Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Peluang dan Tantangan Pembayaran Menggunakan QR Code

4 April 2021   16:51 Diperbarui: 8 Juli 2023   19:28 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara pembayaran terus berkembang. Dari awalnya menggunakan uang kertas dan logam, sekian decade belakangan pembayaran sudah memanfaatkan teknologi. Uang dialihkan dalam bentuk kartu, baik kartu kredit, ATM, kartu debet dan uang elektronik. Masyarakat pun sekarang telah terbiasa memanfaatkan pembayaran dengan berbagai kartu tersebut.

Ternyata teknologi pembayaran tidak hanya berhenti pada alat pembayaran berbasis kartu. Seiring meningkatnya pemanfaatan smartphone, pilihan alat pembayaran pun dapat menggunakan perang genggam tersebut. Beberapa tahun ini, industri keuangan, baik bank maupun non bank, mengembangkan layanan pembayaran menggunakan smartphone dan QR code. Mereka diantaranya adalah Linkaja, GoPay, OVO, dan masih banyak lainnya.

Sebagaimana teknologi pembayaran sebelumnya, pemanfaatan QR code ini memiliki peluang untuk terus berkembang. Ada beberapa hal yang memungkinkan hal tersebut.   

Pertama, teknologi pembayaran terakhir ini lebih sederhana daripada teknologi sebelumnya. Dari sisi penjual (merchant), mereka tidak harus menyediakan EDC. Cukup dengan menyediakan kode QR yang dicetak Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Dari sisi konsumen, mereka cukup menggunakan smartphone yang telah di-install aplikasi pembayaran QR. Cara bertransaksinya hanya dengan memindai (scanning) QR code dengan smartphone.

Kedua, Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan penyatuan QR code dari berbagai PJSP. Penyatuan itu kemudian disebut Quick Response Indonesia Standard (QRIS). Dengan adanya penyatuan tersebut, merchant cukup menyediakan 1 QRIS untuk menerima pembayaran dari berbagai PJSP.  

Ketiga, pembayaran dengan QR umumnya ditujukan untuk transaksi retail atau kecil. Atas dasar itu, keberadaannya cocok untuk membantu transaksi UMKM, sekaligus mendukung tahapan digitalisasi UMKM yang memang sangat diperlukan saat ini. Selain UMKM, keberadaan QR juga dapat mempermudah pembayaran layanan public dengan nominal kecil seperti parkir atau retribusi sampah.

Keempat, terkait dengan layanan public, pembayaran dengan QR memudahkan tracking pemasukan daerah sehingga mengurangi kebocoran pendapatan. Hal dimaksud karena uang yang masuk langsung tercatat di rekening bank Pemerintah daerah. Pada akhirnya, dalam jangka panjang dan bertahap, pendapatan daerah pun dapat ditingkatkan.

Peluang pemanfaatan inovasi pembayaran QR masih memungkinkan untuk dioptimalkan. Guna mencapainya, ada beberapa tantangan yang masih perlu diatasi. Tantangan itu diantaranya keterbatasan sinyal internet, kepemilikan smartphone, pengenaan biaya transaksi, dan banyak masyarakat yang masih memilih transaksi tunai.

Kualitas sinyal internet sudah pasti menjadi syarat mutlak keberhasilan transaksi QR. Dana yang dimiliki pengguna tersimpan dalam uang atau dompet elektronik yang hanya bisa diakses secara online. Masih banyak wilayah di Indonesia yang belum memperoleh kualitas sinyal internet yang memadahi. Proyek palapa ring yang dijalankan Pemerintah diharapkan dapat segera selesai. Dengan demikian, aksesibilitas sinternet yang baik semakin meluas dan merata di seluruh wilayah Indonesia.

Berikutnya, teknologi pembayaran QR memerlukan smartphone. Berdasarkan survey Katadata, pengguna smartphone di Indonesia tahun 2020 masih sekitar 70%. Namun, angka tersebut menurut mereka diperkirakan mengalami peningkatan terus dan akan mencapai 89% pada tahun 2025. Optimisme itu tidak berlebihan mengingat harga perang cerdas tersebut saat ini semakin terjangkau.

Biaya transaksi menjadi isu yang kerap ditanyakan. Bagi pengguna, beberapa PJSP, telah mengenakan biaya Rp1.000,00 untuk setiap pengisian ulang. Dari sisi merchant, terdapat biaya merchant discount rate (MDR) 0,7% per transaksi. Sebagian merchant masih keberatan dengan besaran biaya itu yang kemungkinan akan menggerus margin keuntungannya. Bank Indonesia saat ini masih memberikan kebijakan kelonggaran pembebasan MDR hingga akhir tahun untuk mendongkrak penggunaan transaksi QR. PJSP juga memberikan diskon dan cashback untuk penggunanya.

Terakhir, pilihan masyarakat untuk membayar dengan uang tunai masih cukup tinggi. Hal itu dapat terjadi karena banyak diantara mereka yang belum mengetahui keberadaan teknologi pembayaran QR ini. Mereka juga merasa lebih tenang dan nyaman memegang uang tunai. Edukasi yang berkelanjutan menjadi kunci untuk merubah kebiasaan tersebut.

Pembayaran menggunakan QR code memang telah menjadi bagian dari pergeseran gaya hidup yang semakin digital. Keberhasilan membudayakannya tentu tidak tergantung pada kebijakan pembebasan biaya MDR maupun cashback. Kondisi itu mungkin tidak selamanya dapat diterapkan. Kebiasaan pembayaran menggunakan QR code akan terbentuk dengan sendirinya ketika para pengguna telah merasakan kenyamanannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun