Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Uang Logam, Sering Dilupakan tapi Masih Diperlukan

13 Desember 2023   18:04 Diperbarui: 14 Desember 2023   01:35 1977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia, sistem pembayaran yang berkembang sifatnya memperluas alternatif instrumen. Artinya, meskipun pembayaran berbasis teknologi terus berkembang, tidak berarti menghilangkan pembayaran konvensional. Masyarakat diberikan pilihan untuk melakukan pembayaran secara digital maupun tunai.

Patut diakui, masih banyak masyarakat Indonesia yang tetap mengedepankan transaksi tunai. Merubah budaya transaksi tidak bisa dilakukan secara spontan dan instan. Infrastruktur internet di kawasan remote juga masih terbatas. 

Belum lagi, penduduk usia lanjut yang sulit beradaptasi dengan teknologi. Mereka semua masih memerlukan instrumen pembayaran uang kertas dan logam.

Memperlakukan Uang

Semisal, jika 100 juta orang Indonesia membiarkan uang logamnya senilai Rp1.000 di rumah, maka akan terdapat dana menganggur sebanyak Rp100 milyar. Dana sejumlah itu, jika dimanfaatkan, cukup besar untuk mendukung pemberdayaan ekonomi, seperti penyaluran kredit mikro, perdagangan di sektor riil, dll.

Poin pentingnya, perlunya perubahan perilaku masyarakat terhadap uang logam. Sebisa mungkin uang tersebut bisa dimanfaatkan dalam transaksi sehari-hari. Toh, sesuai ketentuan, uang tersebut masih berlaku sebagai alat pembayaran.

Ada sektor-sektor ekonomi yang sering memerlukan uang logam. Sebut saja, toko retail modern yang kerap beralasan tidak memiliki kembalian uang logam sehingga menawarkan untuk disumbangkan. Atau, pedagang kaki lima yang sering kesulitan mencari uang kembalian, dan transaksi nilai receh lainnya.

Kalau pun tidak dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi, ketimbang didiamkan, uang logam bisa pula disalurkan untuk berbagai kepentingan sosial.

Selain pemanfaatan, perlu juga diperhatikan hal-hal yang patut dihindari dalam memperlakukan uang logam. Misalnya, kasus melebur uang logam untuk dimanfaatkan bahannya, seperti pernah terjadi beberapa tahun silam. Ulah tersebut didorong oleh nilai bahan pembuat uang logam (nilai intrinsik) yang lebih mahal daripada nilai nominal uang itu. Ada pula, uang logam yang malah digunakan untuk membuat kerajinan hiasan dinding.

Uang logam, sebagaimana uang kertas, harus digunakan dengan baik sesuai dengan fungsinya sebagai alat pembayaran. Tidak kalah penting, memanfaatkan uang logam sebagaimana mestinya juga bentuk penghormatan kita kepada simbol negara. Uang Rupiah adalah bagian dari simbol kedaulatan negara. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun