Hari ini, tepat dua tahun yg lalu terjadilah gempa hebat di Jepang dg skala 9,0 SR. Menurut koran2 setempat, gempa semacam ini pernah terjadi 900 tahunan yg lalu. Gempa ini begitu hebatnya sehingga menimbulkan tsunami yg menelan banyak korban. Tidak hanya itu, bencana berikutnya adalah terjadi bencana radiasi nuklir Fukushima. Koran Asahi Shinbun hari ini menyebutkan ada 15.881 orang yang meninggal , 2.668 orang yang hilang dan 315.196 orang kehilangan tempat tinggal.
Masih segar dalam ingatan saya, ketika terjadi gempa, saya sedang dalam perjalanan menuju pantai. Beberapa detik sebelum gempa, sempat terdengar dari handphone temen saya keluar nada peringatan yg aneh. Baru saja handphone itu diambil terjadilah gempa dahsyat itu. Saya dan teman saya saat itu sedang mengendarai mobil dan tepat berada diatas jembatan Nanakita yg jaraknya sangat dekat dengan laut bebas. Guncangan super hebat kami rasakan ketika berada diatas jembatan itu.
Perjuangan kami keluar dari jembatan itu luar biasa hebatnya, bahkan teman saya sempat menyerah, karena rasanya tidak mungkin keluar dari jembatan yang di banting2 berulang kali oleh gempa. Pada saat dia mau menyerah, saya menyemangatinya, namun ternyata memang sulit sekali mobil dikendalikan, karena mobil berkali-kali terpelanting kekiri dan kekanan, dan akhirnya saya pun juga kehabisan tenaga. Baru setelah gempa agak reda, kami pun merayap pelan2 menuju kepala jembatan. Sesampainya disana yg saya pikir aman, ternyata tidak aman juga,,,. Tanah disekitar jembatan turun beberapa meter dan berguncang lagi, sampai2 ada anak sekolah terlempar dari sepedanya. Kami pun mencari tempat aman di dekat supermarket dimana orang2 berkumpul, tetapi ternyata disinipun tidak aman juga. Karena banyak kabel2 listrik yg berseliweran, terputus dari tiang nya. Betul2 semua panik, tidak ada tempat yang aman, karena gempa susulan pun terjadi lagi. Akhirnya saya terduduk lemas dan pasrah. Saya sempat berfikir, mungkin inilah yg disebut KIAMAT. Saat itu juga saya teringat kalau saya belum sholat asar. Kemudian saya tayamum dan sholat asar sambil duduk di jok mobil. Baru setelah itu saya dapat ketenangan.
Setelah tenang baru saya bisa birfikir jernih untuk mentukan langkah selanjutnya. Namun dari radio didalam mobil terus menerus disiarkan peringatan agar lari menjauhi pantai,,, karena tsunami diperkirakan akan datang 15 menit lagi. Saya melihat kepanikan yang luar biasa dijalanan. Hampir semua mobil memacu sekencang2nya menjauhi pantai. Namun karena listrik mati, maka lampu lalu lintas mati semua, sehingga tabrakan dimana mana, dan akibatnya macet total dimana2. Saat itu saya berdebat dengan teman saya apakah mau tinggalkan mobil atau tetap diatas mobil. Setelah berdebat dengan teman saya, akhirnya saya putuskan untuk tinggalkan mobil dan lari menuju tempat yang lebih tinggi. Disinilah kami berpisah dengan teman saya orang Jepang itu. Di sepanjang jalan 45 saya melihat helikopter di markas pasukan beladiri Jepang bersiap2 terbang dengan pasukan lengkap. Saat itu saya berpikir ini adalah masalah besar.
Lampu lalu lintas mati. Kemacetan dimana-mana. Saya mencoba mencari stasiun untuk naik kereta. Namun kereta pun berhenti, akhirnya saya kembali berlari terus . Saya lari.... lari.... dan terus berlari..... waktu itu turun salju lebat sekali, saya sempat berfikir kenapa salju kali ini kok lain, tidak seperti biasanya. Dengan susah payah akhirnya saya berhasil sampai dirumah sebelum maghrib. Baru pertama kali dalam hidup saya lari sejauh ini dari Jembatan Nanakita menuju kita Sendai. Karena lari sejauh itu, sepatu saya jebol dan kemasukan salju , dingin sekali.
Sesampainya dirumah, saya memindahkan seluruh makanan yang ada di rumah ke dalam mobil dan menuju masjid. Ternyata disana sudah berkumpul orang-orang. Tidak hanya orang Indonesia yang berada disana. Ada orang bangladesh, Afrika, Inggris dan yang lainnya.
Keesokan harinya, saya masak nasi dan ikan untuk sarapan saya. Saya masak dengan menggunakan kayu2 kering2 yg saya dapatkan dari hutan disekitar saya mengungsi, karena semua jaringan listrik dan gas berhenti. Dapur kami bikin dari batu yg disusun2 mirip , dapurnya orang purbakala dulu. Saya membawa sebagian nasi dan ikan itu ke tempat pengungsian lain untuk saya bagi2kan. Setelah itu saya pergi ke Shiogama bersama orang dari kedutaan Besar Indonesia yang ada di Jepang untuk mencari orang yang masih tertinggal dan mayat-mayat orang Indonesia jika ada yang ditemukan.
Hari minggu tanggal 13, kami bersiap2 dievakuasi dari sendai ke tokyo, saya membantu orang Kedubes untuk mencarikan bis yang bisa disewa. Namun tidak ada bis yang mau mengantar pada saat itu. Akhirnya pihak kedubes memutuskan untuk mengirimkan bis dari Tokyo untuk menjemput kami yang ada di Sendai. Malam itu saya berangkat dari sendai menuju tokyo. Keesokan harinya saya sampai di tokyo. Sesampainya disana, kami menuju sekolah KBRI yang ada di tokyo. Kami beristirahat disana dan keesokan harinya diterbangkan ke jakarta.
Sesampainya saya di airport Jakarta, langsung dicomot sama wartawan2 untuk siaran langsung di televisi. Namun karena protokolernya mengharuskan ke Kemenlu dulu, maka kamu dibawa ke Pejambon dulu. Baru keesokan harinya Ronald Extravaganza dari SCTV datang ke rumah untuk wawancara. Selesai wawancara, saya langsung dibawa ke studio SCTV di Senayan City. Dijalanan macet total dan hujan deras disertai es kecil2 dan angin kencang, sehingga banyak pohon yang tumbang. Waktu itu sudah jam 16.55 , padahal Liputan6 itu jam 17.00. Maka saya putuskan untuk turun dari mobil dan lari menuju gedung SCTV. Tapi sama crew yang lain dicegah, jangan pak , bahayaaa,,. Tapi saya nekat,,, bahaya apaaan , dalam hatiku,,, " belum tau dia ,,, saya sudah terlatih lari dikejar tsunami...". Saya keluar dari mobil dan lari,,, menuju gedung SCTV,,, sempat terdengar dari dalam mobil " wah,,, nara sumbernya ucul pak..."
Saya lari sampai di pintu gerbang SCTV saya dicegat tentara penjaganya, " mau kemana kamu..?. saya jawab mau siaran langsung pak,,, " si tentara itu nglirik kaki saya yg hanya saya bungkus pakai sendal. Dengan pandangan tidak percaya dia mencegah saya untuk masuk. Namunbeberapa saat kemudian ada telpon dari atas, yang memerintahkan tentara itu suruh buka pintu buat saya.
Karena saya lari sangat jauh waktu menjauhi tsunami, sepatu saya jebol dan kemasukan salju , dingin sekali. Akhirnya saya pakai sandal yang ada di Mesjid Sendai. Dan waktu dievakuasi ke Jakarta sandal itu terbawa. Bahkan waktu dijemput Ronald Extravaganza ke Studio SCTV sendal itu saya pakai. Pakai jas rapi , tapi dibawahnya pakai sandal dan celana jean. Si Nova Rini yg mewawancarai saya sempat lirak-lirik sandal saya melulu.
http://www.youtube.com/watch?v=66E0N0UbM5k
Sendai, 11.3. 2013
Hariyadi Budi Susanto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H