QRIS Game ChangerÂ
Pada 2019, Bank Indonesia (BI) menerbitkan kebijakan penyatuan QR Code dari berbagai penyedia jasa pembayaran menjadi QR Code Indonesia Standard (QRIS). Penyatuan itu semakin memudahkan penggunaan pembayaran berbasis QR Code, pengguna hanya cukup menyediakan satu aplikasi dan QR tunggal. Kemudahan semacam itu rupanya menjadi titik awal masifnya pemanfaatan QRIS.
Teknologi Pembayaran MerakyatÂ
Jika kita melihat perjalanan sistem pembayaran, terutama yang berbasis teknologi, baru QRIS lah yang mampu menjangkau semua lapisan masyarakat. Coba saja sekarang kita lihat, sudah banyak usaha mikro, seperti warung tegal atau bahkan gerobak dorong, yang menyediakan QRIS. Tidak lagi nampak eksklusivitas dalam penyediaan fasilitas pembayaran non tunai.Â
Lain halnya dengan instrumen pembayaran non tunai sebelumnya. Sebut saja kartu debit, hanya toko-toko kelas menengah ke atas yang umumnya menyediakan electronic data capture atau EDC untuk memfasilitasi pembayaran kartu tersebut.Â
Penggunaan QRIS terus meningkat. Data BI April 2024 menunjukkan nominal transaksi Rp44,16 triliun atau meningkat 194,06% secara tahunan. Penggunanya pun sudah mencapai 48,90 juta dengan jumlah merchant 31,86 juta. Angka tersebut tentunya masih berpotensi bertambah.
Manfaat Berantai
Keberadaan fasilitas pembayaran non tunai yang merakyat itu membawa manfaat berantai. Diawali dengan terwujudnya inklusi keuangan atau semakin banyak orang yang terhubung dengan lembaga keuangan formal.Â
Hal itu dikarenakan pengguna QRIS umumnya mempunyai rekening di bank. Ketika kian banyak orang berhubungan dengan layanan keuangan formal, semakin mudah mekanisme intermediasi antara penyedia dana dan mereka yang membutuhkan. Selanjutnya, kesejahteraan meningkat dengan menurunnya angka kemiskinan.
Transaksi Lintas Negara
Tidak hanya memasyarakatkan non tunai di dalam negeri, QRIS mampu memfasilitasi transaksi lintas negara. Pembayaran menggunakan QRIS bisa dilakukan di beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.Â