Pembelajaran Berharga
Peringatan yellow card Danau Toba hendaknya bisa menjadi early warning atau malah pembelajaran berharga bagi pengelolaan pariwisata di Indonesia. Mengingat, pariwisata Indonesia saat ini sedang memasuki momentum kebangkitannya, pasca terpuruk karena Pandemi Covid-19.
Sejumlah trend peningkatan seperti, jumlah kunjungan, tingkat hunian hotel, frekuensi penerbangan, bahkan devisa negara, membuktikan momentum pemulihan sektor pariwisata.
Pemerintah pun sebenarnya telah memetakan beragam hambatan dan menyiapkan banyak strategi pemanfaatan peluang sektor pariwisata. Semuanya sudah terangkum dalam Outlook Pariwisata 2023/2024 yang dirilis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Lalu, dari sudut pandang saya sebagai masyarakat, ada beberapa poin yang bisa menjadi bahan evaluasi.
Kelembagaan Pengelolaan
Merujuk rekomendasi UNESCO, lembaga internasional tersebut menyoroti pengoptimalan peran lembaga pengelola Toba Caldera.
Obyek wisata, khususnya wisata alam, tidak bisa hanya bergantung pada keindahan alam yang sudah tersedia (given). Perlu adanya pihak yang berperan mengelola obyek tersebut. Tentunya tidak harus suatu lembaga resmi semacam badan otorita. Bisa saja, masih sebatas kelembagaan informal bentukan penduduk sekitar, seperti Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) atau karang taruna.
Penunjukkan satu pihak sebagai pengelola akan mempermudah manajemen obyek wisata. Maksudnya, dengan mekanisme satu pintu, strategi pengembangan obyek akan lebih jelas, terarah, dan terkoordinir dengan baik.
Contoh, Sugeng Handoko bersama Pokdarwis Nglanggeran Gunung Kidul yang sukses menggarap desa gersang dan miskin di sana menjadi wisata Gunung Purba. Kawasan tersebut bahkan termasuk dalam geosite Gunung Sewu yang diakui UNESCO Global Geopark.
Kunjungan Berulang