Meskipun mereka berbeda suku dan agama, kasih sayang mereka datang dari dunia yang kasat mata. Kasih sayang mereka tidak dapat dibatasi  hanya oleh persoalan kecil. Kasih sayang mereka terlalu luas untuk ditafsirkan.
Pernikahan antara dua orang yang berbeda keyakinan dan suku merupakan masalah besar bagi orang yang masih meyakini adat nenek moyang. Apalagi dalam Islam ada larangan pernikahan beda agama, dan pernikahan tersebut tidak sah dalam hukum agama. Kecuali yang beragama nonmuslim mau menjadi muallaf.Â
Memang ada beberapa keluarga yang tak mempermasalahkan perbedaan tersebut. Mereka setuju dengan keputusan salah satu keluarganya untuk menikahi siapapun, asal saling mencintai.Â
Tapi bagi orang jawa, mereka lebih menyetujui anaknya untuk menikah dengan orang yang bersuku sama. Bahkan kebanyakan menikah dengan tetangga sendiri. Mereka beralasan, keluarganya tetap dalam satu adat dan satu keyakinan.
Hujan di Bulan Juni, sebuah ungakapan metaforis dari Sapardi saat menggambarkan peristiwa atau sebuah kisah yang tidak biasanya diyakini.Â
Prisip keterbacaan di dalam novel, diambil dari sebuah puisi yang akhirnya menjelma menjadi sebuah novel tersebut menjadikan semakin romantis dan sarat akan bahasa kesustraan. Sapardi berhasil menyajikan novelnya menggunakan bahasa yang tinggi.Â
Sehingga sedikit susah untuk dipahami bagi pembaca yang kurang mengerti sastra. dan akhir dari ceritanya masih menggantung. Tak ada ketegasan bagaimana akhir kisah Sarwono dan Pingkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H