Dia adalah pimpinan kelompok pemuda yang berinisiatif menculik Sukarno dan Hatta. Dalam penyusunan teks proklamasi, Sukarni lah yang mengusulkan penulisan kalimat ‘Atas nama Bangsa Indonesia, Sukarno-Hatta’.
Setelah proklamasi kemerdekaan, dia menjabat sebagai ketua umum Partai Murba. Tahun 1961-1964, Sukarni menjabat sebagai duta besar di Peking, ibu kota Republik Rakyat Tiongkok. Perbedaan pandangan politik dengan Sukarno akhirnya membawa Sukarni masuk ke penjara menjadi tahanan politik. Pada masa Orde Baru, Sukarni dibebaskan dan ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung tahun 1967. Dia juga memperoleh penghargaan Bintang Mahaputra. Tokoh muda itu wafat tahun 1971 namun baru ditetapkan sebagai pahlawan nasional tahun 2014.
Achmad Soebardjo
Achmad Soebardjo termasuk dalam golongan senior. Dialah yang mewakili golongan tua untuk berdialog dengan golongan muda mengenai rencana proklamasi. Bersama Sukarno dan Hatta, dia juga turut menyusun naskah proklamasi.
Pasca proklamasi Achmad Soebardjo diangkat menjadi menteri luar negeri dan selanjutnya menjadi duta besar Swiss. Dia wafat pada tahun 1978 dan ditetapkan sebagai pahlawan nasional tahun 2009.
Wikana
Karena koneksi Wikana dengan Angkatan Laut Jepang (Kaigun), teks proklamasi dapat dirumuskan di rumah Laksamana Maeda di Menteng. Dia jugalah yang mengatur semua keperluan pembacaan teks proklamasi di Pegangsaan 56.
Pasca proklamasi kemerdekaan, Wikana ditarik oleh Perdana Menteri Sjahrir untuk menjadi Menteri Negara Urusan Negara. Dia juga sempat menjadi anggota MPRS. Wikana bergabung dengan PKI dan sempat menjadi pimpinan PKI bawah tanah. Tahun 1966, sekelompok orang berseragam tentara meringkus Wikana. Dia termasuk tokoh yang menghilang dan diduga meninggal dibunuh pada peristiwa pasca G30S PKI.
Chaerul Saleh
Chaerul Saleh merupakan bagian dari kelompok pemuda yang turut mempelopori penculikan Sukarno dan Hatta.
Pasca kemerdekaan, karir Chaerul cukup cemerlang diantaranya yaitu menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Veteran pada Kabinet Djuanda (1956) dan menjadi Wakil Perdana Menteri III (1963). Namun, akhir karir Chaerul kurang menguntungkan karena pada masa pemerintahan Suharto (1966) Ia ditangkap sebab dianggap mendukung kebijakan Sukarno yang pro-komunis. Chaerul Saleh meninggal tahun 1967 dengan status tahanan politik. Â Â