Pengenaan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS kepada usaha mikro sempat ramai diperbicangkan masyarakat. MDR merupakan biaya yang dikenakan kepada pedagang oleh Penyedia Jasa Pembayaran. Sesuai rilis Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia 22 Juni 2023, penyesuaian kebijakan MDR QRIS bagi merchant (pedagang) usaha mikro menjadi 0,3% efektif sejak 1 Juli 2023. Â Â
Dengan adanya respon masyarakat tersebut, sebenarnya kita bisa melihat antusiasme mereka terhadap fasilitas pembayaran berbasis QR code ini. Sebagian tidak mempersoalkan pengenaan MDR dan akan tetap menggunakan QRIS. Sebagian lain, mengharapkan kebijakan tersebut bisa ditinjau ulang. Wajar, muncul perbedaan pandangan terhadap suatu kebijakan baru. Apalagi, kebijakan tersebut terkait pengurangan kenyamanan.
Mengapa harus ada MDR?
Dari penjelasan Bank Indonesia (BI), MDR QRIS sebenarnya pernah dikenakan pada awal peluncurannya tahun 2019 yaitu sebesar 0,7% untuk semua jenis usaha. Namun, saat pandemi tahun 2020, kebijakan MDR usaha mikro untuk sementara menjadi 0%. Jadi, MDR sekarang sudah lebih rendah dari MDR saat awal penerapannya.
Lalu, mengapa perlu ada MDR? Dalam QRIS, banyak pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian transaksinya. Mereka diantaranya Penyedia Jasa Pembayaran (bank/non bank), lembaga switching (pemroses data transaksi pembayaran), merchant aggregator (pihak yang meneruskan pembayaran dari penyedia jasa pembayaran kepada penyedia barang/jasa), dan pengelola National Merchant Repository (sistem yang berfungsi untuk menatausahakan data pedagang pengguna QRIS).
Pihak-pihak tersebut tentunya mengeluarkan berbagai macam biaya untuk operasional hingga pengembangan sistem. Jadi, MDR akan didistribusikan kepada pihak-pihak tersebut sebagai kompensasi biaya yang mereka keluarkan itu.
Karena MDR dikenakan kepada pedagang maka akan menjadi beban biaya pedagang. Untuk para konsumen, mereka seharusnya tidak dikenakan. Larangan itu diatur dalam Pasal 52 Peraturan BI No. 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran yang melarang pedagang mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada konsumen terkait MDR. Penyedia jasa pembayaran wajib memastikan pedagang tidak melanggar ketentuan dimaksud. Â Â
Seberapa kuat QRIS?
Dalam perjalanannya selama 3 tahun, pembayaran menggunakan QRIS sudah mulai umum dilakukan oleh masyarakat. Data BI menunjukkan, hingga Mei 2023, pengguna QRIS sudah mencapai 36 juta, merchant sebanyak 26,1 juta, nominal transaksi tercatat Rp18,8T, dan volume transaksi sebanyak 185 juta. Jumlah yang besar itu menunjukkan penerimaan masyarakat yang tinggi. Tentunya, aspek kemudahan dan kenyamanan merupakan daya tarik utamanya. Â
Lanjutkah Menggunakan QRIS?
Dengan adanya beban biaya MDR QRIS, pedagang tentu harus merelakan margin keuntungannya sedikit tergerus. Muncullah pertanyaan, apakah mereka akan tetap menggunakan QRIS? Sebelum menjawabnya, coba kita bahas secara singkat.
Dari sisi masyarakat sebagai konsumen, secara alamiah mereka tidak akan meninggalkan sesuatu yang sudah memudahkan dan menyamankan. Permintaan pembayaran dengan QRIS pun akan terus berlanjut dan bahkan diperkirakan bertambah. Penambahan itu seiring perluasan fiturnya, seperti QRIS antarnegara dan QRIS tarik setor tunai.
Beralih ke sisi pedagang, QRIS sudah membuktikan manfaatnya. Pelaku usaha mikro memiliki kesempatan menyediakan pembayaran non tunai dengan metode yang lebih praktis dan murah, cukup cetak kode QR. Sebelumnya, pilihan instrumen non tunai adalah mesin EDC yang kurang diminati usaha sekelas itu.
Selanjutnya, dengan memanfaatkan QRIS, usaha mikro bisa mulai membiasakan berbaur dengan ekosistem digital. Banyak manfaat yang dapat diperoleh, selain kemudahan transaksi mereka juga belajar melakukan pengelolaan usaha yang tertib. Transaksi keuangan berbasis digital akan terdata dengan baik.Â
Data tersebut dapat dikelola (data mining) untuk keperluan tertentu seperti pemantauan kemajuan usaha guna menilai kondisi usaha (profiling). Data itu kemudian dapat menjadi bahan pertimbangan lembaga keuangan sebelum menyalurkan kredit atau pembiayaan. Â Â Â
Berikutnya, persoalan pengelolaan uang tunai. Menerima pembayaran tunai memang mudah namun ada yang kudu dipertimbangkan. Pedagang perlu mengalokasikan biaya mobilitas pengelolaan uang, seperti mobilisasi penyetoran ke bank. Pedagang juga harus memastikan ketersediaan pecahan uang kecil untuk kembalian, sesuatu yang merepotkan.
Masalah klasik yang masih sering muncul, risiko keamanan terutama potensi menerima uang yang diragukan keasliannya (uang palsu). Dari data BI, sejak Januari-Mei 2023 masih terdapat temuan 52.510 lembar uang palsu. Data itu bisa bertambah jika diakumulasikan dengan temuan aparat polisi.
Terakhir, kemudahan pembayaran juga dapat menjadi pertimbangan konsumen untuk membeli barang kepada pedagang tertentu. Sebut saja, dalam suatu pagelaran pekan raya UMKM, konsumen sekarang dapat memutuskan membeli barang pada UMKM yang menyediakan fasilitas QRIS. Hal itu dikarenakan konsumen cenderung tidak mempersiapkan uang tunai dalam jumlah yang besar.
Dari berbagai manfaat itu, pedagang bisa mulai berhitung. Terus menggunakan QRIS atau menghentikannya sehingga kembali membatasi diri hanya menerima pembayaran tunai dengan segala konsekuensinya.
Kenyamanan itu Berbiaya
Segala yang gratis memang melenakan tetapi sulit diterapkan dalam proses bisnis berbasis teknologi dalam jangka panjang. Kita lihat saja trend transaksi platform marketplace ataupun jasa pesan makanan online. Belakangan ini, platform-platform dimaksud mengenakan berbagai biaya tambahan karena tuntutan finansial dan operasional, bahkan kepada konsumennya. Sebut saja, munculnya biaya aplikasi atau servis yang pada awalnya gratis. Namun, apakah konsumen terus hengkang dari platform itu? Ternyata tidak, mereka tetap menerima karena memang sudah terbiasa dengan kenyamanan yang diberikan.
Begitupun dengan QRIS, MDR ini cepat atau lambat akan dikenakan juga. Rangkaian proses bisnis dalam ekosistem pembayaran digital menuntut injeksi dana guna menjaga keberlangsungan operasionalnya. Bagi pedagang, tidak ada paksaan memilih suatu cara pembayaran, tunai atau non tunai. Yang perlu menjadi catatan, jika ada yang mudah kenapa pilih yang susah?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H