Namun, yang tak kuduga, aku malah melihat Parjo sedang dikejar sabhara. Ya, itu Parjo. Ialah pelaku pelempar botol itu. Tanpa basa-basi, langsung saja aku melesat mengikuti pengejaran sabhara itu. Parjo terlihat gesit menghindari kejaran, tapi akhirnya, dia pun tertangkap dan langsung jadi bulan-bulanan kebrutalan sabhara yang marah.Â
Bodohnya aku yang malah menyibak kerumunan sabhara itu untuk menyelamatkan Parjo. Akibatnya, aku pun turut jadi sasaran. Tendangan demi tendangan menghujam ke seluruh tubuh. Aku terkapar tak berdaya di atas aspal pada siang yang amat terik. Sempat kulihat darah menetes dari kening Parjo yang tak sadarkan diri. Tapi aku tak mampu menolong. Tubuhku remuk. Duaakkk! Sebuah pentungan besi mendarat telak di kepalaku. Ada cairan merah mengalir dari sana. Tak lama, dunia jadi kabur. Aku merasakan diriku semakin jauh dari keramaian. Sepersekian detik, aku sempat melihat senyum Adikku yang membawa boneka barunya. Kulihat pula wajah orang tuaku. Aku coba menggapai mereka, namun mereka bergerak menjauhiku.Â
Hingga pada akhirnya aku kehilangan seluruh cahaya itu, semua berubah hitam. Gelap total.. Doaku hanya semoga aku bisa membelikan boneka untuk adik kecilku.