Silang Pendapat Jumlah Hadis Kitab Al Muwattha
Silang Pendapat Jumlah Hadis juga jika berbicara mengenai Kitab al-Muwattha karya Imam Malik bin Anas. Dimana pembawa hadis dari Imam Malik bin Anas ini sangat banyak. Muhammad Mushtafa Adzami ketika mentahqiq kitab al-Muwattha, beliau menghitung setidaknya ada 100 orang yang meriwayatkan kitab al-Muwattha.
Antara satu versi Muwattha dan versi lainnya, beberapa ada perbedaan jumlah hadisnya. Selain karena banyak periwayat dari Imam Malik bin Anas, dalam kitab al-Muwattha ini masih banyak kita temukan pernyataan dari Shahabat Nabi, Tabiin bahkan fatwa dari Imam Malik bin Anas sendiri. Maka standar menomorinya pun beragam.
Dr. Muhammad Mushtafa Adzami ketika mentahqiq kitab al-Muwattha, tak mau mengikuti penomoran dan Muhammad Fuad Abdul Baqi. Dalam Pandangan Muhammad Mushtafa Adzami, Penomoran  yang dipakai oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam banyak tahqiqannya, banyak mengambil dari karya orientalis Arent Jan Wensinck. Muhammad Fuad Abdul Baqi tak memberi nomor jika berasal dari pernyataan Imam Malik bin Anas dalam kitab al-Muwattha. Hadis di Kitab al-Muwattha menurut Muhammad Mushtafa Adzami berjumlah 3.676. Jika menurut tahqiq dari Basyar Awad Maruf jumlah hadisnya ada 3.069. Jika menurut tahqiq dari Abdul Wahab Abdullatif Riwayat Muhammad bin Hasan jumlah hadisnya ada 1.008.
Kontribusi Orientalis Dalam Penomoran Hadis
Bisa dikatakan penomoran hadis itu bukan tradisi dari ulama salaf. Bahkan Imam Bukhari sendiri juga tak menomori hadis di kitabnya. Meski bukan tradisi ulama salaf bukan berarti selalu jelek.Â
Mereka seringkali menyebutkan hadis ini riwayat siapa di bab apa dari shahabat siapa. Penomoran hadis itu tidakk jauh beda dengan pemberian warna yang berbeda dalam tulisan sebuah buku kontemporer. Menomori kitab shahih bukhari sebagai bentuk dari model percetakan buku modern.
Permasalahn itu bisa kita runutkan dari pernyataan Musthafa al-Bugha dalam mukaddimah tahqiq hadis Shahih Bukhari bahwa kitab shahih bukhori tersebut banyak kita temukan belum ada seni percetakan modern, seperti antar satu bab dan bab lain ada pemisahnya, hadisnya juga belum ada nomornya atau awalan bab yang berbeda, sehingga menjadikan pembaca mudah untuk mencarinya kembali.
Selanjutnya, salah satu ulama kontemporer pertama yang mencoba menomori kitab-kitab hadis adalah Muhammad Fuad Abdul Baqi. Diantara kitab yang beliau nomori adalah Shahih Muslim, Muwattha Imam Malik, dan Sunan Ibnu Majah. Penomoran hadis yang dilakukan oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi ini diilhami oleh salah seorang Orientalis, Orientalis itu bernama Arent J. Wensinck (w. 1939 M); seorang Profesor bahasa Semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda.
Wensinck membuat kamus untuk mempermudah mencari satu hadis di banyak kitab hadis. Karena sifatnya kamus, harus ringkas dan cepat untuk dilacak. Kamus itu bernama Al-Mujam Al-Mufahras Lil Al-Fadz Al-Hadis An-Nabawi. Kamus ini disusun sebuah berdasar kosa kata alfabetis yang berasal dari 9 kitab hadis; yaitu Kutub As-Sittah, Musnad Ad-Darimi, Musnad Ahmad bin Hanbal, dan Muwaththa Imam Malik.
Dalam penyusunan kamus tadi, Wensinck dibantu orientalis lainnya yaitu Dr. Y. B. Monsej dari Universiti Leiden, Y. B. Dye Hasz, Y. B. Fonne Lone, Y. T. B. Dye Barwin dan Y. B. R. Herman dan  termasuk J. Horovitz. Wensinck juga telah menulis kamus serupa berjudul Miftah Kunuz as-Sunnah; kunci dari sunnah-sunnah. Pertama muncul kamus ini di Leiden tahun 1927 M.
Kamus Miftah Kunuz as-Sunnah diterjemahkan Oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi kedalam Bahasa Arab tahun 1941 M Â atas permintaan dari Muhammad Rasyid Ridha dan disebarkan di Mesir.Â