Mohon tunggu...
Hari Wiryawan
Hari Wiryawan Mohon Tunggu... Dosen - Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Penulis lepas masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada 2018 dan "#2019 Ganti Presiden"

7 Juli 2018   00:31 Diperbarui: 7 Juli 2018   00:36 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Hari Wiryawan

Faktor utama melonjaknya suara cagub Asyik dalam Pilgub Jawa Barat adalah sikapnya yang tegas soal Pilpres tahun depan: "#2019 Ganti Presiden", itu kata para pendukung Asyik dan pengamat. Jika asumsi ini benar maka sungguh cerdas Timses Asyik yang mengemas sikap "#2019 GP" untuk membedakan dengan para calon lain. Bahkan dalam debat kandidat Asyik dengan heroik membentangkan kaos "#2019 GP".

Akibat dari sikap itu maka Asyik berhasil merebut suara dengan hasil hitung cepat sekitar 29%, sementara Duo Dedy yang tergerus suaranya hanya mendapat sekitar 25%. Namun sayangnya Asyik tidak dapat mengalahkan Ridwan Kamil yang memperoleh sekitar 32%. Dengan demikian Asyik dan Dedy lah yang bertarung memperebutkan posisi kedua. Asyik pada dasarnya tidak bertarung melawan Ridwan diposisi juara. Kubu "#2019 GP" di Jawa Barat hanya berhasil mengantar jagonya ke posisi runner up.

Di Jawa Tengah, Kubu "#2019GP" tidak menemukan forumnya. Sudirman Said yang antara lain diusung Gerindra dan PKS tidak bersikap tegas apakah dia dukung Jokowi atau ikut "#2019 GP". Ketika ditanya dalam debat kandidat, pilih Jokowi atau Prabowo, Sudirman Said menjawab "nanti saja". Dengan sikap "nanti saja", Sudirman dianggap ambigu, tapi sikap ini dibela oleh Gerindra Jateng. Dan dengan visi "nanti saja" Sudirman Said bisa meraup suara mengejutkan sekitar 41%, menggerus suara Ganjar Pranowo yang merosot jadi 58%.

Padahal semula dalam berbagai survey Sudirman Said hanya berada dibawah 20% sementara Ganjar 70% lebih. Jadi dengan sikap "nanti saja" Sudirman Said mengalami lonjakan luar biasa, dua kali lipat lebih. Untuk seorang calon yang baru beberapa bulan turun di Jawa Tengah di banding Ganjar Pranowo yang sudah bertahun tahun jadi gubernur, prestasi Sudirman Said sungguh mengesankan. Namun perlu dicatat bahwa jargon Sudirman Said adalah "nanti saja," bukan "#2019 Ganti Presiden".

Lalu bagaimana dengan Pilkada di Jawa Timur? Sayang sekali kubu "#2019 GP" tidak mendapatkan pijakan sama sekali. Karena baik Gerindra dan PKS adem ayem dalam pelukan Banteng moncong putih. Gerindra dan PKS siap memenangkan Gus Ipul yang didukung PDI Perjuangan. Apakah kubu "#2019GP" ada yang menyeberang ke kubu Khofifah? Tentu saja tidak karena di kubu Khofifah telah ada Golkar, Nasdem, Hanura dan PPP semua itu adalah partai pendukung Jokowi.

Wal hasil kampanye "#2019 Ganti Presiden" dalam konteks Pilkada 2018 di Jawa hanya bisa mengorbitkan seorang runer up dalam Pilgub Jawa Barat. #2019GP tidak mampu bersuara di Pilkada Jateng dan Jatim. Karena itu para aktivis pendukung tagar #2019 GP masih harus bekerja super keras dalam Pilpres 2019 nanti untuk mewujudkan cita-citanya itu. Jika potret Pilkada sebagai patokan dan tidak berubah sampai tahun depan, maka "2019 GP" akan tinggal kenangan yang manis sebagai sebuah mimpi belaka. (wir)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun