Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Saatnya Uang Tunai Dihapuskan?

27 April 2021   23:33 Diperbarui: 28 April 2021   00:06 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalihan transaksi tunai menjadi non tunai sudah menjadi trend dunia, termasuk di Indonesia. Hal itu tidak dapat dielakkan seiring dengan makin berkembangnya layanan teknologi keuangan. Digitalisasi makin lama makin merambah hampir seluruh kehidupan kita, termasuk dalam hal keuangan. Masyarakat pun kian dimanjakan dengan beragam kemudahan dari pembayaran non tunai berbasis teknologi. Dari perkembangan itu, apakah sudah saatnya uang tunai dihapuskan?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, coba kita evaluasi dan sedikit membandingkan pembayaran tunai dan non tunai saat ini.

Transaksi non tunai umumnya erat kaitannya dengan transaksi menggunakan teknologi, seperti halnya mobile payment, e-wallet, QR code, dll. Transaksi menggunakan teknologi umumnya lebih familiar bagi kalangan muda yang cenderung mudah beradaptasi dengan teknologi. Bagi kelompok senior, mereka cenderung memilih pembayaran tunai. Kecepatan adaptasi teknologi mereka tentunya berbeda dengan kaum muda sehingga pembayaran cash dinilai lebih mudah.

Selanjutnya, transaksi menggunakan teknologi umumnya masih populer di area perkotaan. Coba saja kita berbelanja di daerah non perkotaan apalagi kawasan remote, tidak banyak dari pedagang yang menyediakan fasilitas pembayaran non tunai, misalnya Electronic Data Capture (EDC) atau QR Code. Mereka masih sebatas menerima pembayaran tunai. Masyarakat di kawasan tersebut pun cenderung lebih nyaman memegang uang kertas ataupun logam. Budaya bayar tunai belum terlepas dari mereka.

Masih terkait dengan area, wilayah Indonesia yang luas belum seluruhnya terjangkau oleh kualitas sinyal yang memadahi, masih ada blank spot. Transaksi berbasis digital tentunya memerlukan kualitas sinyal yang baik. Sudah pasti, masyarakat di kawasan tersebut masih menggantungkan aktivitas ekonominya pada pembayaran tunai. Pemerintah saat ini memang telah mengupayakan pemerataan akses internet ke seluruh wilayah Indonesia, tentunya upaya itu butuh waktu.

Hal lain yang perlu dilihat, kecepatan transaksi. Kerapkali baik penjual maupun pembeli yang ingin cepat menyelesaikan transaksinya memilih pembayaran tunai. Serahkan uang selesai urusan meskipun terkadang terkendala masalah uang kembalian. Transaksi non tunai tidak selalu menjamin proses cepat tersebut. Kasir masih perlu memasukkan data-data tertentu secara manual sebelum memproses pembayaran (misalnya input nomor kartu debit). Belum lagi jika terdapat kendala sinyal atau error.

Berikutnya, adanya pengenaan biaya layanan. Biaya tersebut di antaranya adalah Merchant Discount Rate atau biaya yang dikenakan kepada pedagang terkait transaksi pada EDC atau QR payment. Dari sisi konsumen, terdapat biaya isi ulang untuk e-wallet, umumnya Rp1.000,00. Pedagang kerap khawatir pengenaan biaya tersebut akan menggerus margin keuntungannya, apalagi pedagang kecil yang marginnya cukup tipis. Hal itu berdampak mereka lebih memilih pembayaran tunai.

Beberapa isu di atas merepresentasikan bahwa uang tunai masih sangat dibutuhkan. Hal itu dibuktikan juga dari data Bank Indonesia. Hingga Maret 2021, uang kartal yang diedarkan masih tercatat cukup tinggi yaitu Rp 782.7T. Memang patut kita akui, pembayaran non tunai memiliki banyak kelebihan seperti aman dari uang palsu, langsung masuk rekening, bebas dari risiko penularan virus, dll. Untuk itu, modernisasi pembayaran perlu dilakukan secara bertahap. Mengambil pengalaman India beberapa tahun yang lalu, penghilangan transaksi tunai yang terburu-buru justru menimbulkan persoalan.

Kita tidak dapat mengingkari bahwa perubahan ke depan adalah pengalihan transaksi tunai ke non tunai. Namun, sekali lagi, penahapan dengan memperhatikan kesiapan masyarakat adalah kunci penting. Mereka yang tidak adaptif lagi dengan teknologi (misal kelompok senior) dan mereka yang tidak memiliki akses teknologi yang memadahi (misal remote area) tetap berhak memperoleh layanan pembayaran tunai yang optimal. Jadi kesimpulannya, untuk saat ini, pilihan kanal pembayaran masih perlu disediakan, baik tunai atau non tunai, yang terpenting masyarakat terlayani dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun