Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Lelah Fisik dan Mental Akibat Pandemi

4 Februari 2021   07:18 Diperbarui: 4 Februari 2021   08:32 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
COVID-19 || Sumber gambar: twitter/gwsiowhajja

Kapan kelarnya nich? 

Kata ini merupakan perwujudan darri kondisi lelah fisik dan mental akan COVID-19, memasuki fase pandemic fatigue. Semakin hari, semakin berat untuk mematuhi protokol kesehatan.

Pada awal pandemi, dengan mudah orang taat menghindari keramaian, tinggal di rumah, rutin disinfektasi perabotan dan juga barang baru yang akan dibeli, bahkan tidak lupa mengganti masker setiap 4 jam sekali.

Tanpa terasa, pandemi COVID-19 di Indonesia telah berlangsung selama hampir setahun, kita belum tahu kapan pandemi COVID-19 akan berakhir, dan sekarang mengikuti pedoman dasar pencegahan COVID-19, seperti protokol 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) terasa semakin  menjadi tantangan yang berat.

Kelelahan akan menghadapi pandemi atau pandemic fatigue bukanlah hal yang aneh untuk dialami seseorang. Menurut teori psikologi, perubahan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan semisal mematuhi protokol kesehatan, berhenti merokok, diet, rajin berolahraga, setelah melewati 6 bulan dilakukan, ada kemungkinan sebesar lima puluh persen akan kembali ke kebiasan lama.

Namun nyatanya, saat ini kasus harian COVID-19 di Indonesia masih mencapai ribuan orang dan beberapa hari yang lalu sudah menyentuh angka 1 juta lebih kasus. Indonesia bahkan belum mengalami fase gelombang pertama. Hampir 15 ribu orang yang telah meninggal akibat pandemi ini , maka seharusnya saat ini belum waktunya untuk kita kendur dan berhenti berjuang.

Akan tetapi fakta berbicara lain, banyak orang yang merasakan pandemic fatigue, kondisi lelah orang akan wabah dalam fisik dan mentalnya. Berikut sudah saya rangkum beberapa alasan psikologis mengapa kelelahan muncul,  ada beberapa tips untuk menyiasatinya.

Hati-hati jangan picik dalam melihat dan memilah informasi.

"Pandemi sudah berjalan hampir setahun tapi aku dan keluarga belum tertular..."

Dua indikator yang akan memperngaruhi perilaku dan kepatuhan seseorang dalam menjalani protokol kesehatan: persepsi kerawanan dan persepsi keparahan. Mari kita ulas satu persatu.

Persespi kerawanan atau seberapa rentan kita tertular? Walau lebih dari 1 juta orang terkena kasus COVID-19 di Indonesia, secara populasi hanya kurang dari 1 persen terinfeksi. Sekilas angka ini dapat membuat orang meremehkan pandmei. Nyatanbya, tergantung dimana anda tinggal. Di kota besar pusat transmisi, nilai ini akan lebih tinggi. Tidak jarang anda akan mengenal beberapa orang yang positif atau meninggal karena COVID-19 ini.

Persepsi keparahan atau jika tertular, berapa parah gejala yang akan dialami? Seiring dengan meningkatnya pengetahuan medis tentang COVID-19, dokter sekarang dapat lebih baik dalam menangani pasien. Di Indonesia, tingkat kematian pada bulan April 2020 mencapapi 9 persen dan sekarang telah turun ke 3 persen. Walaupun terjadi perbaikan, case fatality rate Indonesia masih secara konstan lebih buruk dibandingan dengan nilai rata-rata dunia.

Pilih 2 lingkaran sosial saja

"Sudah tidak tahan lagi, kangen banget dengan kelurga dan teman-teman.."

Manusia secara alami adalah mahluk sosial. Harus mengubah kebiasaan sosial yang telah dilakukan bertahun-tahun semisal silaturahmi, arisan, atau merayakan momen khusus dengan banyak orang adalah hal yang tidak menyenangkan.

Orang-orang dapat berhenti berkumpul pada 6 bulan pertama pandemi COVID-19 ini. Namun unutuk bisa mempertahankan perilaku tersebut untuk jangka panjang akan berar dilakukan jika terasa lebih banyak sisi negatif daripada positifnya.

Triknya adalah dengan menyeimbangkan jaga jarak dan hubungan sosial. Memilih 2 lingkaran sosial berdekatan berdasarkan pertimbangan yang matang semisal profil resiko, apakah kelompok tersebut memiliki komorbid, dan berapa sering mereka keluar rumah untuk bersosialisasi.

Selalu cek ulang akan apa yang anda yakini

"Tapi, banyak orang juga melakukannya, ngga cuama saya sendiri kok"

Norma sosial adalah aturan yang tidak tertulis tentang bagaimana kita berperilaku seharusnya dalam masyarakat. Salah satu cara mengkomunikasikan norma sosial yang paling efektif melalui observasi perilaku.

Ketika pemerintah membuka kembali pusat olahraga, restoran dan hajatan, anda akan merasa bahwa tempat tersebutt telah dalam tanda kutip "aman" untuk dikunjungi. Begitu pula jika anda melihat banyak orang yang berkerumun tanpa menjaga jarak dan tidak menggunakan masker, anda akan merasa bahwa kondisi telah kembali normal dan cenerung untuk melupakan protokol kesehatan.

Tetap semangat melakukan protokol kesahatan

Beberapa tindakan pencegahan penyebaran COVID-19 yang wajib dilakukan, antara lain: Mencuci tangan secara rutin, gunakan maske, dan menjaga jarak. Dari ketiga protokol tersebut, menjaga jarak merupakan hal yang paling suliut dijaga dalam jangka panjang.

Menjaga jarak hanya dapat menrunkan resiko penularan, bukan menghilangkannya sama sekali. Maka dari itu, keramaain dan perkumpulan besar masih perlu dihindari.

Namun jika sangat diperlukan dan dilakukan dengan penuh tanggung jawab, melakukan pertemuan kecil dengan lingkaran sosial anda mungkin untuk dilakukan. Namun ketahuilah bahwa meskipun ada cara untuk meminimalisir bahaya, bersosialisasi dalam kelompok tetap memiliki resiko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun