Saya menaiki kereta tersebut dari Yogyakarta menuju Bekasi. Kebetulan saya perginya hari Jumat sehingga terhitung weekend. Harga tiketnya waktu itu 155 ribu. Lumayan lah daripada kelas bisnis dengan jalur yang serupa karena harganya lebih rendah 10 ribu.
Sebelum saya pesan tiketnya, memang saya browsing dahulu di internet, bagaimana sih kondisi dalam keretanya. Jangan-jangan sama kayak Progo yang dulu saya naikin. Meskipun kelasnya ekonomi, katanya Gadjahwong ini statusnya berbeda: Ekonomi, namun ber-AC. Pikir saya asik juga ya, sudah murah ber-AC lagi. Serasa lagi naik kereta eksekutif aja..
Sesampainya di stasiun Lempuyangan, keretanya memang belum datang. Wajar sih karena jadwal yang tertera di tiket jam 19.20 WIB. Saya sendiri sudah tiba di stasiun 30 menit sebelum pemberangkatan. Meskipun begitu, perasaan saya bilang keretanya mungkin terlambat nih. Ehh ternyata tidak. Tepat jam 19.15 WIB ada kabar dari stasiun bahwa Gadjahwong akan datang di jalur sekian (saya lupa). Ini akan menjadi nilai plus buat perkerata-apian di Indonesia yah. Sebab, dulu itu kan konotasinya terbalik. Kalau di luar negeri, kita nya yang telat. Tapi kalau di Indonesia, keretanya yang telat. Hihii :D
Okelah, saya masuk ke dalam kereta. Awalnya sih biasa aja liat kereta yang tampilan luarnya masih baru. Tapi begitu masuk ke dalam gerbongnya, Wuiih, Baru men!! Bersih banget!! Beda sama kereta api yang sudah saya naikin sebelumnya..
Rasa penasaran saya terus mengajak masuk ke ruangan inti. Menuju kursi 9D. Sambil berjalan, saya sekalian lihat kondisi kursi-kursi yang ada. Bentuknya rapi, tidak banyak coretan, joknya cerah dan masih baru karena ada plastik pembungkusnya. Kemudian format kursinya nya 2-2. Jarak antar kusinya jadi lapang. Wah ini mah jadi sama kayak eksekutif dong hehee :D
Tak disangka ternyata hembusan AC itu dinginnya menyamai pintu kulkas. Meskipun terdapat sejenis kipas juga disampingnya, ini tidak begitu terpengaruh secara signifikan. Mungkin supaya udaranya lebih merata. Dan hawanya pun saya rasa tidak terlalu ekstrem untuk temperatur di gerbong tersebut. Namun akan sangat terasa dingin bila di malam hari. Sehingga saran saya jangan pakai celana pendek dan baju youcan see lah :D.
Bersih. Baru. Rapi. Luas. Cerah dan Modern. Begitu kesan saya pertama kali naik Gadjahwong.
Selama di perjalanan, saya berhadapan dengan seorang pria sebaya bertubuh kurus. Disampingnya ada seorang pria berbadan besar, namun jauh lebih tua. Yang beliau itu, nampaknya akan senang bila diajak ngobrol. Gak disangka, ternyata dia yang mengajak ngobrol duluan. Pertama dia bilang, “Ini keretanya bagus yah. Sudah murah pake AC lagi. Rugi kalau pake bisnis pokoknya.” Tapi tidak saya tanggapin berlebihan. Saya cuman berikan senyuman pertanda saya menyimak ucapannya.
Dan ternyata percakapan berlanjut. Dia bilang, “Dulu saya naik Bengawan ke Jakarta gak sampe 40 ribu. Itu pun belum tentu dapet duduk. Tapi sekarang yang naik ekonomi, penumpang tidak boleh ada yang berdiri.” Lalu saya tanggepin, “Iya saya juga pernah pak, naik Progo cuman 35 rb. Tapi saya tidak dapet duduk waktu itu.” Terus dia nyeloteh ke masalah asal usul kereta. “Kereta buatan PT INKA (Madiun) ini, ukurannya pas dengan rel-rel yang ada di Indonesia. Sebab, dulu pernah ada kebijakan impor kereta dari Rumania namun lebar relnya lebih kecil dari rel kita. Sehingga sering tidak seimbang pas keretanya jalan.” Lalu saya dan depan saya mengiyakan.
Kemudian ia menceritakan kalau para pedagang yang ada disini hanya boleh masuk ketika keretanya berhenti di stasiun saja. Tidak boleh ada yang numpang ke stasiun lain seperti kereta ekonomi yang sudah ada. Malamnya saya dapat mengiyakan, karena mata saya belum dapat tertidur meskipun jam tengah malam.
Lalu ada lagi. Dia berkomentar tentang sistem transportasi di Indonesia. Dia berpendapat sebaiknya yang diperbaiki lebih dahulu adalah sistem perkereta-apian nya. Sebab, untuk membuat 2 buah rel searah paling tidak hanya butuh sekian hektar tanah. Jauh lebih sedikit ketimbang penyediaan jalan raya. Pembebasan lahannya jadi tidak terlalu mahal. Coba kalau jalan raya. Walaupun dari dulu sudah banyak penambahan luas jalan, tetapi pertumbuhan kendaraan juga tinggi sehingga efeknya sama saja. Macet lagi macet lagi. Otak saya langsung terbuka seolah mendapatkan pencerahan baru.
Singkat cerita, dia tanya kepada saya,”Kamu kuliah dimana?” Saya jawab, “di Teknik Industri UGM, pak.” Saya masih berharap bapaknya akan merespon asal dirinya sendiri. Sebab setelah itu, ia langsung membaca koran yang sudah ia siapkan T_T
Itu sepenggal kisah yang dapat saya ceritakan.
Kemudian, saya jadi ikutan mikir, seandainya semua kereta di Indonesia (terutama yang kelas ekonominya) seperti ini, pasti akan laris manis dibeli oleh rakyat. Sebab, kereta yang bisnis mungkin keberadaannya jadi tidak menarik setelah lahirnya konsep Gadjahwong ini. Apalagi mau beli yang eksekutif, harganya kan masih tinggi (tidak mungkin terbeli oleh mahasiswa yang berniat irit hehee). Kemudian nantinya hanya akan ada 2 kereta saja: ekonomi dan eksekutif. Mau yang mana? Terserah Anda.
Sehingga mudah-mudahan sistem perkereta-apian di Indonesia terus semakin baik. Sistem jadwalnya teratur, fasilitas oke, pelayanan dan keamanan juga oke. Apalagi sudah ada kebijakan semua penumpang pasti dapat duduk. Itu sudah sangat menolong rakyat.
Terima kasih PT KAI Indonesia, semoga perubahan yang dilakukan menghasilkan manfaat bagi banyak pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H