Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Boikot Produk, Tidak Salah tapi Tidak Mudah

11 Desember 2023   23:11 Diperbarui: 11 Desember 2023   23:11 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kekhawatiran aksi boikot produk diduga terafiliasi Israel menyasar produk dalam negeri sudah diutarakan Asosiasi Pengusaha Indonesia. Mereka mengatakan, aksi boikot menimbulkan kerugian bagi dunia usaha karena dilakukan pada sektor usaha yang menyerap tenaga kerja (Harian Neraca).

Didukung Konstitusi

Boikot semacam produk bertujuan menghambat pemasukan suatu negara yang akan digunakan untuk pendanaan agresi. Bagi Indonesia, tindakan tersebut sah sesuai amanah konstitusi UUD 1945 yang menolak secara tegas penjajahan di atas dunia. Sebagian besar negara di dunia sudah sepakat bahwa aksi militer Israel ke Palestina merupakan bentuk penjajahan, bahkan disertai genosida.

Akan lebih baik lagi, jika langkah yang diambil Indonesia telah dipertimbangkan secara matang, penuh perhitungan, dan tidak tergesa-gesa. Upaya melalui jalur ekonomi ini bagaimanapun dapat menimbulkan konsekuensi bagi perekonomian domestik.

Selain amanah konstitusi, upaya untuk membantu perjuangan negara terjajah seperti Palestina termaktub juga dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 83 Tahun 2023 Tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina.

Dalam Rekomendasi No. 3 fatwa tersebut disebutkan bahwa Umat Islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.

Rekomendasi itulah yang kerap dikaitkan dengan boikot produk. Memang, fatwa tersebut sifatnya adalah himbauan dan ditujukan kepada Umat Islam. Namun, mengingat 87% penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, apabila benar-benar diterapkan maka dapat menjadi gerakan nasional.

Kehati-hatian Melangkah

Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam menindaklanjuti rekomendasi itu.      

Pertama, produk apa saja yang terafiliasi dengan Israel. Mengenai produk dimaksud, MUI tidak mengeluarkan daftarnya. Memang bukan ranah MUI mengeluarkan daftar produk semacam itu. Adapun daftar yang sempat keluar ke publik sifatnya adalah "dugaan terafiliasi". Sayangnya, daftar tersebut tidak memiliki kejelasan sumber. Sebagian diduga menggunakan referensi boikot produk serupa oleh negara lain.    

Kedua, maksud "terafiliasi dengan Israel". Makna "terafiliasi" tentunya luas, selama ada hubungan dua pihak secara langsung maupun tidak. Misalnya, kepemilikan saham, kerjasama, aliran dana dan banyak bentuk hubungan lainnya.

Tentu bukan hal gampang membuktikan hubungan tersebut. Yang perlu menjadi perhatian, ketika keberadaan afiliasi tersebut belum dapat dibuktikan secara clean and clear atau masih sebatas dugaan, yang terjadi adalah potensi ketidaktepatan pengambilan tindakan.  

Ketiga, memahami "yang mendukung penjajahan dan zionisme". Kalimat tersebut bisa diartikan siapapun yang memberikan dukungan terhadap penjajahan dan zionisme. Dengan demikian, larangan bertransaksi dan menggunakan produk tidak sebatas dengan Israel, tetapi juga bangsa-bangsa pendukungnya.

Dalam konteks agresi Israel ke Palestina, memahami implementasinya berarti diawali dengan memastikan bangsa-bangsa mana yang mendukung Israel. Setelah itu, produk apa saja yang terafiliasi dengan negara pendukung itu. Jadi, prosesnya lebih panjang dan tentunya, jangkauan produknya lebih banyak dan luas.

Jika benar-benar diterapkan oleh Indonesia, maka perlu pula dipersiapkan dampaknya terhadap perekonomian nasional. Pastinya, dampaknya lebih luas daripada sekedar mengembargo produk afiliasi negara agresor.

Sebagai tambahan, kehati-hatian menentukan produk yang hendak diboikot ini penting juga untuk mencegah adanya pihak yang tidak bertanggung jawab menunggangi aksi tersebut. Misalnya, penyebaran fitnah untuk menjatuhkan usaha lain atau semacam persaingan usaha tidak sehat.

Mungkinkah Berhasil?    

Secara statistik, memang terdapat aktivitas ekonomi Indonesia yang terkait dengan Israel. Nilai cost, insurance, and freight (CIF) impor dari Israel ke Indonesia pada Januari-September 2023 mencapai 14,4 juta dollar Amerika Serikat (AS) berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

Kemudian, jika dikaitkan dengan negara pendukung agresor, mengutip penjelasan Dubes Palestina untuk Indonesia dalam podcast Deddy Corbuzier, Inggris dan AS adalah diantara negara pendukung aksi zionisme. BPS mencatatkan nilai CIF impor dari awal tahun dari Inggris sebesar 908 juta dollar AS dan dari AS sebesar 1,05 milyar dollar AS.

Apabila boikot produk dilakukan, maka itulah gambaran nilai ekonomi yang dapat terpengaruh. Dari angka-angka itu, perlu pembedahan data merek produk-produk yang diimpor dari negara-negara dimaksud. Rumit memang, tapi seperti itulah konsekuensi perdagangan dan pergerakan dana global yang semakin terkoneksi.

Mengenai efektivitasnya, gerakan boikot sudah membuktikan kesuksesannya dalam banyak peristiwa. Merangkum paparan Dr. Indrawan Nugroho dalam podcast-nya, berbagai contoh aksi boikot yang berhasil yaitu boikot bus Montgomery AS yang menghasilkan larangan segregasi di transportasi umum, boikot terhadap perusahaan minyak Shell di Afrika Selatan yang menghasilkan pengakhiran apartheid, dan boikot terhadap Israel yang menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 3 milliar dollar AS pada 2022.

Efek Samping              

Jadi, kemungkinan keberhasilan boikot ekonomi dapat menghentikan tindakan agresi tetaplah ada. Meskipun demikian, ketika boikot dilakukan di Indonesia, perlu antisipasi dampak rambatannya. Dalam skenario terburuk, ada kemungkinan terhentinya aktivitas produksi, berlanjut pada penutupan kegiatan usaha, yang akhirnya berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Nasib para pekerja yang terdampak PHK perlu diperhatikan. Setiap pengangguran tersebut kemungkinan memiliki tanggungan keluarga. Akibatnya, jumlah penduduk yang terdampak pun bisa berlipat. Secara statistik, jumlah pengangguran saat ini tercatat 7,8 juta sesuai data BPS Agustus 2023.

Mereka yang terdampak itu juga belum tentu tahu persoalan afiliasi tempatnya bekerja dengan aksi agresi. Mereka sekedar mencari nafkah dari lapangan pekerjaan yang tersedia.

Tetap Peduli

Indonesia pastinya tetap peduli dengan upaya pembebasan negara terjajah, seperti Palestina. Dalam hal tindakan boikot dilakukan sebagai bentuk kepedulian itu, Indonesia tentunya peduli pula terhadap penduduknya yang mungkin terdampak.

Kembali menegaskan, aspek clean and clear penentuan sasaran boikot produk sepatutnya dikedepankan. Tidak dibenarkan apabila boikot dilakukan secara serampangan hanya karena terbawa emosi sesaat karena berita sesat yang beredar. Tentu butuh waktu dan kesabaran dalam memastikan kelayakan suatu produk sebelum diboikot.

Sembari menjalankan proses itu, Indonesia masih mempunyai jalan lain guna membantu warga tertindas di Palestina. Secara individu, penggalangan dan penyaluran bantuan melalui lembaga yang kredibel bisa dilakukan. Atau, bantuan paling minimal, berupa doa yang tulus pun sudah sangat berarti bagi para korban.

Secara kenegaraan, pemerintah Indonesia telah mengupayakan upaya diplomasi dalam berbagai forum guna mengajak penghentian konflik bersenjata di Palestina.  

Terakhir, pemerintah dan masyarakat perlu memperkuat kerjasama dan saling kontrol dalam pengambilan sikap boikot produk. Dengan kerjasama itu, semoga Indonesia dapat terus mempersembahkan perannya dalam menghapuskan penjajahan. Sekaligus, memastikan perekonomian penduduknya tetap terlindungi selama aksi solidaritas dilakukan.

Memang tidak mudah, tapi bisa...    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun