Digital Banking bukan Segala-Galanya
Pemikiran bahwa digital banking bukan segala-galanya sekilas terkesan anti teknologi. Tapi coba kita cermati dulu, memang benar, layanan perbankan berbasis digital menciptakan kenyamanan dan kemudahan. Namun, dalam kondisi tertentu, penggunaan layanan tersebut bisa kontraproduktif. Kondisi itu biasa terjadi pada nasabah lanjut usia atau mereka yang sulit memahami penggunaan fitur-fitur smartphone. Kesadaran pribadi untuk menjaga keamanan siber pada kelompok tersebut tentunya rendah sehingga sangat riskan menjadi korban kejahatan. Pilihan terbaik adalah tetap memanfaatkan layanan perbankan berbasis offline/ konvensional. Memang merepotkan dan tidak praktis, tapi akan lebih repot lagi jika harus mengurus dana yang hilang karena terkena serangan siber. Atau setidaknya, bisa menggunakan instrumen sistem pembayaran semi konvensional seperti ATM namun tetap dengan pendampingan keluarga atau orang yang apat dipercaya. Â Â
Memperhatikan dan melakukan 3 langkah sederhana tersebut belum tentu menghilangkan risiko kejahatan siber, tapi setidaknya mencegah dan menguranginya. Jika sementara pihak ada yang memilih meninggalkan layanan perbankan, itu justru jauh lebih berisiko, misalnya menyimpan uang tunai dalam jumlah besar di dalam rumah. Industri perbankan memang terus meningkat sistem kemanan siber mereka. Namun, pelaku kejahatan juga berlomba menciptakan modus baru. Nasabah tidak tahu mana yang lebih cepat. Tetapi, nasabah mempunyai kesempatan untuk mengusahakan pengamanan dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H