Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa AHY Tidak Masuk Kabinet Jokowi?

28 Oktober 2019   20:35 Diperbarui: 29 Oktober 2019   08:00 1314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Hari Wiryawan

Mengapa Agus Harimurthi Yudhoyono (AHY) tidak menjabat menteri kabinet Indonesia Maju? Itulah pertanyaan banyak orang yang sebelumnya memperkirakan AHY bakal masuk kabinet.

Padahal dalam sebuah survey tentang menteri pilihan warga-net, kabarnya, AHY termasuk nama favorit kedua setelah Eric Thohir. Tapi mengapa Jokowi tidak memanggil AHY?

Padahal AHY beberapa kali sudah bertemu dengan Presiden Jokowi jauh sebelum Pemilu maupun sesudah Pemilu. Bahkan ada pertemuan yang dilakukan secara empat mata. Tapi mengapa Jokowi tidak memanggil AHY?

Padahal AHY juga sudah menemui bukan hanya Jokowi tetapi juga orang-orang sekitar Jokowi termasuk putra tertua Jokowi, Gibran Raka Bumingraka. Bahkan AHY juga sudah sowan ke Megawati yang disambut oleh Puan Maharani juga. Foto-foto putra-putri SBY bersama Mega dan Puan tersebar di media sosial yang menggambarkan keakraban mereka yang luar biasa. Tapi mengapa Jokowi tidak memanggil AHY?

Padahal hubungan antara Megawati dan SBY juga sudah mencair sejak upacara pemakaman Ibunda AHY, Ani Yudhoyono. Waktu itu Megawati menghadiri pemakaman dan bersalaman dengan SBY. Bahkan untuk memastikan kapling AHY di kabinet, SBY sebelum tanggal 20 Oktober sudah bertemu langsung dengan Jokowi empat mata di istana. Tapi mengapa Jokowi tidak memanggal AHY?

Kedekatan Jokowi dan AHY yang terlihat di media massa, menurut hemat saya, adalah sebuah show of force dari Jokowi. AHY adalah masa depan SBY. Mantan Presiden SBY adalah sosok yang mewakili dua reprentasi yaitu pertama partai politik Demokrat yang dalam kiprahnya memiliki kedekatan dengan kalangan Islam radikal. Ingat ketika AHY mencalonkan gubernur DKI salah satu pendukungnya adalah kalangan Islam radikal. Kedua SBY dan representasi purnawirawan TNI.

Di mata Jokowi show of force kedekatan dengan AHY adalah sangat peting karena waktu itu perseteruan dengan Prabowo masih sangat keras. Prabowo dalam menyerang Jokowi membawa gerbong para purnawirawan TNI dan kelompok Islam garis keras. Tertangkapnya sejumlah pensiunan jenderal dalam aksi kekerasan menempatkan Jokowi harus berhadapan dengan korps baju hijau. Posisi ini cukup menyulitkan Jokowi, maka salah satu jalan adalah mengatakan kepada publik bahwa dirinya, Jokowi, bersahabat dengan seorang Mayor Purnawirawan TNI yang ganteng dan merupakan masa depan politik keluarga militer. Apalagi sang purnwirawan adalh putra seorang jenderal. Keluarga besar militer tentu senang melihat hal ini.

Yang merapat kepada Prabowo dan paling keras suaranya adalah kelompok Islam radikal. Posisi ini juga menyulitkan Jokowi yang tidak ingin di cap sebagai anti Islam. Dukungan dari NU dianggap belum cukup, karena suara NU kurang keras dibanding Islam radikal yang selalu berteriak sangat keras menentang Jokowi. AHY yang waktu Pilkada Gubernur DKI juga membawa gerbong Islam radikal dianggap punya peran juga untuk meredam suara keras itu.

Untuk meneguhkan betapa kuatnya hubungan Jokowi dengan AHY dan SBY, Megawati membantu sepenuhnya sikap Jokowi. Dua kali Megawati di depan publik menunjukan rekonsiliasi hubungan dengan SBY  yaitu bersalaman dengan akrab ketika mengucapkan bela sungkawa atas wafatnya Ani Yudhoyono dan menerima dengan hangat putra putri SBY di rumah Megawati pada halal bi halal Lebaran kemarin.

Jika tidak ada aral melintang hampir pasti AHY jadi menteri. Bahkan bukan hanya AHY, gerbong demokrat hampir pasti juga akan masuk Kabinet Jokowi-Ma'ruf.

Namun apa daya ada perubahan mendadak bagai tsunami dalam dunia persilatan politik tanah air yaitu merapatnya Prabowo kepada Jokowi. Pertemuan pertama Jokowi dan Prabowo masih malu malu. Prabowo dikatakan tidak mau ketemu di istana yang nanti terkesan Prabowo yang kalah. Oleh karena itu pertemuan dilangsungkan di stasiun kereta api MRT. Lokasi pertemuan di tempat yang netral ini bisa menyelamatkan muka Prabowo namun rekonsiliasi tercapai. Prabowo mengatakan bahwa pertemuan di MRT itu tidak membicarakan soal bagi-bagi kursi. Apakah Prabowo berbohong? Pasti tidak karena pertemuan pertamaa sudah pasti tidak membicarakan masalah teknis. Jadi Prabowo tidak berbohong.

Nah pada pertemuan kedua yaitu di rumah Megawati. Maka disitulah pembicaraan mulai mengarah lebih jelas. Apa yang dibicarakan? Mungkin juga masih bukan soal bagi-bagi kursi tapi pintu dan tangan terbuka Megawati inilah sebagai kunci akan langkah selanjutnya hubungan antara Jokowi dan Prabowo. Pertemuan menjadi makin jelas dan makin kongkret ketika Prabowo berkunjung ke istana dan selfi selfi di sana.

Jika show of force hubungan Jokowi-AHY untuk menunjukkan kepada Prabowo dan publik bahwa Jokowi juga punya kedekatan hubungan dengan militer dan Islam garis keras maka tujuan kini sudah tercapai. Tembakan sudah mengenai sasaran, karena bukan hanya Prabowo mengakui kekuataan Jokowi bahkan Prabowo tunduk bertekuk lutut dihadapn Jokowi.

Dalam posisi seperti ini maka show of force hubungan Jokowi-AHY sudah tidak diperlukan lagi. Karena kekuatan riil tentang simbol korp militer dan simbol Islam garis keras ada apada Prabowo, sementara SBY hanya samar-samar belaka. Sampai di sini AHY tidak diperlukan bagi Jokowi.

Selain itu, merangkul Prabowo dalam selimut malam Jokowi, juga tidak mengandung ancaman di masa depan. Prabowo diperkirakana sudah makin lanjut usia untuk 5 tahun kedepan. Jadi kecil kemungkinan untuk maju dalam pemilihan presiden 2024.

Sementara merangkul AHY, bagai memelihara macan kumbang dalam kamar tidur. Sekarang AHY masih manis, namun lima tahun kedepan, ia akan berubah menjadi macan sungguhan yang menakutkan bagi banteng moncong putih. Tahun 2024, Megawati tambah tua, Jokowi sudah tidak bisa blusukan lagi untuk berkampanye pilpres, sementara siapa calon PDIP masih belum jelas hingga saat ini. 

Pengalaman sang ayah AHY masih melekat dari menteri "jenderal kancil" berubah menjadi "jenderal bintang mercy" yang memenggal kesempatan Megawati menjadi presiden. Tidak tanggung-tanggung dua kali mengalahkan banteng wadon itu.

Karena itu ancaman AHY di masa depan bukan hanya karena "Megawati dendam" tetapi lebih dari itu seluruh kekuatan Pro-Jokowi akan berkata demikian bahwa AHY adalah ancaman 2024. Loyalitan AHY sangat diragukan, pertam karena rekam jejak sang ayah. Kedua dalam Pilpres 2019, AHY ada di pihak Prabowo, mendekatnya AHY ke Jokowi setelah jelas Prabowo kalah. Ini semua catatan buruk AHY di mata Jokowi. Karena itu Jokowi tidak memanggil AHY di istana. (hari wiryawan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun