Nabi Muhammad adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan dan bersedekah saat bulan Ramadhan. Keutamaan sedekah dan berderma yang dilaksanakan di bulan Ramadhan tentu lebih besar dibandingkan dengan sedekah yang dilakukan di bulan lainnya.
Ibadah yang disyariatkan oleh Allah kepada manusia pasti memiliki nilai nilai filosofi yang terkandung di dalam, bisa dalam latar belakang ibadah tersebut disyariatkan ataupun ketika menjalankan ibadah tersebut secara konntinyu dan tentunya terpenuhi segala syarat yang melingkupinya, tidak terkeceuali zakat dan sedekah.
Ibadah zakat merupakan salah satu dari rukun islam dan memiliki kedudukan penting dalam agama, bentuk bersedekah yang telah diatur secara rinci dalam Islam, mulai dari bentuk dan takarannya. Perlu menjadi poin awal bahwa zakat secara bahasa berarti berkembang dan pensucian, dan secara istilah adalah bagian tertentu dari harta yang telah diwajibkan oleh Allah untuk sejumlah orang atau golongan yang berhak menerimanya.Â
Syariat agama Islam telah menetapkan siapa saja yang berhak, diantaranya amil yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikakn kepada mereka yang telah ditetapkan menerima.  Selain mengelolanya si amil juga menetapkan sanksi sanksi kepada mereka yang enggan demi terlaksananya zakat sesuai dengan pentunjuk Al Quran dan Hadis. Setidaknya ada beberapa alasan yang  bisa dikemukakan untuk menjelaskan tentang nilai filosofi dari pensyariatan zakat.
Ketika orang yang memiliki harta dan telah memenuhi syarat wajib mengeluarkan namun enggan mengeluarkan kewajiban atas harta tadi, maka ia akan mendapatkan siksa di dunia maupun akhirat
Muslimin hari ini dengan masa awal Nabi tentunya berbeda jauh dalam keadaan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Ketika Makkah telah menjadi kota pendagangan membawa perubahan pola pikir dimana sebelumnya keanggotaan suku menjadi kriteria solidaritas sosial, namun kemudian bergeser bahwa kekayaan menjadi orientasi mereka bukan kebersamaan.
Maka muncullah budaya individualisme dan materialisme dimana ketika mereka melakukan hanya berorientasi pada kekayaan semata. Orang semakin banyak mementingkan kepentingan sendiri, dan melakukan kerjasama dengan orang hanya untuk melindungi aset yang dimiliki.
Jika hal ini terjadi terus menerus, akan menjadikan bom waktu untuk keutuhan suatu bangsa dan membuat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Yang kaya semakin kaya dan bersifat kikir tidak mau mengeluarkan zakat untuk kebutuhan sosial. Sebaliknya si miskin semakin menderita akibat si kaya yang tidak memberikan hak mereka. Melatih diri bersedekah dan mendermakan harta, pikiran dan senyum adalah sarana yang diajarkan Nabi untuk satu rasa sepenanggungan, memunculkan empati diri mendorong untuk membantu kebutuhan dasar orang-orang yang kurang beruntung.
Perlu diketahui bahwa begitu banyak hak orang lain terhadap harta yang dimiliki oleh orang kaya. Hak orang -orang miskin yang memerlukan uluran tangan dan sedekah  orang kaya sekedar sejumlah kebutuhan seperti sandang, pangan dan papan serta kebutuhan kebutuhan pokok lain yang amat dibutuhkan mereka sebagai selayaknya seorang manusia.
Kesenjangan sosial tidak akan terjadi jikalau kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi. Jika ada sejumlah orang miskin yang kelaparan dan sebagian hidup bermewahan, maka yang lapar boleh untuk menuntut hak mereka dengan paksa. Kesenjangan yang menimbulkan kekerasan fisik dan bentrok pernah terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar dimana orang kaya pada saat itu enggan untuk mengeluarkan zakat sebagai salah satu bagian rukun Islam.
Melakukan shalat memperlambangkan hubungan baik dengan Tuhannya, sedangkan berzakat dan bersedekah menjadi lambang bentuk keshalehan sosial dengan sesama manusia. Begitu banyak orang orang hanya disibukkan dengan ibadah individu dan mengabaikan ibadah sosial diantaranya bersedekah dan berderma sehingga tidak memiliki kepekaan terhadap kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan kesulitan hidup yang dirasakan saudaranya.
Orang kaya secara hakikat adalah mereka yang memperoleh titipan dari Allah yang Maha Kaya untuk nantinya disalurkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan dan selaras dengan kehendak pemilik aslinya, Allah SWT.
Konsekuensi bagi mereka yang diberikan titipan kelebihan harta tersebut, harusnya memenuhi ketentuan ketentuan Allah baik dalam pengembangan  atau penggunaannya. Salah satu dari konsekuensi adalah untuk mengakui adanya kewajiban yang ditetapkan bagi mereka mengeluarkan zakat demi kesejahteraan masyarakat dan ibadah sunnah semisal sedekah serta infaq.
Zakat adalah salah satu diantara rukun islam yang kedudukannya sama dengan shalat, puasa dan haji. Umat islam Indonesia sangat memperhatikan ibadah shalat, puasa, dan haji akan tetapi kurang memperhatikan terhadap zakat. Padahal jika kita melihat kewajiban membayar zakat sama dengan kewajiban shalat wajib dalam beberapa dalil agama.
Dengan adanya kewajiban zakat menunjukkan bahwa kepemilikan harta bukan mutlak semutlaknya, akan tetapi dia memiliki sisi sosial yang secara tegas harus ditunaikan dan menandakan bahwa islam memberikan tolak ukur keshalihan diri bukan mereka orang yang setiap waktu memutar tasbih saja melainkan juga mereka yang memberikan peran sosial masyarakat secara luas.
Syariat zakat sebatas untuk mencukupi kebutuhan dasar dari orang orang fakir miskin, bukan juga untuk memberikan keseluruhan harta, melainkan hanya sebagian kecil harta. Rasulallah bersabda: "Sesungguhnya Allah mewajibkan atas orang orang kaya kaum muslimin pada harta mereka, sekedar mencukupi kebutuhan orang orang fakir mereka"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H