Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menumpas Akademisi Instan

4 Maret 2019   23:13 Diperbarui: 5 Maret 2019   01:29 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampus ~ Sumber Gambar: Sabda Perubahan.

Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia sebagaiman ayang disampaikan oleh Research Performance of Indoneia. Kita tentu menyadari bahwa sebuah aktivitas riset yang mumpuni yang dilakukan berdasarkan standar ilmiah akan memakan waktu yang relatif lama. Aktivitas riset yang baik juga terbentuk dari sebuah kulltur akademik yang kondusif, peralatan yang tersedia dan bacaan jurnal yang komprehensif. 

Kita juga harus menyadari itu bahwa semua kampus menyediakan iklim riset yang baik bagi para pengajar di perguruan tinggi tersebut. padahal kalau kita tilik banyak kebijakan untuk menghasilkan publikasi ilmiah yang ideal tersebut sudah langsung diberlakukan di semua kampus di bawah kementerian terkait. 

Oleh karena itu, kita sekarang seakan-akan disuguhi semacam perlombaan untuk mengejar Scopus dan lembaga sejenisnya. Sejumlah pimpinan perguruan tinggi kian membuat peraturan yang tidak mengena dan terlalu ambisius dari mencanangkan target pencapaian penerbitan 300 sampai 2000 artikel yang terindeks per tahunnya. 

Bagi mereka yang terlalu sulit untuk menembus jurnal, anggaran pun dikeluarkan untuk memuluskan jalan lembaga tersebut bersedia memuat prosiding yang diajukan. Akhirnya para pengajar tersebut harus rajin riwa-riwi mengikuti beragam seminar kepenulisan artikel ilmiah yang terindeks Scopus. 

Disini tidak membahas bahwa parameter publikasi yang terindeks oleh lembaga pemeringkat Scopus sebagai satu acuan itu bermasalah. Tentu kita menyadari bahwa Indonesia belum memiliki lembaga pemeringkat sendiri yang mendapat verifikasi dari dunia akademik global. Ini harusnya menjadi prioritas kita bersama. Kemenristekdikti tentu sudah melakukan banyak usaha dengan menyiapkan paket kebijakan dan program peningkatan kualitas dan kuantitas para pengajar di perguruan tinggi. 

Science and Technology Index atau yang kita kenal dengan SINTA bisa menjadi produk yang berasal Indonesia sebagai lembaga pemeringkat publikasi ilmiah di kemudian hari. Hal yang kita garap sekarang adalah problem semangat untuk memulai menulis. Scopus seharusnya bukanlah menjadi tujuan akhir yang harus dibela mati-matian, ia hanya salah satu acuan belaka. 

Semangat menulis yang cenderung pragmatis akan menempuh segala cara untuk menembusnya. Semangat menulis karya ilmiah harus dijadikan bagian dari nafas setiap pengajar untuk mengembangkan keilmuan yang ia kuasai. Acuan mutu harus menjadi parameter terpercaya dalam memberikan beasiswa sehingga memberikan kontribusi yang nyata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun