Sebab media sosial lebih mengunggulkan minat (interest) yang kita sukai dan yang mencerminkan diri kita tersebut, membuat kita tanpa sadar terjebak di dalam gemerlap jejaring media sosial.
Tampilan media sosial yang menawarkan ketertarikan dan hal-hal yang kita sukai di sana tidak luput dari peran algoritma yang mempengaruhi di belakang. Dalam ilmu matematika dan komputer, pengertian algoritma adalah suatu prosedur dari langkah demi langkah untuk penghitungan, pemrosesan data dan penalaran otomatis.
Berkat algoritma yang sekarang digunakan, otentisitas dan aktualitas pesan atau informasi yang bersifat real time dan kronologis dikalahkan oleh popularitas topik yang dianggap menarik oleh warganet. Ketertarikan para pengguna media sosial seakan jadi kata kunci intervensi algoritma yang sekarang tengah terjadi.
Contoh salah satu platform media sosial yang mencokolkan algoritma sejenis adalah facebook dan instagram. Coba amati dengan seksama konten di beranda FB dan IG kita dan bandingkan dengan beranda orang lain, sama kah tampilan-tampilan beranda tersebut?
FB dan IG mengumpulkan dan menganalisis riwayat penjelajahan akun media sosial yang dilakukan oleh para pengguna.Â
Semua informasi seperti riwayat klik, suka, komentar, pencarian, teman-teman, lokasi, hingga pandangan politik akan dicatatat dan digunakan untuk memutuskan informasi yang muncul dan tidak muncul di beranda kita.Â
Informasi yang dianggap sesuai dengan minat kita. Upaya tersebut dilakukan lewat algoritma, sebab itulah yang membuat tampilan beranda tiap orang berbeda-beda.
FB dan IG tidak hanya menampilkan kesukaan dan ketertarikan kita, tetapi turut pula menyajikan konten yang memiliki daya tarik emosional seperti informasi pernikahan, kesempatan sekolah, dan informasi lain yang sifatnya membagikan kebahagiaan.Â
Algoritma media sosial berhasil membantu pengguna menemukan cerita-cerita terbaik untuk dibicarakan bersama dengan keluarga. Â Algoritma tersebut juga berlaku sama terhadap konten yang berisi emosi negatif seperti kekhawatiran, kecemasan dan informasi pendorong kebencian.
Celakanya algoritma tersebut menciptakan gelembung tidak terlihat yang memisahkan kita dari sudut pandang yang berlawanan dengan kita. Kita hanya mendapat informasi dari pihak yang sepemahaman dengan kita sehingga kita terisolasi secara intelektual sebab situs yang dibagikan cenderung berisi informasi yang mengonfirmasi kepercayaan kita.
Algoritma tersebut memunculkan fenomena Filter Bubble Efect. Efek filter bubble dan algoritma seakan meminggirkan elemen-elemen jurnalistik terkait informasi yang disebarkan di sana.Â