Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berpolitik di Republik Dunia Maya

2 April 2019   08:10 Diperbarui: 2 April 2019   08:14 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politikus Licik ~ Sumber gambar: Twitter KomikFaktap

Tanpa nilai kemanusiaan yang dijaga bersama dan mempersatukan, politik hanya akan menjadi peperangan yang dipenuhi dengan saling menjegal dan memfitnah orang lain. Namun ironisnya hal tersebut terjadi disekitar kita sekrang ini, intrik politik hanya menjadi racun yang mencabik persatuan diri. Indonesia kiranya lagi dalam fase tersebut. 

Kampanye Pemilu 2019 tidak ubahnya menjadi sarang hoax dan hate speech yang diarahkan para pendukung pilihan mereka. Telepon genggam menjadi lahan perang  dan begitu sesak dengan postingan yang memuji bak Tuhan dan cercaan bak setan. Kami di kubu yang serba benar dan kubu lain serba salah.

Dunia maya begitu menyatu dalam setiap hela nafas yang kita hirup dan menjadi semacam denyut dalam bermasyarakat. Peringkat Indoensia berdasarkan Digital in 2018 yang dirilis We Are Social menempati posisi ketiga dalam jumlah mengakses media sosial, kira-kira masyarakat Indonesia menghabiskan 3,5 jam untuk berselancar di dunia maya. 

Aktivitas tersebut dilakukan dalam rentang satu hari saja. Durasi untuk berhaha-hiri 8 persen dalam interval 24 jam, begitu banyak waktu yang terbuang untuk hal yang repetisi.

Kita tentu mengetahui bahwa konten yang dihadirkan oleh media sosial begitu beragam, mulai dari video tutorial make up sampai berseri-seri pengajian pun kita bisa temukan. 

Konten yang mengandung tawa atau luka pun berseleliweran dalam lini masa setiap update story. Bermunculan akun-aku yang riuh berdebat tentang politik dan pemilu 2019. 

Selera pasar mengaharpkan update dari kabar junjungan mereka. Hal tersebut juga menandakan bahwa partisipasi masyarkat dalam berpolitik juga memngalami trend naik, dari yang murni berkontribusi atau hanya mencari pundi-pundi. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu media untuk mengubah nasib diri kita sebagai penduduk Indonesia, ini tentu yang diharapkan bersama.

Akan tetapi, kita juga harus menyadari bahwa media sosial dan atribut dunia maya lainnya telah mengubah cara kita berpikir dan merasakan perkara berbau politik. Dunia maya telah mengganti wajah NKRI menjadi wajah yang partisan. 

Pilkada DKI menjadi contoh bagaimana masyarakat Indonesia terjebur ke dalam kolam alieniasasi dimana ia hanya akan dihujani postingan yang objektif solutif. Kiranya lini masa di dunia maya kita sendiri begitu sesak dengan postingan emosional yang merepresentasikan liyan sebagai lawan yang harus dilibas. 

Jikalau sudah dalam taraf kebencian akut, pemilu hanya sekadar dipahami sebagai jihad hiduo atau mati. Nalar kritis dengan sukarela dimatikan dan digadaikan dengan berbagai deklarasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun