Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perlukah Partai Oposisi di Indonesia?

24 Oktober 2019   21:50 Diperbarui: 25 Oktober 2019   07:47 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto mendapat ucapan selamat dari Presiden RI, Joko Widodo saat pelantikan menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Presiden RI Joko Widodo mengumumkan dan melantik menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju. (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Masuknya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto membuat sebagian orang khawatir bahwa kehidupan demokrasi Indonesia tidak akan sehat, karena tidak akan ada "partai oposisi" yang kuat. Benarkah demikian? Benarkah kualitas demokrasi Indonesia tidak akan sehat tanpa oposisi?

Banyak kalangan yang mengatakan bahwa sebuah negara tanpa oposisi akan menimbulkan prinsip chek and balances menurun bahkan tumpul. Mereka yang berpendapat bahwa Indonesia memerlukan oposisi yang kuat dari partai oposisi adalah mereka yang melihat politik di Indonesia dengan kacamata Barat.

Pemikiran demokrasi yang mengatakan bahwa perlu partai oposisi untuk sebuah pemerintahan di Indonesia terlalu berkiblat dengan Barat. Tidak melihat pada kenyataan perpolitikan di bumi Indonesia.

Bukan saya anti Barat dan mengatakan bahwa sistem demokrasi Barat buruk, tetapi memberi ukuran dan standar tradisi demokrasi yang ada di Eropa dan Amerika kedalam kondisi politik di Indonesiaa saat ini tidaklah bijak.

Mari kita lihat Amerika Serikat dan Inggris. Jika di Inggris Partai Konservatif berkuasa, maka Partai Buruh menjalanakan oposisi. Jika partai Demokrat berkuasa maka Partai Republik beroposisi. Dan sebaliknya.  Mekanisme ini sudah berjalan puluhan tahun dengan suatu paket yang normal dan berjalan dengan baik.

Oposisi yang dilakukan di Inggris adalah melakukan koreksi dan kritik bahkan kecaman atas program kerja pemerintah dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan sebagainya. 

Partai oposisi bisa mengecam dengan keras sektor pajak, bisa memaki maki pemerintah karena mencabut tunjuangan kesehatan atau salah melakukan kebijakan politik luar negeri. Kecaman dan kritikan bisa sangat keras dari oposisi dalam semua program pemerintah.

Tetapi tidak ada yang mengritik aspek aspek fundamental keberadaan negara. Oposisi di Inggris tidak pernah mempertanyakan mengapa kepala negara Inggris, Ratu Elizabeth,  sudah puluhan tahun tidak diganti. 

Tidak ada partai politik atau kelompok penekan yang mengorganisasi massa dan melakukan indoktrinasi agar Inggris berubah jadi Republik seperti Perancis.

Di Perancis, kaum oposisi tidak pernah ada yang menentang sekularisme. Wilayah Amerika Serikat dari Alaska dikutub utara hingga Hawaii di lautan Pasifik tidak pernah dipersoalkan oleh rakyat Amerika Serikat.

Di Australia dan Kanada tidak ada kelompok yang mempertanyakan dan melakukan penggalangan dukungan untuk menentang mengapa Ratu Elizabeth masih memiliki kekuasaan sebagai kepala negara? Perdana Menteri Kanada dan Australia diangkat oleh Ratu Inggris yang dalam keseharianya diwakilkan bahkan hanya diwakilan kepada seorang Gubernur Jenderal.

Hal hal itu bagi orang Indonesia bisa dianggap tidak masuk akal. Namun kenyataanya diterima oleh warga negara kedua negara tersebut (Australia dan Kanada). Ini hanya beberapa contoh bahwa hal-hal yang fundamental sudah tidak merupakan masalah bagi kekuatan politik dibanyak negara maju.

Sedangkan di Indonesia, hal hal yang fundamental seperti ideologi, wilayah masih terus dipermasalahkan. Pancasila sebagai sebuah ideologi yang masuk akal, tidak bertentangan dengan agama manapun di Indonesia, hingga saat ini masih ditentang oleh orang yang beragama. 

Indonesia yang memiliki wilayah dari Sabang sampai Merauke masih ditentang oleh rakyatnya sendiri.

Yang mempersolakan aspek fundamental di Indonesia bukan dari kalangan partai politik tetapi justru di luar partai politik. 

Dan di sinilah permasalahanya kalangan non-parpol bisa berfungsi sebagai kelompok oposisisi mereka bisa merupakan organisasi massa, yang permanen atau organisasi dadakan yang dibentuk kemarin sore. 

Oposisi bisa tiba-tiba muncul karena beberapa elit daerah tidak puas dengan situasi politik maka mengancam untuk keluar dari wilayah Indonesia.

Dengan demikian kelompok oposisi akan selalu ada, apakah di Indonesia ada atau tidak ada partai oposisi. Bahkan dengan isu-isu yang fundamental yang mengancam keberadaan negeri ini.

Dengan demikian situasi Indonesia jauh lebih berat dari pada di negara maju, walaupun partai oposisi di Indonesia saat ini melemah. Pemerintah dalam lima tahun ke depan masih akan menghadapi "oposisi" yang bukan dari partai politik itu.

Oleh : Hari Wiryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun