Berita seorang debitur peer to peer lending AdaKami yang mengakhiri sendiri hidupnya sempat viral beberapa hari yang lalu. Ramainya pemberitaan dipicu dugaan almarhum mendapat teror penagih utang (debt collector). Benar atau tidaknya, tentu memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Kejadian semacam itu mengingatkan saya pada peristiwa meninggalnya nasabah Citibank, Irzen Octa, pada tahun 2011. Nasabah tersebut diduga menjadi korban tindak kekerasan beberapa debt collector yang menagih pelunasan tagihan kartu kredit. Sebagian pelaku akhirnya dijatuhi hukuman penjara.
Bank Indonesia (BI), saat itu juga menjatuhkan sanksi kepada Citibank berupa larangan penerbitan kartu kredit dan penggunaan jasa penagihan hutang, masing-masing selama 2 tahun.
Persoalan penagihan, terutama oleh jasa penagihan (debt collection), memang rawan menimbulkan persoalan. Posisi debitur yang umumnya sudah lemah acapkali menjadi sasaran tindakan kekerasan, tekanan fisik dan verbal (mental), serta berbagai perilaku tidak beretika.
Otoritas keuangan, seperti BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebenarnya telah mengeluarkan aturan terkait penagihan oleh pihak ketiga, sesuai cakupan kewenangan masing-masing otoritas tersebut. Jadi, otoritas mengatur penyedia jasa pembayarannya atau pelaku usaha jasa keuangannya, bukan perusahaan penyedia jasa penagihannya.
Penagihan oleh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP)
PJP adalah bank atau lembaga selain bank yang menyediakan jasa untuk memfasilitasi transaksi pembayaran kepada pengguna jasa, diantaranya penerbit kartu kredit. Otoritas yang berwenang terhadap PJP adalah BI.
Ketentuan terkait penagihan PJP telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 23/6/PBI/2021 Tentang Penyedia Jasa Pembayaran. Dalam Pasal 191 PBI dimaksud, PJP wajib mematuhi pokok etika penagihan utang.
Etika yang disebutkan dalam PBI adalah PJP menjamin penagihan utang baik yang dilakukan PJP sendiri maupun melalui jasa penagihan, dilakukan sesuai ketentuan BI dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Atas dasar itu, penagihan utang tersebut juga wajib patuh pada aturan-aturan selain PBI, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selanjutnya, PJP wajib menjamin bahwa pelaksanaan penagihan utang kartu kredit hanya untuk utang dengan kualitas kredit diragukan atau macet. Untuk mengetahui kualitas kredit, nasabah dapat melakukan pengecekan pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) di kantor OJK atau melalui fasilitas online yang disediakan OJK.