Mohon tunggu...
Hariyanto Imadha
Hariyanto Imadha Mohon Tunggu... wiraswasta -

A.Alumni: 1.Fakultas Ekonomi,Universitas Trisakti Jakarta 2.Akademi Bahasa Asing "Jakarta" 3.Fakultas Sastra, Universitas Indonesia,Jakarta. B.Pernah kuliah di: 1.Fakultas Hukum Extension,UI 2.Fakultas MIPA,Universitas Terbuka 3.Fakultas Filsafat UGM C.Aktivitas: 1.Pengamat perilaku sejak 1973 2.Penulis kritik pencerahan sejak 1973

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Logika: Miss World dan Bergesernya Sebuah Logika

10 September 2013   12:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:06 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MISS World, sudah lama dilangsungkan. Sejak era bikini, pakaian renang hingga pakaian yang mengenakan sarung lokal khas Bali. Sejak dulu pro-kontra Miss World pasti ada. Mereka yang kontra mengatakan bahwa Miss World merupakan ajang wanita berbikini, pamer aurat dan hampir bugil yang dianggapnya tidak sopan atau amoral. Mereka sebagian besar dari golongan umat beragama Islam. Namun, yang pro melihat dari sisi positifnya, yaitu bisa sebagai sarana mempromosikan objek wisata, media periklanan produk lokal maupun internasional, menjalin persahabatan antarnegara, antaragama, antarsuku, antarbahasa dan sebagainya. Juga, merupakan usaha penggalangan dana amal. Ada juga kegiatan-kegiatan sosialnya.

Logika moral

Penolakan Miss World dengan logika moral yang mengatakan berpakaian bikini, memamerkan aurat atau hampir berbugil di depan publik adalah merupakan suatu hal yang dipandang amoral dan tidak sesuai dengan budaya setempat, khususnya budaya Indonesia dan budaya muslim. Oleh karena itu rencana acara Miss World di Indonesia ditolak olah berbagai komunitas Islam dengan alasan tidak sesuai dengan moral ,budaya dan bahkan Syariah Islam.

Logika agama

Dari kalangan umat Islam menilai, pelaksanaan Miss World tidak sesuai dengan Syariah Islam, oleh karena itu harus ditolak. Walaupun tidak ada atau belum ada fatwa MUI yang mengatakan Miss World itu haram, namun paling tidak MUI telah mengimbau agar pemerintah, terutama instansi yang berwenang, membatalkan atau mencabut ijin pelaksanaan Miss World di Bali.

Bergesernya sebuah logika

Logika semula adalah logika moral. Yaitu logika yang menolak moralitas yang dianggapnya atau dinilainya pasti tidak baik. Yaitu, memakai bikini, mempertontonkan aurat dan bahkan hampir bugil di depan publik. Tapi kemudian bergeser ke logika agama di mana komunitas Islam melarang umatnya untuk memberikan dukungan terhadap diselenggarakannya Miss World. Bahkan lebih ekstrim lagi, negara, terutama negara Islam pun secara resmi melarang warganegaranya yang beragama Islam, dalam hal ini muslimah, untuk mengikuti acara Miss World dengan dalih tidak sesuai dengan Syraiah Islam dan budaya lokal atau budaya Islam.

Logika yang menyimpang dari substansi maupun esensi persoalan

Tentu saja, bergesernya logika tersebut merupakan “Moving Logic Error”, yaitu kesalahan berlogika akibatnya bergesernya  logika awal dari “”sentimen moral” menuju ke “sentimen agama”. Padahal, substtansi atau esensi persoalannya adalah moral. Bukan agama. Bukan antara muslim dengan non muslim. Bukan Islam dengan non-Islam. Namun, kesalahan berlogika ini telah berkembang di mana-mana.

Miss World di Bali

Pembukaan Miss World di Bali telah mencerminkan kekayaan budaya Indonesia. Bahkan semua kontestanpun membawakan salah satu tarian lokal dan juga berpakaian daerah. Lagu-lagu yang dibawakannyapun sebagian besar lagu-lagu berbahasa Indonesia.

Asumsi

Dengan asumsi pelaksanaan Miss World di Bali tetap meniadakan unsur moral negatif, tidak ada bikini, tidak ada pamer aurat dan tidak ada adegan hampir bugil di depan umum, maka pertanyaannya adalah, apakah logika agama yang berbasiskan “sentimen agama” tetap relevan untuk dipertahankan? Tentu saja tidak.

Logika agama sebaiknya ditinggalkan

Dengan demikian, sebaiknya logika agama yang mengandung unsur “sentimen agama” ditiadakan. Sebab Islam adalah agama yang “rahmatan lil ‘alamin”. Bahkan berlaku kalimat “lakum dinukum waliyadin”, bagimu agamamu bagiku agamaku.

Kembalikan ke logika moral

Dengan demikian, sebaiknya masalahnya dikembalikan ke logika moral saja. Yaitu, tidak boleh memakai bikini, mempertontonkan aurat dan hampir mendekati bugil, terutama diberlakukan di negara-negara muslim atau negara-negara Islam yang memiliki Syariah Islam. Dan mungkin ada juga negara nonmuslim yang juga menolak moralitas-negatif tersebut. Tetapi jika moralitas-negatif tersebut ditiadakan, maka sebaiknya kaum muslimah diperbolehkan mengikutinya karena tidak ada alasan yang kuat untuk menolaknya. Bahkan penyelenggaraan Miss World di negara yang mayoritasnya beragama Islam, sebaiknya tidak usah dilarang sejauh meniiadakan aspek moral-negatif.

Marilah kita menjadi umat Islam yang cerdas dan berwawasan luas.

Catatan:

Maaf, saya jarang sekali membaca komen-komen.

Hariyanto Imdaha

Pecinta logika terapan

Sejak 11973

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun