Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kelas Menengah yang Terengah-engah

17 Agustus 2024   17:56 Diperbarui: 18 Agustus 2024   05:56 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Para penumpang yang sebagian besar pekerja komuter memadati peron Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, saat jam pulang kerja, Jumat (10/2/2023). (KOMPAS/PRIYOMBODO)

Dalam kondisi ekonomi yang menantang seperti sekarang, ada kelompok masyarakat yang ditengarai sangat terdampak. Mereka adalah kelas menengah.

World Bank pernah mengelompokkan kelas penduduk di Indonesia berdasarkan nominal konsumsi bulanan. Urutannya dari terendah hingga tertinggi yaitu miskin, rentan, calon kelas menengah, kelas menengah, dan kelas atas. Masuk dalam kelas menengah jika pengeluaran bulanannya Rp1,2 juta-Rp6 juta.

Belakangan, jumlah penduduk kelas menengah mengalami penurunan. Adapun calon kelas menengah dan rentan malah mengalami peningkatan. Hal itu mengindikasikan adanya pergeseran dari individu yang sebelumnya merupakan kelas menengah ke calon kelas menengah atau bahkan rentan. 

Itulah salah satu hasil kajian Indonesia Economic Outlook dari Universitas Indonesia yang dirilis Agustus ini. Kajian tersebut menyebutkan pula bahwa dalam lima tahun terakhir, terjadi penurunan konsumsi kelas menengah, yang mencerminkan potensi penurunan daya beli mereka.

Kelas Nanggung

Saat ini, kelas menengah serasa ada di posisi "nanggung". Secara pendapatan tidak bisa dikatakan berlebih seperti kelas atas, namun bukan juga penerima upah yang minim, seperti kelompok rentan dan miskin. Belakangan malah penghasilan mereka nyaris tidak mampu mengimbangi kenaikan konsumsi. Ditandai dengan kenaikan proporsi konsumsi terhadap pendapatan. 

Akhirnya, sebagian harus "memakan" saldo tabungannya. Mereka bukan pula termasuk penerima bantuan, sebagaimana kelompok miskin menerima bantuan sosial. Memang dilematis kedudukan kelompok menengah ini.

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri, dalam artikel Kompas "Kelas Menengah: Dari Zona Nyaman ke Zona Makan", menjelaskan bahwa rumitnya perlindungan sosial untuk kelas menengah ini bukan hanya soal dukungan keuangan, melainkan juga sosial kualitas. Kelas menengah akan menuntut berbagai layanan dengan kualitas yang baik, yang tentunya memiliki dampak ekonomi politik.

Dari penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa kelas menengah terlanjur memiliki standar hidup yang tinggi, tidak bisa disejajarkan dengan kelas-kelas di bawahnya. Selain itu, kelas menengah ini merupakan kelompok yang pernah menikmati kelebihan dari penghasilannya. Tujuan hidupnya tidak lagi sekedar menyelesaikan kebutuhan pokok, lebih dari itu, mereka hendak meraih kesenangan.

Makan tak cuma untuk mengatasi lapar, namun juga ajang guna menghibur diri atau membangun jejaring sosial. Mereka tidak selalu makan di rumah atau membawa bekal, tetapi juga menikmati hidangan di kafe. Pakaian bukan sekadar sepatutnya, tapi kudu trendy, stylish. Begitupun kepemilikan gawai, bukan hanya pertimbangan fungsional, tetapi perlu seri terkini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun