Mohon tunggu...
Hariyanto Imadha
Hariyanto Imadha Mohon Tunggu... wiraswasta -

A.Alumni: 1.Fakultas Ekonomi,Universitas Trisakti Jakarta 2.Akademi Bahasa Asing "Jakarta" 3.Fakultas Sastra, Universitas Indonesia,Jakarta. B.Pernah kuliah di: 1.Fakultas Hukum Extension,UI 2.Fakultas MIPA,Universitas Terbuka 3.Fakultas Filsafat UGM C.Aktivitas: 1.Pengamat perilaku sejak 1973 2.Penulis kritik pencerahan sejak 1973

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik: Pemilu/Pilkada Merupakan Pembodohan Rakyat?

30 Agustus 2013   18:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:35 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ADA yang berpendapat, pemilu/pilkada hanya merupakan proses pembodohan rakyat saja. Alasannya macam-macam. Ada yang mengatakan pemilu/pilkada hanya menghasilkan pemimpin-pemimpin korup, padahal saat berkampanye berjanji akan membasmi korupsi. Juga, ada yang mengatakan, banyak mereka yang menang dalam pemilu/pilkada ternyata tidak menepati sebagian atau sebagian besar janji-janjinya. Yang lainnya berpendapat bahwa hasil pemilu/pilkada bisa direkayasa sehingga hanya memenangkan calon tertentu saja sehingga percuma saja rakyat berduyun-duyun ke TPS. Benarkah demikian?

Apakah demokrasi itu?

Harus dipahami dulu, apa arti sesungguhnya demokrasi itu. Yaitu, sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Apakah pemilu/pilkada langsung itu salah?

Pertanyaannya, apakah pemilu/pilkada langsung bukan demokrasi yang sesungguhnya dan merupakan demokrasi yang salah? Kalau melihat definisi demokrasi yang sebenarnya, maka pemilu/pilkaada langsung tidaklah salah. Bahkan merupakan demokrasi yang sebenarnya.

Bagaimana dengan demokrasi tidak langsung? Sebenarnya demokrasi tidak langsung atau demokrasi yang diwakilkan atau diwakili para wakil rakyat merupakan demokrasi juga, tetapi demokrasi semu. Sebab, suara rakyat bisa dimanipulasi, antara lain oleh kepentingan politik mereka atau karena faktor politik uang.

Lantas, apa kelemahan sistem pemilu/pilkada yang sekarang ini?

Banyak kelemahannya. Antara lain:

-Butuh biaya yang sangat besar. Bahkan luar biasa besar karena harus menyediakan banyak kotak suara, kertaas/surat suara,bilik suara,biaya kampanye,biaya saksi,biaya pengawasan dan berbagai macam biaya lainnya.

-Terlalu birokrasi sehingga tidak praktis, buang-buang energi.

-Rawan suap di berbagai lembaga politik, mulai dari KPUD/KPU termasuk juga lembaga-lembaga pengawasan dan lembaga-lembaga lain yang terkait pemilu/pilkada

-Rawan rekayasa kecurangan yang biasanya hanya bisa dilakukan oleh pihak incumben atau oleh calon pemimpin yang menyusupkan orang-orangnya ke KPUD/KPUD dan lembaga-lembaga terkait pemilu/pilkada

-Rawan memanipulasi data pemilih, data perolehan suara dan berbagai manipulasi lainnya

-Sangat dimungkinkan rekayasa software IT pemilu/pilkada sehingga hanya menguntungkan calon atau parpol tertentu

-Sekitar 70% rakyat pemilih masih tergolong bodoh, dalam arti belum faham politik sehingga tidak tahu apa ciri-ciri calon pemimpin yang berkualitas dan jujur. Cara memilihnya masih berdasarkan fanatisme parpol, fanatisme agama, fanatisme kelompok/komunitas. Dengan kata lain cara memilihnya masih bersifat subjektif dan berdasaar kira-kira saja.

-Adanya lembaga-lembaga survei politik yang bertujuan menggiring opini rakyat yang pada intinya supaya memilih calon pemimpin tertentu atau parpol tertentu.

Kalau begitu, benarkah pemilu/pilkada hanya merupakan pembodohan rakyat saja?

Bisa “iya” dan bisa “tidak”

Bisa “iya”

-Pemilu/pilkada bisa merupakan pembodohan politik kalau sebelumnya pemerintah tidak pernah mengadakan  Program Pendidikan dan Pencerahan Politik bagi para calon pemilih

-Merupakan pembodohan kalau tidak ada pembatasan dana kampanye karena mereka yang punya modal banyak akan mampu mempengaruhi para calon pemilih

-Selama hasil pemilu/pilkada tidak bisa diaudit, maka pembodohan pasti bisa terjadi

-Jika KPU/KPUD tidak transparan, maka kecurangan sangat mungkin terjadi sehingga pemilu/pilkada hanya merupakan basa-basi saja

-Kecurangan-kecurangan sistemik dan struktural hanya bisa dilakukan oleh  incumbent atau parpol yang punya dana terkuat

-Merupakan pembodohan kalau para politisi adalah mereka yang mencalonkan diri atas dasar ambisi pribadi dan tidak atas usulan rakyat

-Di sini, rakyat masih diposisikan sebagai “objek politik”

Bisa “tidak”

-Pemilu/pilkada bukan merupakan pembodohan apabila rakyat calon pemilih telah mendapatkan pendidikan dan pencerahan politik, baik lewat tv, radio, surat kabar atau penyuluhan-penyuluhan di kampus, sekolah, lembaga pendidikan lain dari tingkat provinsi hingga tingkat desa secara nasional

-Seharusnya para calon pemimpin adalah mereka yang dicalonkan oleh rakyat atau lembaga independen ataupun komunitas netral

-Tiap TPS harus diberi nomor urut atau nomor kode. Hasil tiap TPS harus diumkan di website KPU dan bisa dicek semua warganegara Indonesia secara online

-Di sini, rakyat diposisikan sebagai “subjek politik”

Kesimpulan

-Mengingat sampai sekarang (2013) 70% pemilih masih awam politik dan belum pernah mendapatkan pendidikan dan pencerahan politik, maka pemilu/pilkada yang berlangsung sekarang ini secara umum lebih tepat sebagai proses pembodohan politik . Hanya 30 % saya para pemilih yang tergolong cerdas, bukan karena mereka sarjana, tetapi mereka sudah memiliki pemahaman dan kesadaran politik yang cukup memadai.

Solusi

-Sistem pemilu/pilkada, demokrasi langsung atau pemilihan langsung sudah benar. Namun sebaiknya syarat-syarat calon pemimpin atau caleg harus diperketat dan perlu adanya Program Pendidikan dan Pencerahan Politik bagi seluruh rakyat Indonesia seperti yang dilakukan negara-negara demokratis lainnya.

-Syarat menjadi calon pemimpin harus diperketat. Tidak hanya syarat administrasi dan kesehatan, melainkan syarat kepribadian, kecerdasan, keahlian, kepemimpinan, ketaatan pada agama, punya track record yang baik, minimal S1 dari pergurun tinggi yang credible (bukan perguruan tinggi abal-abal), berkelakuan baik (tidak pernah terlibat kasus pidana/perdata atau pelanggaran susila)

-Jika para pemilih, terutama pemilih yang sudah cerdas tahu bahwa tidak ada satupun calon pemimpin, caleg atau parpol yang berkualitas, maka solusi terbaik adalah : golput.

Hariyanto Imadha

Pengamat Perilaku

Sejak 1973

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun