Himpunan Bank Negara (Himbara) telah mengumumkan bahwa per 1 juni 2021, transaksi melalui ATM Link akan dikenakan biaya. Sekedar memperjelas, ATM Link adalah ATM gabungan antara bank-bank anggota Himbara atau bank BUMN yang terdiri dari Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN. Kita bisa mengetahui bahwa ATM termasuk ATM Link dari stiker logo ATM Link yang biasa ditempel di mesin ATM (logo berwana merah putih).
Pada mulanya, keberadaan ATM Link ini adalah untuk mempermudah transaksi ATM nasabah bank Himbara. Mereka tidak dapat melakukan berbagai transaksi tanpa dikenakan biaya. Misalnya, nasabah BNI bisa melakukan transaksi penarikan uang di ATM Mandiri yang berlogo Link tanpa dikenakan biaya. Berbeda jika penarikan dilakukan di luar ATM Link, misalnya di ATM yang berlogo ATM Bersama maka akan dikenakan sejumlah biaya tertentu.
Namun, terhitung awal Juni 2021, privilege bebas biaya tersebut dihilangkan karena adanya pengenaan biaya di ATM Link jika nasabah melakukan pengecekan saldo (Rp2.500,00) dan tarik tunai (Rp5.000,00). Apabila transaksi dilakukan pada jaringan ATM masing-masing bank maka tetap tidak dikenakan biaya. Misalnya, nasabah Mandiri menarik uang di ATM Mandiri maka masih bebas biaya. Lain halnya, jika penarikan dilakukan di ATM BNI maka akan berlaku pembebanan biaya.
Menanggapi pertanyaan terkait pengenaan biaya tersebut, salah satu petinggi bank BUMN menyatakan bahwa hal tersebut untuk meningkatkan kenyamanan nasabah.Â
Menurut pandangan saya, pernyataan tersebut perlu diperjelas kembali mengingat pengenaan biaya sekecil apapun tidak akan memberikan kenyamanan kepada nasabah yang telah terbiasa memperoleh layanan gratis.Â
Alasan semacam itu sebenarnya telah kerap dilontarkan pelaku bisnis layanan. Sebut saja, ketika penyedia jasa e-wallet (seperti Go-Pay atau OVO) mengenakan biaya RP1.000,00 untuk setiap isi ulang atau biaya platform sebesar Rp2.000,00 oleh Go-Food.
Jika ditelaah lebih lanjut, menurut pandangan saya pengenaan biaya lebih didorong oleh beberapa alasan di luar peningkatan kenyamanan nasabah. Pertama, bank sedang berupaya meningkatkan pendapatan dari fee based income.Â
Pendapatan semacam itu diperoleh dari tariff layanan tarik tunai, transfer, safe deposit box, dan sebagainya. Fee based income income adalah sumber pendapatan bank di luar suku bunga kredit. Pertimbangan mendorong fee based income ini bisa jadi untuk menutup penurunan pendapatan dari suku bunga kredit yang menurun selama pandemic.
Kedua, perbankan saat ini sedang mendorong nasabahnya untuk mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas digital yang telah disiapkan, diantaranya mobile banking.Â
Pemanfaatan layanan mobile banking untuk cek saldo dan Tarik tunai tidak dikenakan biaya. Dengan adanya pengenaan biaya di mesin ATM maka bank Himbara berharap nasabah mereka beralih ke layanan digital.Â
Dalam hal ini, perbankan tentunya telah mengalokasikan biaya investasi yang besar untuk membangun system digitalnya, tidak terkecuali bank-bank Himbara. Pengalihan layanan konvensional ke layanan teknologi selain memberikan kemudahan bagi nasabah, juga dapat menekan biaya operasional bank, misalnya perawatan ATM maupun biaya tenaga kerja layanan nasabah.
Terakhir, pemerintah dan bank sentral di dunia (termasuk di Indonesia) saat ini telah mengambil kebijakan guna mendorong transaksi non tunai. Perbankan pun berupaya untuk menerapkan strategi yang sejalan dengan kebijakan tersebut.Â
Keberhasilan peningkatan transaksi non tunai dapat dilakukan diantaranya dengan cara pengurangan kenyamanan transaksi tunai secara bertahap.Â
Pengenaan biaya merupakan cara efektif untuk menurunkan kenyamanan tersebut. Perbankan memang telah menerapkan pula strategi cash back atau diskon bagi nasabah yang melakukan pembayaran non tunai, misalnya diskon jika pembayaran menggunakan mobile payment (QRIS) atau kartu kredit, tetapi cara tersebut tentu tidak dapat diterapkan seterusnya. Hal itu akan memberatkan bank-bank karena mereka harus mengalokasikan biaya subsidi diskon yang cukup besar.
Itulah tiga hal menurut pandangan saya yang setidaknya melatarbelakangi pengenaan biaya transaksi di ATM Link. Pastinya masih banyak pertimbangan lainnya yang belum tercantum dalam tulisan singkat ini. Apapun itu, pengalihan transaksi tunai ke transaksi non tunai, khusunya transaksi berbasis digital, merupakan rencana besar jangka panjang yang perlu diterapkan setahap demi setahap sejak sekarang. Pastinya tidak nyaman merubah kebiasaan bertransaksi, tetapi jika dilakukan secara perlahan dan bertahap maka kebiasaan itu akan terbentuk juga pada akhirnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H