Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mencontoh Gaya Kepemimpinan Nabi dalam Membimbing Umat

26 April 2022   13:00 Diperbarui: 26 April 2022   13:01 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nabi Muhammad adalah sosok pemimpin yang paling tepat untuk diteladani untuk kita. Dalam diri beliau terdapat sifat jujur, dapat dipercaya, menyampaikan kebenaran dan kecerdasan diri. 

Persoalan pemimpin dan kepemimpinan bukanlah tema baru untuk dibicarakan dan didiskusikan. Kita mungkin hanya sebagian kecil dari masyarakat Indonesia yang menyadari bahwa ada yang salah dengan pengertian pemimpin saat ini. Kita sendiri diminta untuk mengupgrade keilmuan tentang kepemimpinan. Risalah kenabian dan Al-Qur'an menjadi alat untuk menguji pikiran kita tentang apa itu arti sebuah kepemimpinan?

Nabi Muhammad SAW pernah berkata dalam hadisnya, bahwa "Setiap dari kita adalah seorang pemimpin dan setiap pemimpin tersebut akan dimintai pertanggungjawabannya". Hadis ini mengiyakan setidaknya setiap diri kita merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri. Dalam klasifikasi lain, seorang ayah adalah pemimpin bagi keluarganya, ibarat CEO adalah pemimpin bagi bawahannya, dan seterusnya.

Nabi Muhammad adalah sosok pemimpin yang paling tepat untuk diteladani untuk kita. Dalam diri beliau terdapat sifat jujur atau dalam bahasa arab disebut sidiq, dapat dipercaya atau amanah, menyampaikan kebenaran atau tabligh dan kecerdasan diri atau fathonah.

Keempat sifat yang seharusnya juga menjadi syarat wajib untuk menjadi pemimpin kita dipilih. Apabila seorang pemimpin tidak memiliki sifat jujur, bagaimana ia bisa dipercaya memimpin rakyatnya?

Pemimpin juga harus dapat dipercaya dari apa yang ia katakan dan perbuat. Pemimpin ideal harus mampu menyampaikan informasi kepada masyarakatnya sesuai dengan fakta sebenarnya, bukan malah menyebarkan berita bohong. Pemimpin mesti cerdas, tanpa menjadi sok pintar dan menggurui.

Selain empat sifat tersebut, hal lain yang patut diteladani dari Rasulullah SAW adalah sikap pemaaf dan lemah lembutnya beliau, bahkan kepada para penentangnya sekalipun. Rasulullah mampu bersikap lemah lembut kepada orang yang membelot ketika terjadi perang Uhud contohnya.

Dalam hati seorang pemimpin ideal juga menyatu antara rakyat dan Tuhannya. Pemimpin tidak akan mengingkari kepada rakyatnya, karena Tuhan akan murka, begitu pula sebaliknya. Seorang pemimpin tidak akan ingkar kepada Tuhannya sebab akan mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyatnya. Seringkali kita menuntut Tuhan untuk berlaku adil, namun di saat yang bersamaan kita tidak menyadari bahwa keadilan versi Tuhan belum tentu samadengan keadilan versi manusia.

Kita semua mengakui bahwa Tuhan Maha Adil, namun tidak selalu kita mampu memahami bahwa keadilan Tuhan itu tidak selalu samadengan keadilan yang dimaksudkan oleh manusia. Hari ini kita bisa melihat begitu pemimpin sah dan menjabat yang ada ia hanya menjadi ilusi dalam diri dan perilaku pendukungnya adalah mengumpulkan sumber daya untuk kembali berkuasa pada periode selanjutnya.

Padahal aspek yang harus ditekankan adalaa bagaimana kontribusi kepada rakyat seharusnya menjadi faktor utama yang idealnya selalu diutamakan dalam otak para pemimpin. Sejak ia bangun tidur sehingga tidur kembali pada malam harinya, sebuah jabatan seharusnya dipahami sebagai alat untuk menunaikan janji kampanye, tidak sebagai tujuan utama apalagi menambah periode jabatan.

Keteladanan pemimpin bagi orang Islam sudah tentu tolak ukurnya adalah Nabi Muhammad SAW. Perubahan besar harus dimulai dari perubahan yang kecil, dan perubahan itu dimulai dari diri kita sendiri, sebagaimana poin dari pengabdian diri kepada Allah adalah tentang kecintaan diri. Allah menyampaikan dalam sebuah ayat, apabila kita sungguh mencintai Allah maka ikuti dan teladani Nabi Muhammad SAW.

Meneladani Nabi Muhammad SAW tidak harus seratus meniru semua tingkah laku beliau, karena sudah pasti tidak akan mampu. Ada banyak laku spiritual Nabi yang telah membentuk karakter beliau namun kita mengabaikannya, termasuk ketika beliau masih kecil dan sudah dijuluki sebagai Al-Amin.

Tentu saja julukan itu tidak datang tiba-tiba, melainkan ada banyak peristiwa yang mendasari cara pandang dari masyarakat di sekitar beliau ketika itu. Satu hal dari banyak hal yang harus ditiru dan diteladani dari Nabi Muhammad SAW bukan hanya perilaku yang sifatnya artifisial, namun justru yang sifatnya lebih humanis.

Perubahan struktural hanya bisa dimungkinkan jika diawali dari perubahan kultural, dan perubahan tersebut hanya bisa dimungkinkan jika diawali dari perubahan individual. Perbaikan dan perubahan individu manusia merupakan hal paling penting saat ini.

Merubah cara pandang terhadap kualitas calon pemimpin adalah hal utama yang harus kita bangun kembali jika kita bersungguh-sunguh ingin tidak hanya berhenti sebagai pemimpi yang paham akan kepemimpinan. Setiap personal harus sering melatih dan mengasah kepekaan cara berpikir dan kepekaan cara pandangnya sehingga selalu memiliki pembaharuan pemikiran terhadap parameter pemimpin bukan abal abal namun diharapkan mumpuni dalam mengambil setiap kebijakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun