Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mencegah Salah Kaprah QRIS

2 Maret 2024   12:43 Diperbarui: 13 Maret 2024   16:30 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi QRIS. Sumber: KOMPAS.com

"Pakai QRIS apa?" Pertanyaan yang sempat trending di X (Twitter) beberapa waktu lalu. Atau, mungkin ada yang pernah mendengar kalimat ini, "Kalau pakai QRIS minimal transaksi Rp10 ribu". Ada juga yang seperti ini, "Jika bayar pakai QRIS kena charge sekian persen".

Pengalaman di atas menggambarkan masih adanya kemungkinan salah kaprah masyarakat terhadap pemanfaatan QRIS. Memang, trend bayar pakai QRIS termasuk baru diantara pembayaran non tunai yang lain, seperti kartu debit atau kartu kredit. QRIS diperkenalkan oleh Bank Indonesia (BI) pada 2019.

QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard merupakan penyatuan berbagai macam QR Penyedia Jasa Pembayaran (bank atau non-bank). Jadi, masyarakat tidak perlu direpotkan mengunduh berbagai macam aplikasi pembayaran. Cukup satu aplikasi QR bisa digunakan untuk transaksi di aplikasi QR apapun.

Yang Perlu Diketahui

Kegusaran netizen mengenai pertanyaan jenis QRIS yang digunakan dengan demikian cukup beralasan. Apapun penyedia QRIS-nya sebetulnya tidak menjadi persoalan. Maksudnya, kalaupun penyedia QRIS pembeli dengan penyedia QRIS penjual (merchant) berbeda, transaksi tetap bisa diproses. Upaya memudahkan transaksi itulah yang menjadi daya tarik utama QRIS.

Selain kemudahan, BI dalam penjelasan ketentuannya menyebutkan QRIS ini salah satunya diarahkan untuk mendukung inklusi keuangan. Termasuk di dalamnya adalah pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Dari situ dapat ditangkap semangat bank sentral yang hendak memfasilitasi transaksi non tunai untuk segala kalangan. Dan tentunya, dengan jumlah nominal kecil sekalipun.

Kesimpulannya, QRIS dapat digunakan untuk transaksi retail hingga serupiah pun, tidak ada batasan minimal transaksi. Ketentuan BI yang ada hanya terkait maksimal transaksi yaitu Rp10 juta per transaksi.  

Kemudian, konsumen pun semestinya dibebaskan dari berbagai biaya transaksi menggunakan QRIS. Hal itu sudah ditegaskan dalam Pasal 52 ayat (1) Peraturan BI No. 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PBI PJP). Pasal dimaksud melarang penyedia barang/jasa mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada pengguna jasa (pembeli). Oleh karenanya, seharusnya tidak ada pengenaan charge kepada pembeli yang menggunakan QRIS.

Mengapa Salah Kaprah?

Salah kaprah yang masih terjadi bisa dipicu beberapa faktor. Pertama, penyedia jasa pembayaran kurang mengedukasi pedagang yang menggunakan QRIS. Kondisi itu kemungkinan bisa terjadi karena petugas penyedia jasa pembayaran sebatas fokus pada pencapaian target merchant QRIS, sebagaimana banyak terjadi saat ini. Tapi, bisa juga karena para pedagang yang enggan memperhatikan informasi-informasi terkait pemanfaatan QRIS.      

Kedua, munculnya pertanyaan mengenai QRIS apa yang digunakan, boleh jadi karena kekurangpahaman pedagang mengenai fitur penyatuan QR pembayaran dalam QRIS. Namun, tak menutup kemungkinan, pertanyaan itu dikarenakan adanya tren pemberian diskon, cash back, atau penawaran menarik lainnya apabila konsumen menggunakan QRIS dari penyedia tertentu.

Ketiga, masih adanya praktik pengenaan biaya tambahan diduga karena pedagang hendak membebankan biaya Merchant Discount Rate (MDR) kepada konsumennya. MDR adalah biaya yang dikenakan penyedia jasa pembayaran kepada merchant saat bertransaksi menggunakan QRIS. Angkanya pun bervariasi dari 0% - 0,7% per transaksi dan tergantung kategori merchant. Misalnya, kategori usaha mikro akan dikenakan MDR 0,3% jika transaksi di atas Rp100 ribu.

Mencegah berbagai salah kaprah tersebut tentu harus diawali dengan edukasi yang baik. Penyedia jasa pembayaran mempunyai kewajiban untuk melakukan edukasi kepada para merchant, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) PBI PSP.

Selain edukasi, penyedia jasa pembayaran juga wajib memastikan kepatuhan merchant terkait larangan pengenaan tarif tambahan. Keharusan itu juga sudah diperintahkan dalam Pasal 52 ayat (2) PBI PSP.

Dalam tataran penerapannya, penegakan aturan itu memang tidak mudah. Namun, untuk menciptakan ekosistem pembayaran berbasis digital yang sehat, maka penyedia jasa pembayaran perlu mengupayakannya semaksimal mungkin. Sehatnya ekosistem pembayaran berpengaruh dalam upaya percepatan pertumbuhan ekonomi dari aspek kecepatan, kemudahan, dan kelancaran transaksi keuangan.        

QRIS Terus Melaju

Wajar jika masyarakat semakin kritis apabila menemukan ketidaknyamanan dalam transaksi pembayaran menggunakan QRIS. Pembayaran berbasis QR tersebut semakin populer yang dibuktikan dengan tingkat penerimaan masyarakat yang tinggi. Data BI per Januari 2024 menunjukkan nominal transaksi QRIS mengalami pertumbuhan tahunan 149,46%, nominal mencapai Rp31,65T, jumlah pengguna 46,37 juta, dan jumlah merchant 30,88 juta. Sebagian besar merchant adalah UMKM.

Diperkirakan, QRIS akan terus melaju seiring kesadaran dan kenyamanan masyarakat bertransaksi non tunai. Apalagi, dengan kian bertambahnya inovasi pembayaran tersebut. Sebut saja, telah adanya QRIS transfer, tarik, dan setor tunai yang dapat mempermudah masyarakat yang jauh dari kantor bank atau mesin ATM. Ada pula QRIS lintas negara yang memberikan kenyamanan transaksi dengan beberapa negara menggunakan QRIS.

Kecenderungan masyarakat untuk memilih cara pembayaran yang paling mudah dan nyaman adalah keniscayaan. Dengan berbagai fiturnya, saat ini QRIS lah yang dapat memenuhi tuntutan masyarakat itu. Salah kaprah yang masih bermunculan merupakan dinamika dari pembelajaran dalam proses transisi cara pembayaran. Edukasi yang berkelanjutan adalah kunci untuk mencegah salah kaprah itu.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun