Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Bankir - Menulis Untuk Berbagi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pembobolan ATM karena Setruk, Mungkinkah?

27 Juli 2020   00:13 Diperbarui: 27 Juli 2020   00:23 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemberitaan kompas.com (23/7 dan 24/7) mengenai pembobolan rekening di beberapa bank daerah hingga ratusan juta cukup mengagetkan. Terlebih lagi, kejadian itu dipicu oleh penyalahgunaan setruk ATM.

Dalam laman berita itu, dijelaskan secara singkat, modus pembobolan adalah pelaku mengambil struk korban yang ditinggalkan di ATM. Dengan struk itu, pelaku dapat memperoleh nomor rekening dan informasi saldo korban.

Selanjutnya, mereka mencari identitas lain korban dari data pemilih di website milik KPU dan membuat KTP palsu.Penjelasan ringkas tersebut sepertinya belum dapat menggambarkan modus pelaku. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, apabila memang di setruk ATM mencantumkan nomor rekening (mungkin juga nama nasabah) dan jumlah tabungan, masih belum cukup  mengenal identitas nasabah.

Kedua, kalaupun dikaitkan dengan data KPU, sepemahaman saya untuk memanggil data KPU maka harus menggunakan nomor KTP (pastinya tidak ada di struk ATM).

Selain itu, KPU tidak memiliki data nomor rekening pemilih. Jadi, sulit mengkaitkan data struk ATM dan data KPU. Kecuali, pelaku mempunyai kemampuan meretas situs KPU dan menyamakan data yang minim di struk dengan data di KPU.

Ketiga, jika pelaku mampu memalsukan KTP dan mengaku ATM hilang, untuk dapat memperoleh ATMnya kembali dia harus menjalani proses lumayan panjang. Dimulai dari kepolisian (surat keterangan hilang) hingga klarifikasi data di bank, misalnya menunjukkan buku tabungan.

Dalam kasus pembobolan kali ini, mungkin saja, selain KTP yang dipalsukan, pelaku memalsukan pula dokumen surat dari kepolisian dan buku tabungan. Selanjutnya, ketika di bank bisa jadi petugas tidak melakukan pengecekan dokumennya secara detail.

Memang bukan hal mudah mengidentifikasi keaslian beberapa dokumen. Khusus buku tabungan, biasanya terdapat tanda tangan tersembunyi yang hanya bisa dilihat dengan infra red (semacam invisible water mark).

Selain dokumen, sebenarnya petugas di bank mengajukan klarifikasi data berupa pertanyaan unik, seperti nama ibu kandung. Jika hal itu sudah dilakukan, entah bagaimana pelaku modus struk bisa memperoleh informasi khusus itu. Menjadi pertanyaan lagi, mereka bisa melakukannya di bank daerah yang berjauhan yaitu di Sumatera dan Sulawesi dalam waktu berdekatan.

Mempertimbangkan ketiga hal dimaksud, rasanya perlu didalami lagi modus pelaku yang terkesan cukup sederhana, hanya memanfaatkan setruk ATM dan data KPU.

Terlepas dari kasus struk (tetapi mungkin ada kaitannya juga), pembobolan data ATM umumnya melalui modus skimming. Dengan modus tersebut pelaku mampu merekam data yang tersimpan di kartu ATM dengan menggunakan alat skimmer (alat duplikasi data yang biasa digunakan di hotel untuk menduplikasi kunci berbasis kartu) yang dipasang di mesin ATM.

Dari data itu, pelaku mampu mengkloning kartu ATM dan menarik dana korban. Sebagian kasus semacam itu dilakukan oleh sindikat yang tersebar di berbagai tempat. Dengan demikian, tidak mengherankan kasus skimming bisa terjadi di berbagai wilayah di Indonesia bahkan lintas negara dalam waktu berdekatan.

Risiko skimming mulai dikurangi semenjak banyak bank merubah kartu ATM dari teknologi magnetic stripe menjadi chip.

Meskipun pembobolan dengan setruk ATM ini belum jelas modus pastinya, para nasabah sebaiknya tetap berhati-hati dalam menggunakan ATMnya. Ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan.

1. Simpan setruk ATM atau hancurkan sebelum dibuang. Beberapa mesin ATM bahkan memberikan opsi untuk tidak mencetak struk. Nasabah dapat melihat saldo rekeningnya langsung di layar ATM.
2. Lakukan penggantian kartu ATM yang telah menggunakan chip.
3. Aktifkan fitur pengaman transaksi, seperti notifikasi melalui SMS atau enail.
4. Lakukan pengecekan saldo secara berkala. Fasilitas online banking memudahkan proses itu.

Bagi petugas bank, kepatuhan terhadap SOP menjadi kuncinya. Klarifikasi data nasabah khususnya jika terjadi permintaan penggantian ATM atau permintaan data yang berhubunan dengan rahasia bank perlu lebih diperketat.

Adakalanya nasabah merasa tidak nyaman dengan proses itu. Tetapi, demi keamanan dana semestinya sedikit ketidaknyamanan bukan persoalan besar. Menjadi jauh tidak nyaman ketika dana hillang sekejap.

Semoga bermanfaat.

Sumber:

regional.kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun