Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berpolitik di Republik Dunia Maya

2 April 2019   08:10 Diperbarui: 2 April 2019   08:14 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politikus Licik ~ Sumber gambar: Twitter KomikFaktap

Titik temu bersama menjadi kian bias dan pudar entah kemana. Titik tersebut begitu krusial untuk menyulut api emosional dalam diri penikmat media maya. Tingkat ektremis dalam dunia maya Indonesia kian melejit dalam masyarakat kelas menengah.

Kehidupan maya tentu memiliki pengaruh kehidupan usernya dalam berkehidupan sosial. Pertalian keluarga dan komunitas seringkali menjadi tumbal, petinggi politik hanya bertugas mengipasi isu-isu tersebut. 

Media massa tentu berkaitan dengan sifat sejarah pelakunya. Berita di dunia maya merubah cara manusia melihat perkara dan masalah politik. Informasi poiltik di tahun politik akan selalu muncul bias yang terkesan tidak netral. Menjadikan  netralitas dunia maya adalah prinsip yang yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. 

Membaca setiap informasi dituntut memakai  nalar secara langsung. Media massa apapun mendorong warganya untuk berdiskusi secara rasional dan subsantif tentang berita politik. Selain itu, audio visual semisal televisi juga memiliki peran dalam proses demokrasi. 

Politik televisi kini hanya menyajikan hiburan politik, mendiskusikan pribadi politikus bukan kebijakan yang mereka ambil. Pergeseran orientasi dari yang sebelumnya berdimensi intelektual condong ke dimensi emosional. 

Kita tidak akan berbicara muluk-muluk tentang politik di televisi, karena memang tidak cocok. Lantas apa langkah kita? Tentu mengimbangi membaca serius tentang sesuatu informasi dan mengasah daya nalar secara kontinyu.

Dimensi emosional dalam proses dukung-mendukung kian masif dan merebak di berbagai segmen masyarakat. Emosi massa pendukung atau pembenci kian menjadi dominan dalam membuat preferensi. 

Pilihan politik tak ubahnya hanya berkutat suka atau tudak suka, bukan terbentuk dari proses pembacaan kritis. Demokrasi akhirnya hanya wujud lain dari tirani preferensi mayor. Polarisasi di tengah masyarakat akan kian menganga, urusan piliih memilih hanya menjadi bagian kecil di rentang hidup kita.

Lepas tangan dari semrawuutnya politik bukan jalan terbaik. Berpolitik dengan dunia maya menjadi sebuah keniscayaan. Hal yang perlu kita pikirkan sekarang bersama adalah tentang bagaimana kita mengenali secara radikal akibatnya terhadap pemebentukan emosi, buah pikiran dan tindakan politik kita masing-masing. 

Lantas kita menjadikan dunia maya sebagai sarana berpolitik bukan malah menguasai tujuan kita berpolitik. Menjadikan media maya sebagai sarana bertukar ide gagasan menjadi jalan yang perlu menjadi perhatian bersama.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun