Masih kecil pas lebaran nyiapin baju. Udah gede nyiapinnya mental.
Beberapa orang yang berlebaran cenderung melakukan body shamming, nanyain "Kok sekarang tambah gendutan, eh sekarang kok makin kurus", karir shamming, "Sudah naik jabatan, sekarang sudah kerja dimana, tahun ini ada rekrutmen BUMN lo, daftar ya" pasangan shamming, "Mana gandengannganya? Masih jomblo saja?" Satu kata buat yang nanya-nanya begitu, santai saja, jawab dengan senyum termanis yang kamu miliki. Meminta doanya saja, semoga harapan dan cita tahun ini bisa terwujud segera.
Memilih topik obrolan ketika berkumpul dengan keluarga atau orang yang baru kita temui memang gampang-gampang susah, di satu sisi kepengen terlihat akrab di mata orang lain semisal keponakan dan sepupu, namun di sisi lain bisa jadi pertanyaan ini "menyakitkan dan beban pikiran"setelah bertemu.
Setidaknya, ada beberapa cara agar tidak insecure atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan bersikap biasa-biasa saja, menganggapnya sebagai angin lalu, pemanis dan pencair suasana. Memposisikan diri untuk menerima beragam pertanyaaan random dari saudara jauh yang baru bertemu di even lebaran seperti ini. Pertanyaan ini mungkin akan membuka jalan untuk mendapatkan pekerjaan, membuka akses pendidikan atau syukur-syukur mendapatkan pasangan karena pertanyaan-pertanyaan ini.
Hari raya lebaran seharusnya dan harus menjadi momen kebersamaan dan kebahagiaan bersama keluarga dan orang-orang yang dekat dengan kita, khususnya orang tua. Jangan sampai karena hal-hal kecil ini dan pikiran anda sendiri, mengubah suasana lebaran yang bahagia menjadi suram. Momen lebaran, hari yang dipenuhi oleh kegemberiaan, oleh karena itu, ketik bertemu dengan saudara kita seiman untuk saling memberikan selamat atas kebahagiaan yang diraih saat hari raya.
Bahkan ulama salafus shalih menganjurkan untuk saling memberikan salam keselamatan di hari raya, bersyukur saat mendapatkan nikmat dan keterhindaran dari mara bahaya sampai dengan titik ini. Lebaran menjadi momen menjadi penanda kita sudah selesai menjalankan salah satu dari rukun Islam, puasa dan meng-implementasikan-nya dalam tradisi perayaan kebahagiaan sebagai wujud syukur kepada Allah SWT.
Melengkapi kebahagiaan dengan merasakannya dengan orang-orang terkasih, hadir dalam pertemuan jiwa dan raga dalam satu majlis. Bermudik ria di saat lebaran, mengisi kerinduan di tanah rantau untuk kembali melihat tanah kelahiran. Tradisi luhur untuk bersuka cita, mengingat lagi memori kebahagiaan di masa kecil dan bersimpuh kepada orang tua. Mengakui diri sebagai pribadi yang tidak luput akan khilaf dan kesalahan diri
Menjadikan mudik sebagai sebuah perjalanan cinta, cinta orang tua, saudara dan kampung halaman, menjadikaanya sebagai tameng insecure, benteng ketidakpastian hidup. Mudik mungkin penuh akan derita, bermacet di jalan dan kelelahan menempuh perjalanan yang jauh, tetapi patut disadari bahwa derita itu lah yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan. Menancapkan dalam diri dan hati kita untuk tidak akan lagi menyakiti hati apalagi sampai melukai secara fisik. Menyadari bahwa setiap orang memilik peran dan jasa yang tidak akan bisa terbayar terbalas dengan lunas.
Kata Rumi: "Jika saja Maryam tidak merasakan derita melahirkan, ia tidak akn menuju pohon kebahagiaan".
Sebagaimana pula sabda Nabi dalam hadisnya: "Rasullah berkata, langkah indahnya dirimu (Mekah). Engkaulah yang paling ku cintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini"Â (HR al-Tirmidzi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H