Hak yang paling asasi adalah hak hidup, hak yang melekat pada semua manusia begitu ia lahir di dunia. Hak yang tidak boleh dilanggar dan diabaikan oleh siapapun dan apapun. Jaminan akan hak hidup ini kita bisa temukan dalam pasal di UUD 1945. Negara berkewajiban melindungi dan menjamin setiap orang agar dapat menikmati hak untuk hidup.
Hak ini tentu yang paling asasi dan mesti dmiliki oleh setiap manusia, tanpa kehadiran hak ini, hak- hak lainnya tidak akan lahir. Manusia berkeinginan untuk mempertahankan kehidupannya, manusia bergerak dan berupaya meningkatkan taraf hidupnya. Tanpa hak hidup, peradaban manusia tidak ada. Hal tersebut yang ditekankan pasangan Prabowo-Sandi ketika mengomentari pernyataan dari lawan debatnya, Jokowi-Maruf.Â
Kita tentu meyakini ilmu pengetahuan dan teknologi yang sekarang bisa berkembang pesat dan perkembangan modern yang kita nikmati tidak lain karena terbukanya ruang kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat. Betapa nahasnya kehidupan manusia dan peradabannya jika kebebasan ini dibatasi dan dibelenggu. Oleh karena itu, kebebasan manusia untuk berpikir dan menyatakan pendapat tersebut sesungguhnya untuk kebaikan dan kemaslahatan manusia itu sendiri.
Kita tentu memahami asasi manusia bahwa tidak ada kebebasan mutlak dalam kehidupan ini. Kebebasan kita berbatas dengan kebebasan dan hak orang lain. Sebuah kemustahilan mengharapkan ruang kebebasan sebebas-bebasnya, apalagi dengan berniatan mencela tanpa bukti dan sibuk menyebar berita bohong.Â
Kebebasan berpikir akan bisa ditegakkan dalam prinsip yang selaras dengan kewajibannya. Untuk kemaslahatann kemanusian itu sendiri, kebebasan terbatas dengan dirinya sendiri. Kebebasan untuk mendapatkan tujuan yang sama, kebebasan yang dapat tumbuh bersama dengan kebebasan setiap orang berdasarkan suatu hukum umum.Â
Kasus Meiliana menjadi pusat pehatian karena apakah Meiliana bisa dianggap menodai agama karena memprotes suara adzan. Terdakwa divonis 18 bulan karena dianggap melakukan tindakan tersebut. Banyak opini yang bergulir di masyarakat, baik yang bersimpati maupun yang mendukung vonis atas Meiliana dan acapkali tidak memperhatikan pernyataan Meiliana sendiri. Apa yang sebenarnya dipermasalahkan oleh Meiliana seringkali dipelintir berkali-kali dan menjadi pemicu konflik yang lebih besar di masyarakat.
Kasus Meiliana adalah sebuah cermin dri potret diskrimasi berlapis yang dialami oleh perempuan, kelompok minoritas dari peraturan yang multi tafsir. Komnas Perempuan sudah mengadvokasi, pemantauan dan pendampingan kepada Meiliana. Sebelumnya kasus ini muncul di media dan ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. Komnas Perempuan melihat bahwa ini sebagai kasus politis, kasus yang tidak bisa dilihat dari persepektif pidana murni.Â
Kasus Meiliana hanya pemantik dari potensi ketegangan sosial dan konflik antar kelompok yang akut di Tanjung Balai. Namun jika kita melihat dalam lembar tuntutan jaksa penuntut umum, disebutkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan penodaan agama pada tanggal 29 Juli 2016, namun sesungguhnya tak sekalipun disebutkan kata adzan jika merujuk pada tindakan Meiliana pada tanggal 22 Juli 2016, pukul 08.00, ketika terdakwa mendatangi warung untuk membeli rokok lalu berbicara dengan saksi Kasini alias Kak UO.Â
Isu bahwa Meiliana keberatan dengan adzan yang dalam surat pernyataan tertanggal 2 Desember 2016 tidak disukung oleh bukti berupa rekaman audio dan video. Meiliana sudah belasan tahun tinggal di depan Masjid Al-Maksum sebelumnya tidak pernah mempersoalkan adzan. Yang ia katakan waktu itu addalah volume suara masjid yang belakangan bertambah keras. Pembicaraan biasa di warung dekat rumah Meiliana berkembang dan dipelintir sebagai protes terhadap adzan. Tidak benar jika respon atas kasus ini berkutat dalam permasalahan adzan. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana fakta kejadian sebenarnya dijadikan bahan untuk merekayasa kemarahan yang menyebabkan kerusuhan bahkan menjadi dasar vonis atas Meiliana.Â
Penegakan hak asasi manusia yang berimbang akan menghasilkan harmoni dan jalinan masyarakat atas dasar nilai-nilai kemanusiaaan. Salah satu bagian dari upaya membangun dan menegakkan nilai kemanusiaan bisa dengan senantiasa menekankan pentingnya mengutamakan ikatan persaudaraan seagama dan persaudaraan sesama manusia. Yang pertama adalah semangat persatuan dan persaudaraan yang meliputi seluruh umat Islam, sedangkan yang kedua adalah sikap pengakuan terbatas pada golongan sendiri yang paling benar. Kesadaran bahwa manusia adalah mahluk yang sangat terbatas, serba relatif dan tidak akan mencapai kemutlakan. Kesadaran ini menjadi cermin sikap rendah hati dan pahak asasi manusia serta sadar sepenuhnya akan kenisbian manusia.Â
Kendala utama penegakan nilai-nilai kemanusiaan yaitu fanatisme, tektualisme, fundamentalisme dan kultus tentu saja tidak bisa dilepaskan dari berbagai aspek kesejarahan, pengalaman tragis penjajahan dan ketertindasan suatu kelompok tertentu. Contohnya, dalam lingkup sebagian muslim, pilihan menjadi fundamentalis merupakan upaya pembelaan, pencarian identitas diri dari suatu tekanan, hegemoni, dan kooptasi kekuatan barat.Â