen. Hariyanto Imadha BSD Nusaloka XIV-5 Jl.Bintan 2 Blok S-1/11 Tangerang Selatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun