Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Optimis, Ekonomi Domestik Terus Membaik

3 Mei 2024   23:35 Diperbarui: 3 Mei 2024   23:45 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

BI-Rate pada Rabu (24/4) naik menjadi 6,25% setelah bertahan pada 6,00% sejak bulan Oktober 2023. 

Apapun kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia (BI), baik menurunkan, menahan, atau menaikkan suku bunga acuan, biasanya menuai tanggapan beragam. 

Kali ini, mereka yang memandang perlunya penguatan nilai tukar rupiah (yang sudah terpuruk sejak pertengahan April) sekaligus pentingnya mengantisipasi lonjakan dampak rembetan berupa inflasi tinggi, mendukung kebijakan kenaikan tersebut.

Sebaliknya, bagi mereka yang keberatan beralasan bahwa kebijakan dimaksud akan mempengaruhi kenaikan suku bunga pinjaman, yang dapat memberatkan debitur, dan bisa jadi menahan ekspansi usaha.

Bagaimana impak sebenarnya kenaikan BI-Rate? Perlu waktu untuk melihatnya.

Fenomena Mexican Standoff

Menarik sekali pendapat pengamat ekonomi Fithra Faisal yang menyebut konflik Iran dengan Israel sedang memasuki fenomena Mexican Standoff. Artinya, kedua belah pihak seakan-akan sedang saling menodongkan pistol. Masing-masing tidak ada yang memulai tembakan karena mereka saling sadar kekuatan lawannya. 

Ya betul, baik Iran maupun Israel sudah tahu negara-negara mana yang akan turut meramaikan konflik jika perseteruan dilanjutkan. Kemungkinan besar ada Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Rusia, dan China.

Ketegangan tanpa tindakan antara Iran dan Israel mengakibatkan dunia terus was-was, ketidakpastian pun berlanjut. Ketidakpastian itu rupanya berpotensi mengganggu kestabilan ekonomi dunia. Kondisi tersebut menjadi salah satu pertimbangan BI menaikkan suku bunga acuannya.

Kegamangan AS

Pada Rabu (1/5) Federal Reserve mengumumkan untuk mempertahankan suku bunganya pada 5,25%-5,5%. Angka itu merupakan level tertinggi sejak 2 dekade. 

Bank sentral AS nampaknya belum percaya diri menurunkan suku bunganya, mempertimbangkan inflasi mereka yang masih tinggi. Seperti biasa, suku bunga tinggi kerap menjadi amunisi bank sentral untuk menurunkan inflasi.

Dengan masih tingginya suku bunga acuan bank sentral, menandakan bahwa perkiraan trend suku bunga higher for longer belum berakhir. 

AS, sebagai poros ekonomi dunia, memang sedang menghadapi kegamangan. Sebelumnya, artikel Finamcial Times berjudul The Biden Dilemma on Israel menyoroti bagaimana pemerintah AS menghadapi dilema menyikapi Israel. 

Apakah akan membantunya sebagai bentuk persekutuan atau tidak. Jika yang pertama dipilih, perang timur tengah pun dapat berkobar, yang di dalamnya turut campur negara kuat lainnya, Rusia dan China. 

Kegamangan sikap politik itu sepertinya merembet pada ketidakpercayaan diri dalam pengambilan kebijakan ekonomi.

Menakar Dampak Kebijakan

Meskipun kondisi di luar masih menyisakan ketidakpastian,, sinyal positif mulai nampak di perekonomian domestik. 

Pada Kamis (2/5), Badan Pusat Statistik mengumumkan inflasi Indeks Harga Konsumen sebesar 3,00%. Angka itu menunjukkan bahwa inflasi terkendali karena masih dalam rentang 1,5%-3,5%. 

Selain itu, kurs rupiah dibandingkan dollar AS mulai menunjukkan trend penguatan. Pada Jumat (3/5), nilai tukar Rupiah tercatat Rp16.094,00 (JISDOR) atau sudah meninggalkan zona Rp16.200-an.

Optimisme kondisi perekonomian nasional juga telah disuarakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Diantaranya, perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2024 yang berada di atas 5% atau lebih tinggi dari triwulan IV 2023. 

Sinyal dari KSSK, yang beranggotakan Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan, menandakan bahwa fundamental perekonomian Indonesia masih kuat untuk menaham tekanan ekonomi global.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah kestabilan politik. Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa pemilihan presiden rupanya tidak menimbulkan gejolak. Jika kondisi itu berlanjut, maka transisi politik pada sekian bulan mendatang diharapkan tidak menganggu laju perekonomian.

Membangun perekonomian domestik yang kuat samahalnya dengan membangun benteng yang kokoh. Benteng yang akan melindungi bangsa kita dari gempuran luar yang mungkin kuat dan terkadang tidak terduga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun