Belakangan ini marak pemberitaan berkurangnya mesin ATM dan penutupan sejumlah kantor cabang bank. Banyak beredar analisis penyebabnya, diantaranya penghematan biaya operasional atau transformasi transaksi digital.
Pendapat yang terakhir cukup menarik, coba kita telaah sejauh mana digitalisasi membawa perubahan pada industri keuangan.Â
Kehadiran Kemudahan
Ada kecenderungan orang untuk selalu mencari kemudahan. Pencarian itu pada akhirnya menghasilkan inovasi. Ingat, saat Wright bersaudara ingin memudahkan perjalanan, terciptalah pesawat terbang.Â
Thomas Alva Edison hendak memudahkan cahaya buatan, dihasilkanlah lampu pijar. Alexander Graham Bell memimpikan kemudahan obrolan, terwujudlah telepon. Itulah sebagian contoh invensi yang diinisiasi keinginan menjalani hidup dengan lebih mudah.
Sama halnya dalam ekosistem pembayaran. Jika kita runut sejarahnya, manusia mengawalinya dengan barter. Satu pihak menyediakan barang tertentu untuk ditukar dengan barang milik pihak lain. Nampaknya, cara itu cukup merepotkan karena adanya potensi ketidaksesuaian nilai barang yang dipertukarkan.Â
Hingga akhirnya, orang menciptakan alat tukar berupa uang. Diawali dari uang komoditas, berkembang ke uang logam hingga uang kertas. Uang digunakan sebagai alat bayar yang memudahkan penyetaraan nilai barang.
Seiring waktu, orang merasa memegang uang merepotkan dan ada risiko kehilangan. Lalu, terciptalah mekanisme pembayaran non tunai, ada transfer, pembayaran menggunakan kartu, hingga yang terkini, memanfaatkan gawai.Â
Terkait pemanfaatan gawai, cara itu merupakan jawaban atas kebutuhan kemudahan pembayaran terkini. Sekarang, gawai merupakan perangkat yang melekat dalam keseharian manusia. Momentum pandemi lalu semakin menyuburkan ketergantungan pembayaran dengan perangkat genggam.
Ada yang Salah?Â